05

2018 Kata
Happy Reading and Enjoy~ Elina membuka kedua matanya, cahaya samar langsung menyambutnya. Kepalanya pusing dan tubuhnya terasa lemah. Terakhir kali yang diingatnya Aslan mengenalkannya pada seluruh rakyat bahwa ia ratu yang baru. Ah, hari ini adalah pernikahannya.  Ia duduk untuk memahami situasi yang terjadi. Elina tidak memakai baju pengantinnya, apa ia pingsan? Ia menghela napas pelan, bagaimana bisa ia pingsan di hari pernikahannya. Tubuh putri Daviana memang lemah, mungkin itu sebabnya.  Sesudah kejadian ini pasti dirinya menjadi bahan pembicaraan di seluruh dunia, perwakilan-perwakilan kerajaan yang datang pasti menyebar beritanya. Aslan tidak mungkin mendatangi dan marah kepadanya, kan?  "Irene." Ia memanggil pelan, tapi pelayannya langsung datang. Tidak seperti saat dirinya berada di Damansus, tidak ada yang melayaninya. Elina tersenyum singkat. Jika ia berhasil membunuh Aslan, siapa yang bisa menjadi raja selanjutnya.  Ia tidak menyangkal bahwa kepemimpinan Aslan adil dan makmur, tapi lelaki itu yang telah membunuh ayah dan ibunya beserta adiknya. Meskipun hal itu untuk memperluas daerah kekuasaan. Mereka hanya rakyat biasa, bukan prajurit yang berperang dengan Alasjar. Seharusnya Aslan memerintahkan prajuritnya menyerang sesama prajurit saja, bukan rakyat susah seperti mereka.  Untuk makan sehari-hari saja mereka kesusahaan akibat prajurit itu yang terus merusak. Rakyat kecil selalu menjadi korban bagi kebrutalan para bangsawan. Elina ingin memberi pelajaran bagi Aslan, ia ingin lelaki itu melihat dari mata yang berbeda.  "Ada yang bisa saya bantu, Yang Mulia."  Elina berpaling, ia hampir melupakan keberadaan Irene karena terlalu sibuk dengan pikirannya. Wanita itu tidak memanggilnya dengan sebutan 'nona' seperti biasa. Elina tersenyum kecil, tidak menyangka bahwa kini ia menjadi istri dari orang yang telah membantai desanya dengan kejam.  "Bisakah kau menceritakan apa yang terjadi padaku? Aku tidak mengingatnya."  Irene tersenyum lembut. "Anda kelelahan, Yang Mulia. Raja Aslan membawa Anda untuk beristirahat di kamar."  Seperti yang diduganya, ia pingsan di hari pernikahan.  "Bagaimana dengan pestanya?"  "Raja Aslan memberi pengertian kepada para bangsawan dan utusan kerajaan lain agar mereka menikmati pestanya dengan sepuasnya. Raja Aslan sendiri tidak menikmati pestanya." Wajah Irene memerah dengan senyum malu-malu. "Agar ratu tidak malu raja juga turut pamit, tetapi bukannya beristirahat, raja malah berada di ruang kerjanya. Raja tidak ingin nama Anda buruk di mata rakyat dan tamu-tamu lain, Yang Mulia."  Bohong. Elina tidak mempercayainya, ia yakin pasti ada sesuatu. Tapi biar saja pelayannya berpikiran seperti itu.  "Jangan beritahu Yang Mulia jika aku sudah sadar. Aku tidak ingin mengganggu pekerjaannya."  "Baik, ratu."  "Sekarang bantu aku membersihkan diri."  Irene menurut, wanita itu membantunya berdiri. Kepalanya yang terasa berdenyut membuat Elina sedikit oleng ketika berdiri. Tapi ia bersikeras menolak diantar ketika mengetahui bahwa hari sudah malam. Bahkan tengah malam, Irene pasti kelelahan.  Di kamar mandi yang berada di kamarnya tidak tersedia air panas, dan Elina tidak mau menyuruh para pelayan yang mungkin sekarang sedang nyenyak tertidur. Ia akan mandi di kamar mandi yang berada beberapa langkah dari kamarnya.  Dan sekarang bolehkah ia menyesal karena menolak untuk ditemani, meskipun ini kerajaan Alasjar dan tidak mungkin ada yang menyakitinya, tapi tetap saja ia merasa takut saat berjalan sendirian di tengah malam. Lorong-lorongnya sendiri gelap.  Elina menghela napas pelan ketika melihat pintu kamar mandi, ketika ia berbelok ingin masuk, tubuhnya terdorong masuk dan seseorang membekap mulutnya. Elina membelalakkan matanya, aroma ini terasa asing.  Tangan yang membekap mulutnya begitu besar dan kuat, pasti ini lelaki, tapi yang pasti bukan Aslan. Lilin yang dibawanya terjatuh, hanya gelap yang tersisa dan deru napasnya beserta seseorang yang membekapnya ini.  Elina baru mengenali kekuatannya dengan melihat masa depan, ia juga tidak mungkin bisa mengalahkan lelaki ini dengan tenaga dalamnya di saat dirinya baru saja terbangun dan merasa pusing.  Tapi demi keselamatan dirinya, Elina menutup kedua matanya dan berkonsentrasi pada tujuannya. Ia mengepalkan tangannya, menahan tubuhnya untuk mengeluarkan tenaganya. cahaya bewarna emas keluar dari telapak tangannya. Sekarang!  Elina mengarahkannya pada seseorang yang membekapnya, tetapi dengan tangkas langsung ditangkis.  "Tenanglah, nona. Aku hanya ingin bersembunyi, jika kau tidak melawan aku akan melepaskanmu."  Suara lelaki ini terdengar ramah dan nyaman, tidak seperti Aslan yang terasa kasar dan tegang.  "Mungkin aku sedikit menyita waktumu untuk membersihkan diri, tapi aku berjanji tidak akan mengintip." Kalimat itu diucapkan dengan nada geli.  Tanpa sadar Elina mendengus, ia tersenyum kecil sebelum menggigit tangan orang yang sedang membekapnya.  "Hei! Akh ..."  Lelaki itu langsung menarik tangannya, Elina berbalik dengan cepat untuk melihat siapa yang berani membekapnya. Lelaki itu berambut merah dengan bola mata bewarna hijau, cukup tampan. Baik, ia sudah mengingatnya. Prajurit ini pasti menyesal telah membekapnya. Lihat saja nanti, Elina akan menghukumnya. Ia ratu Alasjar sekarang.  Ia sedikit membungkuk untuk mengangkat gaunnya yang terlalu panjang, tanpa membawa lilin yang sebelumnya terjatuh, Elina langsung berlari. Belum sampai lima langkah tubuhnya tertangkap kembali dengan kekuatan tak kasat mata. Prajurit itu memiliki kekuatan, dia pasti bukan prajurit biasa. Terlebih, tampaknya prajurit ini sangat kuat. Apa dia salah satu tangan kanan Aslan?  Elina tersentak ketika satu pikiran masuk, mungkin saja prajurit ini diutus oleh Aslan untuk membunuhnya. Tapi tidak mungkin secepat itu, bahkan Aslan belum tahu bahwa saat ini bukan Daviana yang menempati tubuhnya, melainkan jiwa lain. Tapi mungkin saja lelaki ini musuh Aslan, bukankah lelaki itu belum tau dirinya sadar?  "Aku tidak akan menyakitimu, nona. Diamlah."  Kali ini Elina menurut, ia tidak memberontak. Samar-samar dari kejauhan ia bisa mendengar seseorang berteriak.  "Sebastian! Keluar sekarang atau kubunuh kau sekarang juga."  Lelaki yang membekapnya terkekeh. Tanpa sadar Elina menghela napas, ternyata lelaki ini hanya tamu biasa yang sedang bermain. Tamu undangan dari kerajaan lain diberikan tempat untuk menginap.  "Aku tidak akan berteriak ataupun berbuat sesuatu yang membuatmu ketahuan, tapi kumohon lepaskan tanganmu dariku. Kau menunda waktu mandiku."  Lelaki itu langsung melepaskan tangannya, dan terkekeh meminta maaf.  "Sebastian, aku tau kau ada di sana!"  Terdengar teriakkan dari ujung lorong. Padahal ini sudah tengah malam, teriakkan itu bisa membangunkan orang yang tertidur.  "Nona, aku harus pergi lagi. Maaf sudah menakutimu."  Lelaki itu langsung melesat secepat mungkin, cahaya bewarna hijau mengiringi kepergiannya. Sebastian, itu nama lelaki itu yang tadi ia dengar. Mungkin besok ia akan menyelidiki, karena tampaknya lelaki itu cukup kuat. Elina bisa merasakannya. Jika Sebastian tamu yang diundang ke pernikahannya dan membenci Aslan, mungkin Elina bisa mengajaknya bergabung.  Karena ia sadar, utusan-utusan kerajaan dan para bangsawan dari kerajaan lain yang datang tidak menyukai Aslan. Sebagian dari mereka pasti ingin menghancurkan lelaki itu.  ***  Aslan memijat tengkuknya pelan, ia terlalu menyibukkan diri untuk mencari tahu apa yang terjadi pada Daviana. Dirinya percaya bahwa Daviana sudah mati dan tubuhnya ditempati jiwa lain. Akan tetapi jika Daviana memang keturunan dewi tentunya kekuatan yang ada padanya turut terkubur. Kecuali jika yang saat ini menempati tubuh Daviana sebenarnya adalah keturunan dewi, jadi darah yang diminumnya memiliki efek yang sangat manjur bagi tubuhnya sendiri.  Pengobatan pada jantungnya ada dua, yang pertama dengan mata keturunan dewi, dan yang kedua dengan darah suci seorang gadis. Ia sudah mencoba mata keturunan dewi pada seorang b***k, tetapi tidak memiliki efek apapun.  Ternyata mata itu dapat berfungsi jika dipasangkan pada pemiliknya, dan jika pemiliknya berada dekat dengannya. Juga pemiliknya harus meningkatkan kekuatan dewinya. Jika b***k rendahan itu tidak memilih mati, mungkin saat ini pernikahan ini tidak akan terjadi.  Karena Aslan tinggal membuat b***k itu hidup di sisinya dan menyuruh b***k itu untuk meningkatkan kekuatannya. Manusia keturunan dewi cukup banyak, mungkin sepuluh orang yang pernah ditemuinya. Sayangnya tidak satupun dari mereka yang bereaksi. Anehnya darah Daviana membuatnya tubuhnya terasa ringan, Aslan juga merasakan kekuatannya bertambah. Ia jadi ingin meminumnya lagi.  Sebaiknya saat ini ia melihat keadaan Daviana terlebih dahulu. Ketika dirinya bangkit, suara gaduh terdengar dari arah lorong. Aslan menghela napas kasar, teman-teman masa kecilnya yang menyebalkan.  Sebenarnya ia tidak mau mengundangnya, tapi diundang ataupun enggak mereka pasti datang. Sebastian dan Garham.  Tepat saat pintu ruang kerjanya terbuka, Sebastian berteriak dengan suara kencang. Lelaki itu berlari ke arahnya. "Aslan, Garham menyakitiku!"  Diantara mereka bertiga, Sebastian yang tidak punya kekuatan. Sifatnya kekanakan dan bodoh. Aslan hanya tidak tahu bahwa Sebastian menyembunyikan kekuatannya selama ini.  "Kalian membangunkan para tamu." Aslan menggeram.  Sebastian langsung nyengir tanpa merasa bersalah. "Aku hanya berlari, semua ini ide Garham." Tidak seperti Sebastian yang total tidak bisa apapun, Garham sedikit lebih unggul. Lelaki itu bisa berperang dan menggunakan pedang meski tidak memiliki kekuatan.  "Jangan mencari muka depan Aslan, kau yang lebih dulu mengajakku bermain." Kali ini Garham membela diri.  Aslan hanya diam dengan wajah kaku, ini pemandangan yang sudah biasa dilihatnya.  "Kalian harus pergi besok." Ia memberi ultimatum.  "Kau mengusirku?" tanya Sebastian dengan nada yang menjengkelkan. Telunjuk Sebastian mengarah pada Garham. "Usir saja dia, karena aku akan berada di sini selama tiga bulan."  Aslan langsung menyorot sinis, menolak mentah-mentah ucapan Sebastian.  "Aku diusir dan aku tidak bisa kembali sebelum bisa menggunakan pedang. Kau mau mengajariku, kan?"  Aslan mendengus. "Baiklah, aku akan menyuruh Borz untuk menunjuk prajurit terbaik kami agar mengajarimu."  Mau tidak mau Aslan mengizinkan, ia yakin Sebastian tidak tidak akan bisa menggunakan pedang meski sudah belajar sedemikian rupa. Tetapi diam-diam sudut hatinya merasa sesuatu yang ganjal mengenai Sebastian.  Meskipun Garham tidak seterbuka Sebastian, lelaki itu mudah ditebak. Berbeda halnya dengan Sebastian, Aslan merasa bahwa ada sesuatu di dalam diri Sebastian. Lelaki itu pasti menyiapkan hal yang besar, tapi tidak tahu apa itu. Mungkin ia bisa menyelidikinya nanti, lagipula ini bukan saat yang tepat. Ia harus fokus pada penyembuhannya dan penyelidikannya tentang Daviana.  "Aku pergi dulu."  Berbicara tentang Daviana membuatnya ingin mengunjungi wanita itu. Aslan langsung melesat ke kamar Daviana, mungkin mulai besok ia akan memindahkan wanita itu ke kamarnya.  Kamar itu kosong, entah pergi kemana wanita itu. Aslan menunggunya di balkon, lilin di kamar itu ia padamkan semua. Cukup lama ia menunggu sampai akhirnya kamar itu terbuka. Aslan menoleh, menatap Daviana yang melangkah masuk.  Aslan mendesis, iblis di dalam dirinya merambat. Ia menginginkan darah Daviana lagi. Tanpa aba-aba, Aslan melesat maju. Mengukung tubuh Daviana secara tiba-tiba, wanita itu menjerit.  "A-apa yang kau lakukan? Ti-tidak!"  Daviana ingin menghindar, tapi Aslan terlanjur merobek lehernya dengan taring. Menghisap darahnya dengan rakus.  "Ini sudah kewajibanmu sebagai istri. Tenang saja, darahmu tidak akan habis. Aku akan merawatmu dengan baik dan kau makanlah yang lahap. Seminggu sekali aku akan mendatangimu dan menghisap darahmu," ucapnya sebelum kembali menancapkan taringnya.  Kekuatan Elina melihat masa depan, tapi jika Aslan sudah meminum darahnya ia akan melupakan kejadian yang pernah dilihatnya di masa depan. Itulah yang membuatnya melupakan semua kejadian sebelum Aslan menghisap darahnya.  Sementara Aslan sendiri bisa mengetahui sedikit demi sedikit apa yang tersembunyi dalam tubuh Daviana setelah meminum darahnya. Mungkin Elina sedikit dirugikan, tetapi tidak sepenuhnya.  Karena ketika Aslan meminum darahnya, ia lebih mudah mengembangkan kekuatannya. Meski potongan kejadian yang pernah dilihatnya dilupakannya ketika Aslan kembali menggigitnya, tapi hal itu bisa diatasi. Ia akan menulis kejadian-kejadian yang pernah dilihatnya dan membacanya setelah kondisinya membaik.  Seperti yang sebelumnya, kesadaran Elina menipis. Aslan langsung mencabut taringnya dan menahan tubuh Elina agar tidak jatuh. Lelaki itu membawa tubuhnya ke atas ranjang lalu mengusap lehernya yang terkoyak.  Dalam sekejap luka yang berada di leher Elina menghilang. Kali ini ia tidak pingsan, tetapi penglihatannya memburam.  "Mulai besok kau akan tidur di kamarku, aku tidak akan menggigit darahmu setiap hari. Hanya seminggu sekali. Kau bisa tenang."  Elina menggeleng lemah, ia memejamkan matanya karena merasa lelah.  "Me-mengapa kau menginginkan darahku?"  Sudah dikatakan bukan, Elina lupa potongan kejadian yang dilihatnya di masa depan. Aslan mengerutkan dahinya. Padahal wanita itu yang memancing amarahnya ketika pernikahan mereka. Tampaknya Elina hanya mengetahui bahwa ia meminum darahnya, wanita itu tidak mengetahui penyakitnya.  "Iblis di tubuhku yang menginginkannya, aku hanya menuruti." Aslan tersenyum sinis. "Anehnya, iblis itu hanya mau darahmu."  "Jadi, makan yang banyak dan beristirahat yang cukup. Aku akan datang lagi minggu depan."  Setelah mengatakan itu, Aslan bangkit dan melangkah pergi. Meninggalkan Elina yang langsung memejamkan matanya dan terseret dalam alam mimpi. Kali ini ia tidak pingsan. Satu minggu lagi ia akan mencari cara untuk menghindari Aslan.  Ia tidak boleh memberikan darahnya untuk orang yang telah membunuh keluargnya. Elina tersenyum samar ketika memikirkan ia menusuk Aslan dengan belati ketika lelaki itu ingin menggigitnya. Mungkin minggu depan.  Sementara di ambang pintu, Aslan terdiam. Telapak tangannya walaupun sebentar mengeluarkan cahaya bewarna emas. Salah satu ciri keturunan dewi, ia tersenyum sinis. Dewi dan iblis menyatu dalam tubuhnya. Untuk saat ini masih belum ditemukan dampaknya, tidak tahu bagaimana kedepannya. Ia melirik ke ruangan Daviana, tampanya yang saat ini berada di tubuh Daviana keturunan Dewi. Ia benar-benar beruntung.  Bersambung ....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN