Sesampainya di perusahaan tempat bekerja dari anak Alm. Pabio Andriano yang menjadi tersangka di balik kebakaran panti asuhan di pulau terpencil tersebut. Alister dan Jenny tampak kompak menatap gedung besar nan mewah di hadapannya.
Tidak dapat dipungkiri tindakan keduanya menarik perhatian banyak karyawan. Sehingga salah satu dari mereka pun melangkah mendekati Jenny yang terlihat lebih bersahabat dibandingkan Alister memiliki wajah dingin, meskipun tampan dan memikat.
“Permisi, ada yang bisa saya bantu?” celetuk wanita tersebut dengan ramah.
“Aah, iya bisa! Kami ingin mencari Pak Arkanio ada?” tanya Jenny diakhiri senyuman tipis tak kalah ramah dan bersahabat membuat wanita yang berstatus sebagai karyawan itu tampak mengernyitkan keningnya sesaat.
“Kamu … sekretaris barunya?”
“Hah? Sekretaris bar? Bukan,” tolak Jenny tersenyum geli sembari menggeleng pelan. “Saya hanya ingin bertemu dengan Pak Arkanio.”
“Benarkah? Kamu mirip dengan seseorang,” gumam wanita tersebut tampak mengernyitkan kening bingung.
Seorang wanita lainnya yang berstatus karyawan pun ikut mendekat, ia menatap ke arah Jenny dengan pandangan merendahkan. Hal tersebut membuat Alister diam-diam mengepalkan tangannya kuat, lain halnya dengan Jenny yang menerima tatapan tersebut lapang d**a.
“Iya benar juga. Mana mungkin Pak Arkan nerima dia sebagai sekretarisnya, kalah modis sama gue,” sinis wanita tersebut pongah dan melenggang pergi begitu saja.
Sepeninggalkan wanita yang begitu sombong memperlihatkan penampilannya sama sekali tidak menarik membuat Jenny tersenyum paksa dengan tetap menjaga kesopannya tanpa ingin menjambak rambut wanita itu sama sekali.
“Maafkan dia, ya. Semenjak Pak Arkan gonta-ganti sekretaris, dia memang menjadi seperti itu. Karena dia awalnya sekretaris Pak Arkan sampai dipecat tanpa alasan,” sesal wanita yang sempat mempertanyakan niat kedatangan Jenny dengan sopan beberapa saat lalu. “Kalau begitu, mari saya antarkan ke ruang tunggu!”
Jenny mengangguk singkat, lalu membalas, “Terima kasih, ya.”
Sepanjang perjalanan memasuki gedung yang diikuti Alister dari belakang tanpa menarik perhatian wanita tersebut sama sekali, Jenny tampak sangat gatal untuk mempertanyakan alasan pergantian sekretaris yag dilakukan oleh Arkanio.
“Bu, boleh saya tanya sesuatu?” celetuk Jenny dengan terdengar ragu sekaligus sopan.
“Silakan! Mau tanya apa emangnya?” tanya wanita tersebut ramah, seakan tidak merasa tersaingi sama sekali akan kedatangannya.
Jenny berdeham pelan, lalu berkata, “Sebenarnya sudah sejak kapan Pak Arkan gonta-ganti sekretaris? Saya lihat wanita yang tadi begitu kesal menyadari saya hendak menjadi sekretaris Pak Arkan.”
“Lumayan lama, mungkin sejak setahun yang lalu. Karena Pak Arkan sering bepergian, jadi butuh banyak sekretaris yang sayangnya tidak bertahan lama. Kita semua juga bingung alasannya apa, sebab dari mereka yang dipertanyakan tidak pernah mengatakan apa pun. Sampai semua hal ini cepat berlalu seperti sedia kala,” tutur wanita tersebut dengan mengembuskan napas pendek, lalu pintu elevator berdenting pelan. “Kita sudah sampai! Kalian berdua bisa langsung ke ruangannya. Saya hanya mengantarkan sampai di sini saja!”
“Benarkah?” Jenny melebarkan matanya terkejut dan mengitari sekeliling yang tampak kosong. “Kamu benar-benar tidak bisa mengantarkan kita berdua?”
Wanita tersebut menggeleng pelan, lalu menjawab, “Saya memiliki beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan. Jadi, saya tidak bisa mengantarmu sampai masuk.”
Sejenak Jenny mau tidak mau menuruti pilihan wanita tersebut dan membiarkannya kembali turun. Membuat gadis itu tampak membalikkan tubuhnya lagi dan menatap singkat ke arah Alister yang berada tepat di sampingnya.
“Ketua Tim, apa kita perlu menyamar sebagai sekretaris?” tanya Jenny mulai tertarik dengan penawaran yang berada di hadapannya.
“Tidak,” tolak Alister menggeleng mantap. “Jangan pernah mengambil keputusan yang membahayakan diri. Kamu tidak bisa sembarangan datang dan pergi sesuka hati, Jenny. Apalagi masalah ini berkaitan dengan kasus pembunuhan, kamu akan mendapat masalah jika sampai diketahui orang yang menyamar dari kepolisian.”
Jenny terdiam mendengarkan perkataan ketua tim yang ada benarnya. Memang apa yang dikatakan lelaki itu benar-benar akan terjadi, seperti sebuah peringatan. Sehingga mau tidak mau Jenny harus mengerti kemauan Alister agar semua anggota timnya dijaga dengan baik.
“Ya sudah, kita harus bergegas menemui Arkanio!” pungkas Alister kembali mengingat tujuan kedatangan mereka.
Dengan mengangguk mantap, Jenny pun berbalik dan melangkah sampai beberapa kali hingga kedua kakinya berhenti tepat di depan pintu besar nan mewah yang tertutup rapat. Membuat gadis itu sejenak mengetuk pintu, sebelum akhirnya dibuka dengan memperlihatkan seorang lelaki tengah baru saja menutup panggilan, tetapi sayangnya belum dikeluarkan sama sekali dari room number di ponsel.
“Dengan siapa, ya?” tanya Arkanio menyadari dua orang di hadapannya begitu asing.
Alister melangkah lebih dulu dengan menyembunyikan Jenny di belakang punggungnya, lalu menjawab, “Arkanio, kamu sudah tidak bisa melarikan diri lagi. Cepat berikan apa saja yang kamu ketahuan tentang kematian kedua orang tuamu!”
Wajah Arkanio tampak pucat menyadari kedua orang di hadapannya ternyata seorang polisi. Tentu saja lelaki itu bersusah payah melarikan diri, tidak mungkin sampai tertangkap lagi dan dimasukkan ke dalam ruang tertutup interogasi hanya untuk kelas besar.
Di sana Arkanio tidak suka menyadari Arkanio berubah menjadi sedikit menyebalkan. Memang kedatangan keduanya ke perusahaan hanya untuk menjemput lelaki itu secara paksa. Untung saja semua karyawan di perusahaannya bisa diajak bekerja sama tanpa memanggil bantuan siapa pun untuk datang, karena masalah kepolisian cukup rumit membuat mereka tidak membantu apa pun.
Kini Alister dan Jenny tampak memandangi Arkanio yang diborgol di dalam ruangan tertutup serba putih membuat lelaki itu kebingungan mengitari sekelilingnya tampak polos, seakan tidak berpintu sama sekali.
“Bagaimana perasaanmu, Arkan?” tanya Alister melangkah mendekat bersama Jenny di sampingnya, lalu menarik kursi tepat dua langkah dari posisi Arkan yang duduk bersama meja borgol.
Arkanio mendengkus kesal, lalu menjawab, “Apa yang sudah kamu perbuat padaku? Tempat apa ini? Kenapa sangat aneh?”
“Ini ruangan isolasi,” ungkap Jenny malas. “Biasanya orang yang berada di sini hanya orang-orang dari sakit jiwa saja, tapi sepertinya kamu juga sama. Jadi, terpaksa kita menempatkannya di sini.”
“Cepat keluarkan saya dari sini! Ini penjemputan ilegal! Kalian bisa saya tuntut atas penculikan!” omel Arkanio dengan wajah berang menyadari keberadaannya bersama dua polisi berkedudukan tinggi, tampak dari pakaiannya seperti orang biasa. Membuat posisi mereka berdua bukanlah sembarangan.