20. Menjadikan Musuh Waspada Hal Menguntungkan

1001 Kata
. “ Bagaimana dengan interogasi Arkanio? Dia sudah mau mengaku?” Jenny baru saja masuk dengan diikuti Ayres tampak menggeleng pelan. Keduanya mendudukkan diri dengan memasang ekspresi kecewa. Entah kenapa sikap keras kepala Arkanio benar-benar membuat Jenny nyaris kehilangan kesabaran, sehingga tidak sampai mengejutkan lelaki itu dengan melakukan sedikit kekerasan. Bukan tanpa alasan, menginterogasi Arkanio sangat menguji mental dan tenaga yang mendadak lelah. Terkadang lelaki itu terlalu semena-mena membuat Ayres yang tampak begitu tenang mulai merasa tidak sabar. “Apakah dia masih tetap keras kepala seperti tadi?” tanya Alister lagi. Ayres mendesis sinis, lalu melempar berkas laporan yang hendak menuliskan sedikit flashback ketika lelaki itu sedang berhalangan hadir. Tepat pada kedua orang tuanya sudah dinyatakan meninggal oleh kepolisian. “Aku tidak tahu, Ketua Tim. Arkanio benar-benar menyebalkan. Dia terlalu bertele-tele dalam menjawab pertanyaan dari kita, seakan tengah meremehkannya. Sampai aku sendiri merasa tidak tahan,” jawab Jenny mengembuskan napasnya panjang sembari menggeleng pelan. “Bagaimana kalau aku saja?” usul Yuni mengajukan diri. Akhtar tampak menggeleng pelan, lalu menolak, “Jangan. Untuk sekarang hanya orang-orang yang dari kepolisian saja menanganinya. Karena masalah ini juga menyangkut dengan kasus pembunuhan yang terjadi. Ada kemungkinan besar kalau kepolisian langsung yang menangani masalah ini akan cepat selesai.” “Apa maksud dari rencanamu itu, Akhtar?” tanya Alister menatap sahabatnya dengan penuh. Sejenak lelaki itu mengangguk samar ke arah Ayres membuat pandangan Jenny dan Yuni spontan mengarah pada keduanya yang terlihat sudah merencanakan sesuatu. “Kita membawanya ke sini tanpa ada bukti apa pun sudah termasuk salah. Jelas dia akan merasa terancam dengan tetap membiarkannya di sini. Apalagi kalau backing-annya tahu polisi mulai curiga, pasti dia enggak akan selamat.” Akhtar mengembuskan napasnya pendek. “Tapi, ada baiknya semua yang menjadi pelaku kejahatan di masa lalu akan mulai merasa terancam dan melakukan sesuatu agar polisi mengalihkan perhatiannya.” “Jadi, maksudmu … kita melepaskannya begitu saja agar dia merasa terancam?” tanya Alister menyadari perkataan sahabatnya yang memang ada benarnya. “Benar!” balas Akhtar menjentikkan jemarinya cepat. “Karena semakin musuh waspada, maka mereka akan terpecah belah dengan kepercayaan masing-masing.” “Bagaimana kalau ternyata mereka saling percaya satu sama lain?” sahut Yuni membuat pandangan Jenny langsung mengarah padanya dan ikut membenarkan dengan mengangguk setuju. Dengan tersenyum miring, Akhtar mencetus, “Tentu saja kita akan membuat mereka saling curiga. Mudah saja mengacaukan orang-orang kolot yang hanya mempercayai satu sisi tanpa melihat sisi lain.” Sejenak Alister mengernyitkan alis kirinya mempertimbangan perkataan Akhtar yang memang ada benarnya. Terkadang penjahat itu lebih mempercayai musuh, walaupun akan sedikit terguncang ketika mengetahui para bawahannya mulai bermain curang. “Ketua Tim, masalah ini enggak akan selesai kalau memang bukan mereka yang memecahkannya,” bujuk Ayres memberikan pengertian pada Alister yang dikenal tidak ingin mengambil banyak risiko dalam setiap pekerjaannya, kecuali lelaki itu sendiri menjalankan rencana tanpa mengikutsertakan para anggota tim. Yuni yang beberapa hari resmi menjadi anggota baru tampak ikut mendukung rencana, lalu berkata, “Ketua Tim, apa yang kamu takutkan tidak akan pernah terjadi. Kita semua sudah berpengalaman dalam bidang apa pun. Rasanya memang perlu banyak pelatihan dengan memberanikan diri keluar dari zona nyaman. Kalau kita saja merasa tidak keberatan dengan rencana ini, mengapa Ketua Tim justru sebaliknya? Bukankah Ketua Tim sendiri yang meyakinkan kita semua untuk tidak pernah menyerah dalam situasi apa pun? Kita akan berjuang sampai kebenaran yang menjadi pemenang dalam permainan ini!” Apa yang diucapkan oleh Yuni panjang nan lebar itu benar-benar membuat Jenny merasa sangat bahagia. Gadis itu telah melihat sisi lain dari sahabatnya sendiri yang begitu mempercayai kebenaran akan menjadi pemenang, bagaimanapun caranya. Sedangkan Ayres diam-diam memberikan dua jempol pada keberanian Yuni yang telah memberikan nasihat pada Alister. Walaupun belum ada yang mengetahui bahwa beban menjadi seorang pemimpin bukan hanya pada kasus, melainkan keselamatan para anggotanya. Hal tersebutlah yang menjadi banyak pertimbangan Alister dalam melakukan pergerakan, karena tidak ada yang bisa menanggung kejadian jika sewaktu-waktu terjadi sesuatu. Sama seperti yang pernah terjadi pada anggota timnya. “Bagaimana, Ketua Tim?” tanya Akhtar terdengar pelan. Mendapatkan banyak tekanan dari segala sisi membuat Alister dilanda kebingungan yang cukup menargetkan musuh. Terkadang lelaki itu ingin sekali menjalankan rencana tanpa harus melibatkan timnya, tetapi keberadaan mereka justru menjadikan Alister lebih kuat dibandingkan biasanya. “Baiklah, kita akan melakukan seperti apa yang dikatakan oleh Akhtar,” jawab Alister mengembuskan napasnya pendek, lalu kembali melanjutkan, “hanya saja tidak ada satu pun dari kalian yang mengambil keputusan secara sepihak. Apalagi sampai mengorbankan diri. Karena kita akan menghadapapinya apa pun yang terjadi. Tanpa merasakan saling berkorban satu sama lain.” Setelah itu, Alister melenggang keluar dari ruangan membuat seluruh pandangan anggota tim mengarah pada lelaki tersebut. Tentu saja Yuni yang baru pertama kali menyadari sifat ketua timnya hanya meringis pelan, lain hal dengan Akhtar dan Ayres memilih untuk kembali duduk. Sementara Jenny yang melihat ketua timnya melenggang keluar dari kamar pun berniat untuk mengikuti lelaki itu. Entah kenapa ia merasa sesuatu terjadi pada Alister tepat mereka menemukan bukti. “Jen, mau ke mana?” tanya Yuni menyadari Jenny bangkit dari tempat duduknya. “Keluar bentar,” jawab gadis itu singkat. Kemudian, Jenny melenggang pergi begitu saja. Pandangan gadis itu sejenak mengitari lorong yang bercabang dengan tujuan masing-masing. Sampai Jenny memutuskan untuk mengikuti kata hatinya dan memilih lorong menuju keluar dari gedung markas. Dan benar saja, sampai di lobi terdapat seorang lelaki yang memunggungi Jenny tengah menatap lurus tepat menghadap pada taman kecil di depan gedung. Ketika Jenny melangkah mendekat, Alister berbalik dan menatap kedatangan seorang gadis yang terlihat sedikit canggung. “Ada apa, Jenny?” tanya Alister menatap seorang gadis yang berdiri tepat di sampingnya. “Ketua Tim, apa kamu sedang ada masalah?” Jenny memberanikan diri untuk bertanya pada seorang lelaki yang menarik perhatian sejak tadi. Entah kenapa hatinya mengatakan lelaki itu tengah menahan diri terhadap sesuatu. “Kenapa kamu bertanya seperti itu?” Alister malah berbalik tanya. “Kamu terlihat seperti menahan diri terhadap sesuatu,” jawab Jenny jujur. “Kalau kamu memang sedang banyak pikiran, tidak apa-apa beristirahat lebih dulu. Jangan memaksakan diri.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN