18. Bermalam di Pulau Angker

1014 Kata
Ketika makan malam selesai, ketiga lelaki itu pun memilih untuk beristirahat lebih dulu. Jenny yang memang belum merasa kantuk sama sekali hanya diam menatap api unggun. Ia sesekali menaruh ranting kayu agar tetap menyala. Tanpa disadari bayangan seseorang yang masih terduduk di depan api unggun membuat Alister hendak memejamkan mata kembali terbuka. Lelaki itu tampak mengembuskan napas panjang, kemudian menyikap selimut yang membaluti separuh tubuhnya. Alister mulai membuka resleting tenda yang tertutup rapat. Matanya terpaku pada seorang gadis memunggungi dirinya tengah menghadap tanpa bergeming sama sekali. “Kenapa masih di luar bukannya tidur?” celetuk Alister sembari menyelimuti tubuh mungil Jenny yang tampak kedinginan akibat pakaian tidak terlalu menutup dengan rapat. Sebab, gadis itu hanya mengenakan celana panjang kulot hitam yang dipadukan dengan sweater hitam bergambar beruang warna cokelat. “Belum ngantuk,” jawab Jenny tersenyum tipis melihat sikap manis dari lelaki yang baru ditemui selama dua hari. “Kalau begitu, biar saya yang temani kamu sampai mengantuk di sini. Sekalian jaga sekitar takutnya ada sesuatu yang tidak terduga,” tukas Alister mendudukkan diri dengan santai sembari melanjutkan, “saya pikir tadi kamu tidak bisa tidur karena bersama tiga pria dewasa.” Jenny memilih untuk tidak menjawab apa pun. Entah kenapa suasana hatinya mendadak buruk. Menyadari tidak ada respon sama sekali dari gadis tersebut, Alister mengembuskan napas panjang. Kemungkinan perasaan Jenny yang selama ini selalu dijaga dengan baik membuat gadis itu merasa sedikit terancam bersama orang asing. Membuat Alister harus bisa mengerti Jenny dan segala sikapnya. “Oh ya, kamu mau makan cemilan? Kebetulan saya membawa makanan ringan yang diberikan oleh orang tua saya ketika ada di bandara,” tawar Alister memberikan bungkus Qtela yang cukup besar hingga nyaris menyerupai bantal. Melihat lelucon di hadapannya sekaligus wajah malu-malu Alister memberikan satu bungkus cemilan besar membuat Jenny tidak bisa menyembunyikan ekspresi tawa lebar yang menyegarkan. Menembus angin malam yang terasa begitu dingin. Karena tanpa disadari keduanya terjaga hingga nyaris pagi menjelang tiba. Selama terjaga menemani Jenny, akhirnya Alister pun melihat kedua mata gadis itu mulai terpejam dan sesekali terbuka dengan paksa. Membuat lelaki itu tanpa sadar tersenyum geli dan bangkit dari tempat duduknya. Alister tampak membuka tenda milik Jenny yang ternyata bagian dalamnya cukup rapi dengan beberapa perlengkapan perempuan tersedia. Membuat lelaki itu mendadak canggung melihat sesuatu yang begitu sensitif. Tepat ketika Alister kembali menghampiri, tubuh lemas Jenny pun terjatuh tepat di lengan kekar Alister yang begitu nyaman. Membuat lelaki itu tampak tersenyum tipis dan mulai membopong tubuh Jenny dengan mudah. Membawa masuk ke dalam tenda yang digunakan untuk beristirahat. Setelah selesai menyelimuti Jenny agar tidak merasa kedinginan, Alister pun kembali keluar. Ia merenggangkan tubuh yang terasa sedikit kaku. Lelaki itu memang terbiasa tidak tidur sama sekali selama tiga hari, tetapi kali ini perjalanan memakan waktu cukup lama. Membuat Alister memutuskan untuk ambruk dengan nyaman. Sedangkan Akhtar yang merasa puas tidur selama 8 jam tanpa terbangun sama sekali, ia melihat pergerakan Alister ternyata baru saja menjaga Jenny. Membuat lelaki itu berniat untuk tidak membangunkan siapa pun dan memilih duduk tepat di bawah pohon dengan membaca kembali buku investigasi lanjut. Tak lama kemudian, Ayres pun menyusul dengan mata setengah terpejam. Lelaki itu tampak menatap ke arah Akhtar dan menyadari dua tenda lainnya masih menutup dengan rapat. “Alister sama Jenny belum bangun?” tanya Ayres mendudukkan diri tepat di samping Akhtar sembari membuka botol air minum yang cukup besar untuk melepaskan rasa hausnya. “Belum. Jangan dibangunin juga,” jawab Akhtar menggeleng pelan, lalu melanjutkan, “gue sempat lihat kalau Alister nemenin Jenny sampai ngantuk. Kemungkinan Jenny masih ngerasa waspada bermalam sama kita.” “Baguslah. Untung ada Ketua Tim yang netral.” Ayres mengangguk dengan santai. “Mungkin kalau kita berdua aja, Jenny bakalan pindah tim lain. Dan enggak akan balik lagi.” “Kenapa?” tanya Akhtar menoleh cepat. Menyadari perkataan Ayres yang terdengar tidak masuk akal. “Begini aja, lo cuek dan enggak pedulian. Sedangkan gue … walaupun perhatian dan enggak canggung, tapi dia jelas tetap belum percaya sama orang asing, ‘kan? Apalagi pembawaan gue yang terlalu over untuk menyeimbangi Jenny,” jawab Ayres sadar diri. Mendengar jawaban tersebut, Akhtar pun tersenyum geli dan mulai menutup buku bacaannya menatap sekeliling hutam yang mulai terlihat rindang. “Gimana kalau kita lari sebentar, Res?” usul Akhtar tertarik melihat keadaan sekitar yang masih terasa sejuk akibat embun pagi mulai berjatuhan. “Siapa takut!” balas Ayres tidak mau kalah dan mulai mengenakan sepasang sepatu untuk segera berlari. Sikap kompetitif dari kedua lelaki itu benar-benar memanaskan pagi yang begitu dingin. Akhtar dan Ayres pun langsung berlari pagi mengelilingi gedung panti asuhan yang habis terbakar. Keduanya tampak mengadu pertahanan tubuh dalam kegiatan berlari yang memakan banyak waktu. Membakar kalori pagi hari memang yang paling tepat, selain bisa sesekali bernostalgia. Kedua lelaki itu benar-benar menghibur diri dengan segala macam laporan mungkin akan digelutinya kembali. Mengingat kasus lama yang dibuka akan menarik banyak perhatian. Sementara itu, Jenny merasa tubuhnya benar-benar nyaman pun mulai bergerak pelan sampai tanpa sengaja tangannya meraih kawat tenda yang begitu rendah. Sontak kedua mata gadis itu pun melebar sempurna dan terduduk menatap dirinya sudah berada di dalam tenda. Sejenak Jenny mulai mengingat kejadian semalam yang dirinya duduk bersama Alister. Saking lamanya duduk hingga berniat untuk terjaga, Jenny benar-benar tidak percaya tubuhnya tumbang tepat pada detik terakhir. Hal tersebut membuat gadis itu pun keluar dari tenda yang ternyata sudah terbuka dengan bagian dalam tampak kosong. Jenny yang merasa penasaran pun langsung keluar dan menatap sekitar mencari keberadaan ketiga orang lelaki. “Jenny, kamu sudah bangun!?” seru Ayres tersenyum lebar melihat kehadiran seorang gadis yang berdiri tepat di depan tenda. Mendengar suara seseorang dari belakangnya, Jenny pun berbalik dengan kening berkerut bingung. “Ke mana semua orang? Kenapa mendadak kosong?” “Lagi pada mandi,” jawab Ayres lugas, lalu melanjutkan, “kalau lo mau mandi nanti, bisa gantian sama Alister. Kebetulan dia juga baru bangun. Jadi, jangan takut. Karena suasana di dalam panti benar-benar kosong dan menakutkan.” Jenny kembali meratapi nasib paginya yang mungkin akan lebih memilih tidak mandi sama sekali. Dibandingkan harus bergantian dengan seorang lelaki asing yang tidak pernah dikenal sebelumnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN