06

1659 Kata
Happy reading and Enjoy~ Saat paginya Elina terbangun, pandangannya mengabur. Suhu tubuhnya sedikit panas, mungkin ia demam. Rasa sakit taring Aslan di lehernya masih terasa. Sebenarnya dirinya ingin beristirahat, tapi mengingat banyaknya pekerjaan yang harus dilakukan, Elina menunda untuk bermalas-malasan. ia harus mencari nama desa itu, juga ia ingin memberi Aslan darah hewan.  Aslan mengatakan bahwa lelaki itu akan mengunjunginya seminggu sekali untuk meminum darahnya, sebelum lelaki itu mengoyak lehernya lebih baik ia yang menyajikannya darahnya sendiri.  Elina memberikan Aslan gelas yang berisi darah hewan, kemudian ia akan membalut dan melukai pergelangan tanganya sendiri. Agar lebih meyakinkan lelaki itu bahwa ia menampung darahnya. Sebelum itu terjadi, ia harus membunuh hewan itu dengan tangannya sendiri. "Selamat pagi, Yang Mulia. Apakah Anda membutuhkan sesuatu?" Elina berpaling, Irene berdiri menunggu perintah. Senyum samar mengembang tipis di bibirnya, jika dulu ia tidak memilih bunuh diri dan jadi b***k penghaus dahaga Aslan sepenuhnya, apakah ia akan bekerja seperti Irene dan melayani putri Daviana yang sesungguhnya? Seharusnya ini bukan kehidupannya, tapi mari kesampingkan itu semua. Dewa yang memberinya kehidupan kedua, ia harus memanfaatkannya. Walau tidak berhasil membunuh Aslan, setidaknya ia mampu menusukkan belati ke d**a lelaki itu. Ia ingin Aslan merasakan sakit setidaknya sedikit.  "Aku ingin mandi air hangat di kamarku sendiri," ucapnya pada Irene.  Tanpa perlu diperintah dua kali, gadis muda itu langsung memanggil teman-temannya agar membantu menyediakan air hangat.  Mungkin setelah makan nanti tenaganya bisa pulih. Elina menatap telapak tangannya, apa karena di dalam tubuh Aslan ada iblis, maka dari itu ia merasa demam sekarang? Dewa dan iblis tidak bisa bersatu. Ia memiliki darah dewi sementara Aslan memakai kekuatan iblis. Lelaki itu meminum darahnya, lantas apa yang akan terjadi nanti? Memakai kekuatan iblis saja tidak semua orang bisa mengatasinya.  Elina menggelengkan kepalanya, mengapa ia memikirkan lelaki itu. Yang harus dipikirkan adalah dirinya sendiri.  "Airnya sudah siap, Yang Mulia." Elina langsung berdiri dan merentangkan tangannya, beberapa pelayan yang lain langsung menghampiri untuk membuka helai-helai baju tidurnya.  "Kau tau apa yang harus kulakukan setelah mandi kan, Irene?" Irene membungkuk hormat. "Baik, Yang Mulia." Elina memusatkan pandangannya pada pelayan pribadinya sedikit lebih lama, sebelum memasuki kamar mandi. Irene masih sangat muda, pasti gadis itu punya mimpi. Selain itu, paras Irene juga cantik, andai wanita itu menjalin hubungan dengan salah satu prajurit ataupun petinggi Alasjar, akankah dirinya menikah? Pelayan istana dengan pekerjaan yang lain boleh menikah, tapi tidak dengan pelayan yang melayani raja dan ratu. Mereka ditunjuk untuk setia dan mengesampingkan urusan asmara.  Elin tidak mengerti mengapa Irene memilih mengambil jalan ini, apakah gadis itu juga sama sepertinya? Gadis yang berasal dari negara yang dijajah. Mungkin nanti ia akan menanyakannya. Ah, mengapa ia memikirkan sesuatu yang seharusnya tidak dipikirkannya. Untuk saat ini fokus saja pada usahanya, bukan malah memikirkan hal-hal yang tidak penting.  Elina mendesah senang ketika tubuhnya berendam seluruhnya di air hangat yang beraroma mawar ini. Tadi malam ia mandi dengan was-was, mungkin karena tamu yang kurang ajar terhadapnya itu.  Ia baru ingat akan tamu itu. Tunggu, tamu dari negara manakah dia? Orang-orang yang memiliki kekuatan seharusnya sudah direkrut atau dimusnahkan oleh Aslan. Karena di dunia ini hanya lelaki itu yang boleh memiliki kekuatan dan menjadi yang terkuat. Elina bisa melihat bahwa tamu yang menyergapnya tadi malam berasal dari negara yang berbeda.  Seharusnya tamu itu termasuk jejeran tamu terhormat karena menginap di istana, tapi yang tidak habis pikir mengapa tamu itu tidak bekerja untuk Aslan? Aslan tidak mungkin melepaskan orang yang mempunyai kekuatan begitu saja, bukan? Atau jangan-jangan ... Aslan tidak tahu bahwa ternyata ada seseorang yang sebenarnya memiliki kekuatan hampir sama besarnya dengan dirinya? Dan bisa saja tamu yang kemarin membekapnya membenci Aslan?  Elina menggeleng-gelengkan kepalanya. Astaga, lagi-lagi pikirannya dipengaruhi hal-hal yang tidak penting. Ia segera menyudari acara berendamnya. Elina tidak punya waktu, sehabis ini ia harus pergi ke perpustakaan untuk mencari tahu buku tentang desa dewi itu. Kalaupun satu dari sekian pikirannya ada yang benar, ia akan mengajak tamu itu bergabung dengannya untuk melawan Aslan.  Saat Elina melangkah keluar, sarapan dengan berbagai macam makanan sudah tersaji di hadapannya. Setelah mandi tubuhnya membaik, mungkin setelah ia mengisi nutrisi demamnya akan sembuh total.  Tidak butuh waktu lama untuk menghabiskan beberapa makanannya. Ia kelaparan dan juga tidak sabar ingin melihat reaksi yang ditimbulkan Aslan pada kekuatan dewinya. Apa yang pernah dilihatnya di masa depan terhapus, tepatnya--yang dilihatnya sebelum Aslan meminumnya.  Jika saat ini ia melihat masa depan lagi, ia bisa mengingatnya untuk jangka yang panjang, tapi semua akan terhapus jika Aslan meminum darahnya di hari yang sama ketika ia baru saja memakai kekuatannya.  Elina tidak sabar ingin memakai kekuatannya yang lain, tentunya kemampuannya sedikit meningkat, bukan? "Irene, ikut aku." Setelah mempoles riasan di wajahanya dengan gaya sederhana, Elina berjalan dengan langkah lebar ke perpustakaan. Aslan sudah mengatakan padanya bahwa ia tidak lebih sebagai pemuas dahaga lelaki itu, meski statusnya ratu, Elina tidak dipercayakan mengurus istana sebagaimana peran ratu yang sesungguhnya.  Seperti biasa, perputakaan itu kosong. Ia langsung melesat ke rak-rak yang belum dikunjunginya kemarin. Dengan cepat memindai isi buku-buku yang berada di sana. "Berdirilah di sini, Irene. Aku butuh konsentrasi yang banyak untuk membaca. Aku akan memanggilmu ketika membutuhkan sesuatu." Irene menurut, gadis itu berdiri diam di tempatnya. Aslan tidak sekeji ayahnya, lelaki itu tidak mengirim mata-mata melalui pelayan pribadinya. Elina bebas melakukan apa saja. Ia berjalan cepat ke pojok perpustakaan. Menutup mata untuk berkonsentrasi mengembangkan kekuatannya. Perlahan tenaga dalamnya, menjalar hingga ke wajahnya. Bola matanya bersinar, tubuhnya mengigil dengan sensasi yang terasa aneh.  Elina menahan agar cahaya yang berasal dari tubuhnya tidak terlalu terang, agar Irene tidak menyadari bahwa ia memiliki kekuatan.  Ia harus memperbaiki pertahanan tubuhnya terlebih dahulu, tapi belum sempurna tenaga dalamnya menyebar, suara deheman membuatnya berhenti.  Elina langsung membuka matanya lebar-lebar, menatap tajam ke arah tamu yang tadi malam mengganggunya. Ya! Tamu itu lagi. Mengapa bisa berada di dalam perpustakaan.  Perpustakaan ini terletak lumayan jauh dari kamar tamu, juga tidak ada yang tahu jika letaknya tepat di ujung lorong. Lagipula, ini perpustakaan kerajaan, yang hanya bisa dimasuki oleh anggota kerajaan dan para petinggi di kerajaan Alasjar. Kepala pelayan bahkan tangan kanan raja saja tidak boleh sembarangan memasukinya, apabila tidak mendapat izin.  Yang membuat Elina merasa sangat marah, lelaki itu bahkan tidak menunjukkan rasa bersalah karena mengganggunya. Apa lelaki itu tidak tahu bahwa ia ratu kerajaan ini. Oke, anggap saja seperti itu, tapi tentunya lelaki itu tahu bahwa ini adalah perpustakaan kerajaan. Oke, mungkin saja tamu tidak sopan di hadapannya ini tidak tahu bahwa ini perpustakaan kerajaan. Yang menjadi pertanyaan kenapa bisa masuk? Jawabannya tentu saja dengan kekuatan, lelaki itu kan memiliki kekuatan.  Baiklah, tampaknya ia tahu semuanya. Jadi sekarang bagaimana? Mengaku pada lelaki itu bahwa ia ratu dan lelaki itu seharusnya merasa takut? Elina menghela napas panjang, sebeum ia bersuara tamu tidak sopan ini yang lebih dulu angkat suara.  "Pertemuan kedua yang tidak terduga. Mungkin kita memang ditakdirkan bersama."  Lelaki itu membungkuk dengan hormat sembari tersenyum lebar.  "Apakah aku cukup lancang jika mengira Anda mencari tahu siapa pria yang membekap Anda tadi malam, nona? Jika tidak begitu, bagaimana bisa Anda berada di sini sementara sudah sejak tadi saya beristirahat di sini."  Berani sekali lelaki ini mengira Elina membuntutinya! Elina menghela napas untuk membuang kekesalannya.  "Aku memang merasa marah dan berniat ingin mencari tahu siapa yang dengan kurang ajar telah membekapmu, tapi maaf mengecewakanmu. Kau bukan menjadi prioritas dan tujuan utamaku."  Elina menlihat penampilan lelaki di hadapannya dengan tatapan tajam, seolah-olah menghina. "Tapi karena kau sendiri yang menampakkan wujud dan berada di hadapanku, aku jadi berpikir hukuman apa yang cocok untukmu. Apalagi, kau memiliki kekuatan, tentu saja aku tidak bisa mengimbangimu." Wajah lelaki itu tampak tegang, bahkan tubuhnya mendadak kaku. Elina tersenyum sinis. Dari reaksi yang dilihatnya, sepertinya lelaki itu tidak sadar memakai kekuatannya tadi malam, atau bisa saja lelaki itu tidak menyangka Elina akan mengingatnya.  "Dari yang kudengar, Aslan merekrut siapa saja yang mempunyai kekuatan untuk menjadi hamba sahayanya. Mengapa kau malah menjadi tamu? Kalau begitu, lebih baik aku beritahu pada Aslan." Elina berbalik dengan angkuh, berjalan cepat ke arah pintu. Belum sampai ia pada pintu keluar, tubuhnya ditarik. Satu lengan kekar mencekik lehernya dari belakang. "Apa kau tidak tahu bahwa sikapmu kepada ratu Alasjar benar-benar kurang ajar? Bahkan kau bisa dihukum mati." Lengan yang mencekik lehernya langsung terlepas, lelaki itu melompat ke hadapannya dan langsung menunduk. "Maafkan hamba yang lancang ini, Yang Mulia. Maaf karena tidak mengenali Anda sebagai ratu. Jika Anda ingin mengadukan saya pada Aslan, maka adukanlah. Saya tidak akan membela diri atau mencari kebenaran atas perbuatan saya. Tapi ada satu hal yang membuat saya bertanya-tanya, mengapa ratu Alasjar memiliki kekuatan juga. Terlebih itu kekuatan dewi." Sialan! Ternyata lelaki ini melihatnya tadi.  "Suamiku adalah orang terkuat, tentu saja dia juga mencari istri yang kuat." Ia berhenti untuk memberikan senyuman sinis.  "Benarkah seperti itu? Setahu saya putri Daviana bukan keturunan dewi, dia adalah gadis suci yang belum ternodai karena sealu dikurung untuk bisa disandingkan dengan raja Aslan." Tepat. Lalu sekarang apa? Lelaki in cukup bijak dalam menjatuhkannya.  "Saya tidak bisa menyangka bahwa gadis yang dikurung hingga besar itu memiliki nyali sekuat panglima perang."  Lelaki itu menghinanya tentu saja.  "Apa kau di sini ingin mengancamku?" Lelaki itu tersenyum lebar. "Tepat sekali, Anda sungguh bijak, Yang Mulia."  "Aku putri Daviana, tidak ada orang yang tahu bahwa aku di didik secara keras, bukan? Sungguh komentar yang menjijikkan." "Saya akan mempercayai ucapan Anda jika Anda bisa menjelaskan mengapa Anda mencari buku tentang desa yang bisa mengasah orang-orang yang memiliki kekuatan dewi." Elina membelalakkan matanya. Bagaimana lelaki itu bisa tahu. Seolah paham dengan arti tatapan Elina lelaki itu terkekeh sinis.  "Tidak penting darimana saya mengetahui semuanya, tapi saya rasa kita punya tujuan yang sama. Yaitu, membunuh Aslan." Elina menghembuskan napasnya, lelaki di hadapannya tampak kuat, dan syukurlah ternyata dia juga tidak menyukai Aslan. "Saya akan membantu Anda balas dendam pada Aslan, saya juga akan membantu Anda mencari desa yang akan meningkatkan kekuatanmu itu." Separuh dari dirinya berbunga, tapi bukan berarti ia percaya sepenuhnya, bisa saja lelaki ini utusan Aslan. Ia akan menyelidiknya nanti, untuk sekarang mengetahui nama lelaki itulah yang terpenting. "Siapa namamu?" "Sebastian." Bersambung ....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN