04

2012 Kata
Happy Reading and Enjoy Pernikahan antara putri Damansus dan Raja Alasjar terdengar hingga penjuru dunia. Setelah memerintah Alasjar selama 20 tahun, raja yang membuat kerajaan Alasjar semakin berkembang itu tidak pernah menunjukkan minat pada wanita manapun. Bahkan desas desus yang terdengar Aslan tidak akan menikah dan menunjuk salah satu orang kepercayaannya yang akan menggantikannya menjadi raja jika dirinya mati suatu saat nanti. Karena memiliki keturunan dan tidak sama saja, seperti kerajaan-kerajaan lain yang hancur. Pepatah pernah mengatakan bahwa buah yang jatuh tidak jauh dari pohonnya, tetapi tentunya buah yang jatuh akan hancur. Tidak sekokoh buah yang masih berada di pohon. Anak-anak raja belum tentu sekuat raja, Aslan tidak mau kerajaan yang dengan susah payah diperluasnya menjadi hancur ketika anaknya yang tidak berguna dan tidak sehebat dirinya lahir. Raja Alasjar itu bahkan tidak mau mencari selir, tidak seperti raja-raja yang lain. Aslan tidak ingin urusan wanita memengaruhi urusan istananya. Hal itu membuat beberapa raja dari berbagai kerajaan mengundurkan diri untuk mencalonkan putri-putri mereka. Bahkan para ratu juga memilih mundur. Tapi siapa sangka sekarang rumor itu dipatahkan dengan kabar yang mengatakan bahwa raja Alasjar akan menikah dengan putri Damansus. Semua bertanya-tanya sehebat apa wanita yang berhasil menarik perhatian Aslan. Mereka hanya tidak tahu bahwa pernikahan ini juga sumber keuntungan bagi Aslan seorang. Setelah tinggal di Alasjar selama dua bulan menjelang pernikahannya, Elina diperlakukan dengan baik. Ia diberi tempat tinggal yang mewah dan boleh berkeliling seluruh istana jika dirinya mau. Para pelayan juga menghormatinya, benar-benar berbeda dari Damansus. Semua pelayan yang ditempatkan di sisinya menjadi mata-mata. Tidak ada yang tulus. Ia sering menghabiskan waktu di perpustakaan, Elina ingin mencari buku tentang keberadaan desa yang mengembangkan kekuatan dewi. Tapi tampaknya perpustakaan yang didatanginya adalah perpustakaan umum. Pasti informasi itu berada di perpustakaan yang lain. Menurut pelayan, ada satu perpustakaan yang berada di ruangan Aslan. Perpustakaan yang berisi buku-buku dengan informasi penting. Elina ingin mengunjunginya, tetapi tidak semudah itu. Bahkan Borz tangan kanannya saja belum pernah memasuki perpustakaan itu. Andai saja ia bisa melakukan telepati. "Ternyata Anda disini, putri." Elina langsung menoleh, dan mendapati Irena-pelayan barunya di Alasjar menghampirinya sembari membungkukkan badan. "Pernikahan sebentar lagi, kami berkeliling mencari Anda." "Ada apa mencariku?" Irene terdiam dengan wajah kaku. Pasalnya yang akan menikah hari ini itu dirinya, bagaimana bisa ia bertanya dengan nada sesantai itu. Tentu saja sebagai calon ratu Alasjar ia harus mandi dan berdandan semegah mungkin. "Maaf jika saya lancang, Anda tidak berniat menikah dengan penampilan yang biasa saja kan, putri?" Elina tersenyum geli. "Tentu saja tidak, aku hanya menggodamu. Terlalu asyik membaca hingga membuatku lupa bahwa sudah waktunya bersiap-siap untuk pernikahanku." Meskipun pelayan di kerajaan Alasjar benar-benar menjadi bawahannya dan bukan mata-mata seperti di Damansus, ia hanya berjaga-jaga. Tidak mungkin Aslan membiarkannya begitu saja, mungkin para pelayan ini yang pandai menyembunyikan ekspresi mereka. "Mari ikuti saya, putri." Hari ini akan jadi hari yang berat. Tentunya pakaian pernikahan pada calon ratu berat, dan ia harus tersenyum selama sesi pernikahan. Menyambut khalayak ramai dan para rakyat yang menatapnya dengan sorot bertanya. Seluruh tubuh Elina mendingin. Ia tidak pernah berdiri di hadapan banyak orang dengan status yang tinggi. Selama ini ia biasa berbaur dengan kalangan rendahan seperti dirinya. Menghela napas perlahan. Ia berdoa dalam hati agar hari ini bisa melewatinya dengan baik. *** Seperti yang sudah dipikirkan, hari ini adalah hari yang berat. Matahari bahkan belum sampai ke pucuk kepala, tetapi ia sudah merasa lelah berdiri dan tersenyum dengan membawa pakaiannya yang terasa berat. Selama acara pernikahan berlangsung, Aslan berdiri di sampingnya dengan wajah kaku. Lelaki itu tidak mau repot-repot tersenyum di hari yang-banyak dari mereka berpikir adalah hari bahagia bagi raja Aslan. Lelaki itu bahkan tidak menoleh ke arahnya sedikitpun, berbicara ketika mengenalkan dirinya pada rakyat. Selebihnya ia dianggap angin lalu. Tidak terhitung berapa kali Elina menghela napas, mencuri pandang ke arah Aslan. Ia ingin bertanya apakah dirinya sudah bisa duduk barang sejenak. Kakinya mati rasa, apa sebaiknya ia menggunakan kekuatannya saja? Keturunan dewi pastinya memiliki tenaga dalam. Elina memejamkan matanya dan memfokuskan pikirannya. Sama halnya ketika ia berada di tandu. "Aku akan membantumu balas dendam pada Aslan, aku juga akan membantumu mencari desa yang akan meningkatkan kekuatanmu itu." "Siapa namamu?" "Sebastian." Elina tersentak, dahinya berkeringat dan napasnya memburu. Ia ingin mencoba memakai tenaga dalam, tetapi malah kekuatannya yang bisa melihat masa depan terpampang di hadapannya. Sebastian? Ia mengerutkan dahi, siapa lelaki itu. Membantu balas dendam pada Aslan? Elina tidak menyadari pandangan mata Aslan tertuju padanya, menatapnya dalam seolah menyelidiki. "Kau selalu dikurung dan sekarang berdiri dengan cahaya matahari dalam waktu yang lama, tidak bisakah kau menahannya? Masalah kecil seperti ini saja kau tidak bisa mengatasinya, aku tidak ingin para rakyat bertanya mengapa orang sepertimu bisa jadi ratu Alasjar." Elina tersenyum sinis. Ini kali kedua Aslan mengeluarkan suaranya selama hampir berjam-jam mereka berdiri secara berdampingan. "Saya juga heran mengapa Anda raja agung bisa memilih saya sebagai istri. Anda juga tidak mencintai saya, dan saya rasa Anda bisa menolak permintaan ayah saya. Jika karena urusan politik tentu saja banyak putri-putri yang lain. Apakah ..." Elina terdiam, sengaja ingin memancing amarah Aslan. "Apakah Anda menggunakan saya untuk maksud yang lain? Seperti rumor yang beredar, Anda butuh darah saya untuk bertahan hidup." Setelah kalimatnya meluncur dengan mudah, Aslan langsung menoleh ke arahnya dengan tatapan tajam. Bola matanya yang bewarna perak berubah menjadi merah, tanda bahwa lelaki itu berusaha menahan amarahnya. Tetapi bukan Aslan namanya jika tidak membalas. Benang merah tak kasat mata mengikat tubuh Elina hingga ia tidak bisa bergerak. Ia langsung menoleh pada Aslan yang kini tersenyum sinis. "Kau baru saja resmi menjadi istriku bahkan belum sampai satu hari, ternyata mulutmu berbisa. Tidak seperti rumor yang beredar bahwa kau pendiam dan penurut, heh, kau hanya ular yang bersembunyi." Elina tersenyum sinis. "Bunuh saja aku di depan rakyatmu pada hari pernikahan kita, Yang Mulia. Itu lebih baik dari pada saya harus memberikan darah saya untuk manusia. Karena biasanya yang menyukai darah itu binatang menjijikkan. Akh-" Tanpa bisa menahannya Elina berteriak kesakitan ketika benang-benang merah tak kasat mata itu mencekik lehernya. Para tamu yang berada di sana langsung menoleh ke arahnya dengan tatapan tanya. Aslan tersenyum tipis menanggapi. "Istriku harus istirahat, aku akan membawanya ke kamar. Kalian bisa melanjutkan makanan kalian tanpa kami." Tidak perlu mendapat persetujuan karena dirinya adalah raja, Aslan langsung menggendong tubuh Elina. Mengabaikan tatapan kagum para tamu yang hadir, mereka berpikir bahwa Aslan raja yang romantis. Mereka hanya tidak tahu sebab Aslan menggendong Elina, di tubuh Elina banyak benang-benang tak kasat mata yang mengikat seluruh tubuh wanita itu. Jangankan untuk berjalan, bergerak saja tidak bisa. Itulah yang membuat Aslan menggendong Elina. Padahal bisa saja Aslan melepaskan benang-benang yang berada di tubuh Elina. Aslan membawa Elina ke kamarnya, tanpa perasaan membanting kasar tubuh Elina ke atas ranjang. Laki-laki itu menimpa tubuhnya, kedua tangan Aslan mencekik lehernya. "Katakan dari mana kau tahu soal itu?" Kedua mata Aslan berubah menjadi hitam gelap. "Tidak ada yang tahu aku menikahimu dengan maksud ingin meminum darahmu, dari mana kau mengetahuinya?" Aslan menyipitkan matanya, lelaki itu semakin menguatkan cekikannya. Napas Elina memburu, bahkan bibirnya sudah membiru. Wanita itu masih kukuh menutup mulut, sudut bibirnya sendiri miring seolah-olah ingin menertawakan ketidaktahuan Aslan. "Benar, aku harus meminum darah dari gadis suci yang belum ternoda dan memiliki pikiran yang polos. Itulah sebabnya ayahmu mengurungnya, karena aku yang menginginkannya. Tetapi tampaknya darahmu tidak berlaku lagi untukku. Kau bukan sesuci itu, pikiranmu kotor meski sudah terkurung selama bertahun-tahun. Maka tidak ada alasan lain mengapa aku menikahimu." Kedua tangan Elina terkulai lemas di sisi tubuhnya, pandangannya menggelap. Apakah ia mati untuk kedua kalinya di tangan lelaki ini? Baru saja ia berpikir begitu, cekikan di lehernya terlepas. "Aku bisa saja membunuhmu di hari pernikahan kita, aku dikenal sebagai raja yang tidak memiliki hati. Aku juga akan menutup mata terhadap semua omongan rakyat, tetapi tampaknya sia-sia jika kau mati tanpa mencicipi taringku terlebih dahulu." Aslan tersenyum menyeramkan, lelaki itu mendekat dan mengendus lehernya, sebelum sesuatu yang tajam dan runcing menusuk kulitnya yang halus. Elina berteriak sekuat mungkin, tenaganya yang habis karena Aslan yang tadi mencekiknya membuatnya tak bisa melawan. Rasa sakit yang sangat mengalir dari taring Aslan ke seluruh pembuluh darahnya, membuat semua tubuhnya mengejang. Lelaki ini tidak punya hati. Perlahan seluruh pandangannya gelap, dan Elina memejamkan matanya. Tapi sebelum kesadarannya benar-benar lenyap, Aslan mencabut taringnya. Lelaki itu memberikan sedikit tenaga dalamnya kepada Elina agar wanita itu sadar. "Kenapa?" tanyanya dengan suara lemah. Aslan diam tak menjawab, lelaki itu hanya menatapnya tajam. "Aku tau Daviana sudah mati, siapa kau sebenarnya?" Elina menelan ludahnya dengan susah payah, Aslan bahaya, bagaimana lelaki ini bisa mengetahui hanya dengan meminum darahnya? Ia tidak bisa memberitahu kebenarannya. "Katakan siapa dirimu? Aku tahu kau juga jiwa yang memasuki tubuh Daviana." Aslan mendekatkan wajahnya ke wajah lelaki itu. "Kau ... sepertinya orang yang kukenal." Elina menggerakkan tubuhnya dengan gelisah. "Yang Mulia, hamba akan berkata jujur. Tapi hamba sama sekali tidak berniat untuk berbuat lancang. Hamba adalah gadis desa yang tidak tahu sopan santun, hamba juga sedikit keras kepala dan pembangkang. Seperti kebanyakan dari sifat lelaki, hamba dikhianati seseorang dan dibunuh olehnya, tetapi hamba meminta kehidupan kedua. Sungguh, hamba tidak tahu bahwa ternyata doa itu dikabulkan. Terlebih, hamba berada di dalam tubuh seorang putri. Ampuni hamba, Yang Mulia." Tidak semua cerita karangannya itu bohong, ia memang gadis desa yang sudah mati. Semoga Aslan mempercayai ucapannya. Lelaki itu sendiri hanya terdiam, meneliti dengan cermat apakah ia bohong atau tidak. "Jadi maksudmu tubuhmu tertukar dengan Daviana?" Ia menggeleng. "Putri Daviana sudah mati karena menolak dijodohkan dengan Anda, Yang Mulia." Aslan tersenyum sinis. "Lantas dari mana kau mengetahui aku akan meminum darahmu?" Ia bimbang, apakah sebaiknya ia mengatakan bahwa putri Daviana keturunan dewi? Jika Aslan tau lelaki itu pasti akan menggunakan tubuhnya untuk kepentingan lelaki itu sendiri. "Hamba juga tidak tahu, Yang Mulia. Hamba bisa melihat potongan-potongan yang akan terjadi di masa depan." "Maksudmu kau punya kekuatan?" "Lebih tepatnya tubuh putri Daviana, Yang Mulia. Mungkin jika putri Daviana tidak memilih mati, dia bisa menghasilkan kekuatan yang mengagumkan." Elina hanya memancing, ia ingin melihat reaksi Aslan. Apakah lelaki itu merasa kesal karena putri Daviana memilih mati atau lelaki itu tidak peduli. "Aku tidak peduli pada orang yang membangkang. Tanpa jiwanya darahnya juga terasa nikmat." Aslan menekuk alisnya, membuat lelaki itu terlihat lebih menyeramkan. "Aku meminum darahmu karena aku mau, bukan karena bertahan hidup. Hiduplah seperti biasa di dalam istana, aku memberimu kebebasan. Untuk saat ini sebaiknya kau beristirahat, aku meminum darahmu cukup banyak." Benar, ia butuh istirahat. Kedua kakinya mendadak mati rasa karena terlalu lama berdiri, dan kini darahnya terkuras hampir habis. Tubuhnya lemah sekali. Bahkan sebelum Aslan menghilang dari hadapannya, ia sudah memejamkan matanya. *** Aslan mengusap ujung bibirnya yang masih terdapat darah Daviana. Wanita itu sendiri sudah mengakuinya, Aslan bisa langsung mengetahui bahwa Daviana telah tiada melalui aroma darahnya. Dulu ketika ia berkunjung sesekali ke Damansus dan melihat bahkan mencium aroma Daviana tidaklah seperti sekarang. Aroma darah Daviana seperti bunga lily, sementara darah yang diminumnya tadi memiliki aroma seperti bunga mawar. Daviana wanita yang lembut dan pendiam, tidak mungkin wanita seperti itu memiliki keberanian untuk mengatainya. Dan tidak heran jika yang berada di dalam tubuh Daviana sekarang adalah seorang rakyat biasa yang tinggal di tempat terpencil. Mereka cendrung sembrono dan tidak memiliki sopan santun. Anehnya tubuhnya sendiri terasa ringan dan bebas setelah meminum darah Daviana, bahkan jantungnya yang belakangan ini semakin sering sakit kini sembuh. Aslan merasa dirinya amat segar. Meskipun Daviana memilih bunuh diri ia tidak peduli. Siapapun yang hidup di tubuh Daviana-tentunya tidak memiliki motif membunuh. Wanita itu pasti juga tidak mengetahui dan tidak bisa mengatasi masalah-masalah yang berada di istana. Aslan tersenyum kecil. Satu persatu masalahnya terselesaikan dengan mudah. Sebaiknya ia kembali ke ruangan kerjanya. Membiarkan tamu dan para rakyatnya. Tentunya mereka terlalu sibuk makan dan bergosip. Tidak mengapa jika ia tidak hadir kembali di acara pernikahannya sendiri. Aslan harus memperluas kekuasaannya lagi, ia ingin menjadi yang terkuat dan kekal. Pertama-tama, ia ingin membuat rencana untuk menghancurkan Damansus terlebih dahulu. Atau mungkin kerajaan lain, sebab tidak mungkin ia langsung membasmi kerajaan tempat istrinya berada setelah beberapa hari pernikahan mereka. Dan juga Damansus termasuk kerajaan yang cukup besar. Tentu tidak akan mudah dilakahkan. Baiklah, sepertinya perburuan kali ini berpindah kerajaan. Bersambung...  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN