Semua orang juga bakalan mengakui bahwa yang namanya Ratih Indreswari adalah gadis cantik yang sejak dulu sudah digadang-gadang banyak orang. Itu cewek punya kecantikan Dara Petak, selir Raden Wijaya Majapahit yang bernama Prameswari.
Seperti namanya, ia juga pintar, baik hati, dan menyenangkan. Banyak orang yang terpukau dengan sosok Indreswari.
Biasanya yang terpukau, terpana, dan terpesona bukan cuma dari kalangan cowok-cowok, tapi juga ibu-ibu yang ingin menjadikannya sebagai menantu.
Sayang seribu sayang, banyak orang juga sudah mengetahui bahwa hati Ratih Indreswari hanya untuk Arya Wijaya. Cowok yang menjadi partner dalam kerja.
Sebenernya dibilang partner juga terlalu berkelas, karena pekerjaan mereka hanyalah pemasok barang yang kerjaannya jalan keluar kota untuk mengirim barang tersebut. Dan jujur, Ratih menyukai pekerjaan itu.
"Roti Blueberry, Ar," tawar Ratih ikut duduk di samping Arya yang mengelap keringatnya. Gadis itu menatap tak berkedip.
Siapapun yang melihat langsung sosok Arya yang tengah berkeringat siang ini sudah pasti akan sepakat dengan satu komentar Ratih. Arya terlihat seksi!
Pria itu mengambil satu roti isi blueberry lantas memakannya perlahan, di sampingnya ada sebotol cola dingin. Gadis itu berdecak.
"Abis angkat yang berat-berat tuh jangan langsung minum bersoda kayak gini, kasian lambung kamu juga," tegur Ratih membuat Arya menoleh.
"Yaelah, cuma satu juga Rat."
Hanya itu jawaban Arya, karena kemudian pria itu menatap kembali ponselnya, Ratih tuh sudah hafal banget bagaimana sosok Arya. Main ponsel tiap saat juga karena main game, tapi kali ini sepertinya tidak.
Kenyataan saat Ratih melongokkan kepalanya untuk sekadar melihat sedang apa pria itu membuat Arya langsung menjauhkan kepala Ratih. "Nggak usah kepo!" Arya menekan tiga kata itu di depan Ratih.
Gadis itu mengerucutkan bibirnya. Terlihat tengah berpikir. "Kamu lagi chattingan sama cewek yang jaga Toko Nawala ya?" tebak Ratih membuat mata Arya menyipit.
"Enggak. Cantikan yang ini."
Hah? Ratih melongo, ini kemajuan pesat karena baru pertama kali ini ia mendengar pujian meluncur mulus dari mulut Arya disertai senyum coba.
Perempuan mana yang bisa bikin Arya senyum gaje kayak gitu. Ratih minimal harus tau cewek yang bisa bikin Arya jadi gini.
"Tapi, beneran kamu udah suka sama cewek, Ar?" tanya Ratih akhirnya.
Arya langsung menjauhkan ponselnya, menatap gadis di sampingnya itu dengan senyuman. Pria itu selalu menatap Ratih dengan sorot yang berbeda. Dan seseorang tolong jelaskan, kalau bukan suka apa namanya?
Hal itu lah yang membuat Ratih menumbuhkan harapan bisa bersama Arya. Nggak salah kalau dia berharap sebab perlakuan pria itu yang terlalu mengistimewakan dirinya daripada orang lain.
Toh, tak banyak teman cewek Arya, kalaupun ada, mereka akan kalah dengan Ratih.
"Aku jelas suka sama cewek, Rat." Pria itu mencondongkan wajahnya, lalu menatap insten wajah Ratih di depannya, gadis itu meneguk ludahnya gugup. "Pengen tau siapa?"
Dibawah tatapan mempesona milik Arya, mustahil bisa menjawab lancar dengan kata, ia cukup mampu mengangguk saja sudah luar biasa. Lalu Arya memperlihatkan layar ponselnya.
"Itu kamera blo'on," maki Ratih gemas.
Arya terkekeh. "Yang di dalam kamera cantik tuh."
Pipi Ratih merona, sialan kan? Gimana perasaan kamu kalau dekat sama cowok yang beraninya ngasih kode nggak jelas kayak gini. Bukannya berharap, namun kalau mereka saling suka, harusnya ada inisiatif dari Arya untuk mengajaknya pacaran, minimal mengutarakan perasaan juga nggak apa-apa.
"Nggak usah ngelawak," cebik Ratih mendorong ponsel Arya menjauh.
Pria itu mematikan ponselnya, lalu mengambil sebuah apel dari saku jaketnya. "Nanti aja kalo udah ada waktunya bakal aku bawa ke sini, jangan lupa ntar kenalan ya sama pacarku."
Ratih tersedak. "Jadi beneran udah punya pacar?"
Arya mengangguk dengan ringisan. Hati Ratih mencelus. Arya sudah punya pacar? Itu masih abu-abu sebelum satu cewek bakalan dibawa ke rumah pria itu, barulah Ratih percaya bahwa Arya tidak main dengan ucapannya.
"Palingan santer 2 bulan juga putus," ceplos Ratih langsung dijitak Arya gemas.
"Kalo aku punya pacar harusnya kamu ikut bahagia dong, Raaaat, mendukung, ikut sukacita. Bukan malah protes terus doa jelek kayak gitu." Arya protes dengan nada berapi-api.
Ratih tersenyum kecil. Sebelum-sebelumnya juga seperti ini, bukan berarti Arya player, tapi ceweknya aja keganjenan, chat Arya padahal sudah jelas banget itu cowok nggak minat bales.
Dan semua akan berakhir dalam kurun waktu singkat, tergantung mental ceweknya sih, kalau mentalnya kayak badak cukup bertahan lama dengan juteknya Arya yang melegenda itu.
Ratih melirik kembali. Menatap Arya yang kini fokus pada ponselnya kembali dan tersenyum. Untuk yang satu ini mendadak hatinya gamang.
"Anak mana?"
Mendengar satu pertanyaan muncul dari Ratih, Arya langsung menoleh. "Anak Kudus, cakep banget."
Oh, jadi bener. Ini cowok kayaknya sudah suka sama cewek lain. Dan itu jelas membuat eksistensi Ratih yang mencorong tajam mendadak redup dipangkas habis oleh kehadiran cewek maya itu.
"Yang kerja di toko apa?"
Arya langsung menoleh, menemukan raut wajah Ratih yang mendung membuat pria itu mendesah. Susah emang berteman sama cewek, pengennya temen kayak biasa tapi yang satu malah pakai rasa.
"Dia temen SMA ku, Rat. Harusnya kamu seneng dong aku punya pacar, itu artinya aku udah menjelaskan hubungan sama orang-orang yang nganggep kita pacaran."
Tapi, ia tak suka. Ratih cukup bahagia menjadi pasangan satu-satunya Arya, yang bisa deket, bisa bercanda tanpa batas dan telah dikenal oleh keluarga Arya.
"Terus kamu masih mau temenan sama aku nggak?"
Arya tertawa. "Ya masih temenan doong, cuma temen kenapa harus putus pas liat aku pacaran coba?" ucap Arya enteng.
Cuma temen. Iya, bagi Arya, Ratih itu cuma teman dalam kerjaannya, cuma teman sepermainan sejak kecil. Dan kata cuma teman itu benar-benar membentangkan jarak lebar bagi keduanya.
Seperti langkah Ratih dipaksa berhenti untuk tidak lagi mengejar Arya.
"Pasti cantik banget," komentar Ratih pelan. Ada nada sedih yang berusaha disembunyikan meski gagal, namun gadis itu tersenyum kecil.
Arya menatap lurus, pada kekosongan atau hanya untuk merasakan angin menampar wajah mereka.
"Dia ... cewek dari masa lalu. Kita belum pernah bersama karena sesuatu. Dan kamu tau, gimana bahagianya aku pas nemuin dia, Rat?" Arya hampir tidak sadar bahwa nada bicaranya bergetar. Terlalu bahagia atas segala sesuatu yang membuat hidupnya kembali berwarna.
Ada pendar sayang yang terlihat nyata saat ditatap, Ratih terdiam kala melihat pendar itu tak pernah muncul sekali pun saat bersamanya. Gadis baru itu terlalu istimewa sampai berhasil membuat Arya sedemikian rupa.
"Aku seneng banget. Bahkan nggak bisa buat ngelepas dia sedetik pun. Cuma kali ini aku harus berjuang keras buat mulihin kepercayaannya. Cowok harus berjuang keras buat ngeyakinin ceweknya, kan?"
Tenggorokan gadis itu terasa kering. Ada yang membuatnya perih saat menelan saliva. "Seistimewa itu ya cewek itu?"
Arya mengangguk mantap. Memang istimewa dan tiada tanding. Bahkan sampai tiga tahun berpisah, bayangan gadis itu masih menjalar di pelupuk mata Arya tanpa absen sehari pun.
"Istimewa banget. Aku udah nyari dia di semua tempat, bahkan kalo pun harus putus asa tidak bisa bertemu lagi dengannya, aku harap bisa nemuin satu cewek yang punya pribadi kayak dia, tapi sekarang aku sadar itu nggak ada."
Dan bayangkan bagaimana perasaan kalian bila melihat pernyataan terus terang orang yang kamu cinta ternyata terjebak masa lalu?
Ratih memalingkan mukanya, tugasnya sebagai 'teman' seperti yang Arya inginkan padanya, sudah pasti untuk mendegar keluh kesah dan memberi saran. "Kalo kamu udah nemu, lebih baik bertahan sama dia. Seenggaknya, mengulang masa lalu kalo itu bisa balik kayak dulu. Kalo boleh tau siapa namanya?"
"Mentari Lakshmi Soedjatmiko."
Ratih terdiam. Benar-benar membisu saat mendengar nama indah itu. Bagaimana bisa ia yang hanya seorang selir dalam cerita bisa menyaingi seorang dewi dalam hati Arya.
Itu sama beratnya saat ia mengetahui bahwa Arya masih terkungkung dalam masa lalunya. Alasan paling kuat yang akhirnya diketahui Ratih, mengapa selama ini Arya tak pernah mencintai seorang perempuan, mengajak berpacaran atau sekadar mengagumi cewek.
Karena pria itu masih terjebak dalam masa lalu indahnya. Dengan perasaan yang sama dan ia enggan beranjak sedikit pun dari sana.
Meski begitu, Ratih tak akan menyerah, itu hanya masa lalu. Masa yang seharusnya tak perlu diungkit, perasaan mereka pun tak semestinya masih sama layaknya dulu.
Tapi, pepatah yang mengatakan lebih baik melepas orang yang masih terkungkung dalam masa lalunya, membuat Ratih sadar. Langkahnya semakin berat.
***