Berangkat ke Jakarta

1549 Kata
Mata Khanza membulat setelah dia mendapatkan notif dari emailnya. Buru-buru dia keluar kamar untuk memberitahukan pada bapak dan ibunya. Terlihat kedua orang tua Khanza tengah serius menonton televisi. "Pak, Bu, ini Khanza punya berita bagus." "Berita bagus apa? Sini duduk dulu, kalau ngomong itu yang benar." Pak Rahman berucap sambil menepuk kursi di sebelahnya. Isyarat untuk sang anak agar mendekat. Khanza tersenyum semringah hatinya kini tengah di liputi rasa bahagia sebab keinginannya untuk bisa bekerja di perusahaan besar itu akan segera terwujud. Dia lantas menuruti keinginan sang bapak untuk duduk di dekatnya. Pak Rahman mengusap kepala anaknya dengan sayang. "Sekarang ceritakan ada kabar baik apa, Za? Kelihatan sekali jika hati kamu itu tengah di di liputi rasa bahagia." " Hmm, iya, Pak, Khanza bahagia banget ini. Perusahaan yang kemarin Khanza sudah memasukan lamaran mengirimkan emailnya bahwa Khanza harus segera tes interview kerja. Bapak ngebolehin nggak kalau Khanza besok berangkat ke Jakarta? Soalnya hari besoknya harus melakukan tes tersebut." Khanza berucap sengaja dengan mengedip-ngedipkan kedua matanya berharap sang Bapak mau mengizinkan. Senyum terulas di bibir pria paruh baya itu, sekali lagi dia usap surai panjang anak semata wayangnya. Dia berkata dengan begitu lembut hingga mampu menghipnotis ibu dan anak yang tengah menatap lekat ke arahnya. "Baik lah, besok kita berangkat ke Jakarta sehabis subuh, Bapak dan Ibu akan mengantar kamu ke sana sembari sekalian mau menitipkan kamunya ke Nuri. Bagaimana kamu setuju?" tanya Pak Rahman dia mengibas-ngibaskan tangan di depan wajah Khanza yang sedang terbengong-bengong. Tepukan halus tangan Pak Rahman di punduk Khanza yang membawa atensinya kembali ke alam nyata. Senyum semringah dia tunjukan pada kedua orang tuanya. Seperti anak kecil yang di kasih permen Khanza jingkrak-jingkrak dia pun mengecup pipi sang Bapak lama, membuat kedua orang tuanya geleng-geleng kepala melihat tingkah anak gadisnya itu. "Terima kasih, Pak. Kalian memang orang tua terbaik aku. Khanza sayang kalian," ucapnya sambil tak lepas memeluk kedua orang tua itu. "Iya, Za. Sekarang kamu istirahat gih, udah malam Ibu sama Bapak juga mau tidur. Berdoa semoga segala urusan kita besok di lancarkan, dan kamu jangan pilih-pilih pekerjaan ya, jalani dulu jangan cepat menyerah meski mungkin pekerjaan itu tidak sesuai dengan hati kita." Bu Mila menasihati Khanza dengan penuh kelembutan. "Baik, Bu, Pak, Khanza tidur duluan. Aamiin, apapun besok kerjaan yang di tawarkan oleh pihak perusahaan Khanza akan terima. Semoga Bapak dan Ibu tidak keberatan dengan keputusan Khanza." "Iya, Za. Bapak dan Ibu terserah kamu saja asal kamu bisa menjaga diri kami akan dukung." Pak Rahman berucap sambil memandangi putrinya. Khanza mengangguk dia bahagia mempunyai orang tua yang sangat pengertian. Dari dulu mereka selalu mendukung dengan apa keputusan dari Khanza, asalkan tidak melanggar norma-norma dalam hidup anaknya itu. Setelah berbasa-basi pada orang tuanya Khanza lalu masuk ke dalam kamar pribadinya. Dia ingin segera mengistirahatkan tubuhnya yang terasa lelah. Tak butuh waktu lama Khanza telah terlelap dalam buaian sang mimpi, dia tidur dengan begitu damai napasnya pun teratur turun naik. Meski dia baru saja melewati peristiwa yang sangat rumit tapi, tak terpengaruh hatinya bisa dengan mudah melupakan penghianatan atas cintanya. *** Keesokan harinya keluarga Khanza berangkat dengan menggunakan kereta api. Jarak Bandung–Jakarta cukup dekat jadi tak perlu memakan banyak waktu. Tiga jam lebih perjalanan mereka telah sampai di stasiun Senen, dengan mennggunakan taksi online akhirnya keluarga Khanza sampai di rumahnya Nuri. Nuri yang tengah ngemong anak paling kecil di teras rumahnya langsung berdiri menyambut kedatangan paman dan bibinya. Dia begitu antusias menerima kedatangan mereka. Nuri pun menyalami semuanya. "Paman, Bibi, Khanza apa kabar? Seneng banget kalian sudah datang. Ayo, masuk jam berapa kalian dari Bandung? Pagi-pagi sudah ada di sini. Ayo, ayo, istirahat di dalam kalian pasti pada cape." Nuri menyambut saudaranya begitu semringah. Dia memang terbilang dekat dengan keluarga dari Khanza. "Iya, Nur tadi kami berangkat sehabis subuh biar adem di perjalanannya makanya sekarang sudah sampai di sini. Suami sama anak kamu pada ke mana? Tumben sepi, cuma ada si cantik ini aja." Pak Rahman bertanya sambil menggendong anak perempuan Nuri. "Suami saya katanya tadi ada lembur di kantornya kalau Angga anak saya yang paling besar main ke rumah temannya. Tuh, yang ada di depan rumah saya, Paman." Nuri menunjuk rumah tetangga sekaligus teman dari anaknya. "Oh, begitu pantesan sepi rupanya sedang pada pergi." "Iya, Paman. Khanza sekarang kamu sudah lulus kuliah, ya? Sampai nggak terasa udah gadis aja kamu sekarang. Teteh senang kamu mau tinggal di sini, biar teteh ada temannya." Nuri merangkul Khanza adik sepupunya itu. "Iya, teh baru lulus, makanya nyari kerja sampai ke sini juga. Mau nyoba siapa tahu berjodoh," ujar Khanza sembari nyengir hingga menampilkan gigi-gigi putihnya yang berderet rapi. "Nggak apa-apa buat pengalaman, jangan diam aja di Bandung siapa tahu dapat jodoh orang sini, iya, 'kan, Bi? Boleh dong kalau Khanza dapat jodoh orang sini." Nuri bertanya pada Bu Mila sambil tertawa. "Bibi sama Paman nggak mempermasalahkan Khanza mau berjodoh dengan siapa, Nur. Yang terpenting sayang sama dianya dan juga sama keluarga, semua itu tidak masalah. Rumah kamu bagus nyaman lagi, pastinya suami kamu itu punya kedudukan di kantornya, ya?" ucap Bu Mila sembari menggandeng tangan Nuri untuk masuk ke dalam rumah. "Alhamdulilah, Bi,Mas Danang setahun ini di percaya menjadi manajer di perusahaan tempat dia bekerja. Jadi kami bisa merenovasi rumah, membeli kendaraan. Namun, ya, itu tadi konsekuensinya jadi sering lembur dan juga ke luar kota untuk menghandle proyek-proyek di sana." "Tapi, nggak apa-apa Nur, selagi itu menyangkut pekerjaan asal jangan keluar rumahnya melakukan hal-hal yang tidak baik. Kalau bekerja demi untuk mencukupi keluarga mah, itu hal yang sepatutnya sebagai istri wajib kita dukung jangan sampai kita memberatkan langkah suami untuk menjemput rezekinya." "Iya, Bi, semoga suami Nuri tidak tergoda dengan hal-hal yang akan membuat rumah kami berantakan." "Aamiin, insya alloh suami kamu itu orangnya baik dan juga sayang pada keluarga. Kamu tidak usah khawatir dengan hal-hal yang belum terjadi," nasihat Bu Mila. "Oh, iya sebentar Nuri ke belakang dulu mau ngambil minuman. Paman dan Bibi juga Khanza tunggu aja di sini nitip Sania sebentar." "Khanza bantuin Teh, ayo, kita ke dapur. Sania biar sama Ibu aja, boleh 'kan, Bu?" tanya Khanza pada ibunya itu. "Boleh, Za, sembari di bawa tasnya itu ada oleh-oleh sedikit." Bu Rani menunjuk tas coklat yang di bawanya tadi. "Apa ini, Bi? Kok, repot-repot sampai bawa oleh-oleh segala. Namun, karena Bibi udah bawa ya, Nuri terima. He, he, he." Nuri berkelakar sembari menjingjing tas yang di tunjuk Bu Mila tadi. Khanza juga melakukan hal yang sama, dia menjingjing tas yang satunya. "Itu cuma peyeum Bandung Nur (Peuyeum nama makanan khas Bandung atau biasa disebut tape singkong), makanan kesukaan kamu dan juga buah-buahan sama sayuran hasil panen di belakang rumah. Semoga kamu suka masih pada segar itu." "Pastinya suka atuh, Bi. Itu, kan makanan kesukaannya Nuri, buah dan juga sayuran dari Bibi pasti kualitasnya Super, nih. Nuri selalu suka, terima kasih ya, Bi, Paman. Anak-anak juga pastinya akan menyukainya." Bu Mila sama Pak Rahman mengangguk mereka tertawa dengan apa yang Nuri lontarkan. Mereka memang sangat menyayangi Nuri seperti anak sendiri sebab Nuri itu anak dari kakaknya Bu Mila. Sedang Nuri dan Khanza berada di dapur untuk membuat minuman, terdengar suara Angga anak dari Nuri mengucap salam. Rupanya dia baru pulang main dari rumah temannya. Bu Mila dan Pak Rahman yang menjawab dia sangat kaget melihat perkembangan anaknya Nuri yang sudah remaja. "Ini Angga bukan? Kok, kamu itu cepat sekali besarnya, Nak. Habis main, ya, sini duduk sama Nenek." Bu Rani berkata sembari menunjuk kursi kosong yang ada di sebelahnya. Angga sendiri tersenyum seraya menganguk untuk menyalami kakek dan neneknya. Anak itu memang selalu berprilaku sopan terhadap sesama apalagi pada orang yang lebih tua. "Iya, benar, Nek. Ini Angga anaknya Mama Nuri, Nenek sama Kakek kapan datang? Maaf tadi Angga sedang main di rumah teman jadi tidak menyambut kedatangan Kakek sama Nenek," sesal anak itu begitu sopan. "Tidak apa, Angga. Lagi pula kami datang ke sini tidak memberitahu dulu sebelumnya. Itu Tante Khanza ada panggilan kerja besok, jadi buru-buru tadi." "Oh, begitu ya, Nek. Tante Khanza mau bekerja di sini, di perusahaan apa? Padahal ikut aja di kantornya Papa, siapa tahu ada lowongan, Nek." "Nenek tidak tahu perusahaannya apa, yang pasti besok harus interview aja. Makanya kami buru-buru datang ke sini, takutnya kalau besok langsung berangkatnya dari Bandung akan kesiangan," Terlihat Angga manggut-manggut rupanya anak kelas dua SMP itu sudah paham akan segala situasi. "Bagus itu, Nek. Tante Khanzanya pun biar nggak cape, bisa istirahat dulu. Ngomong-ngomong Kakek sama Nenek naik apa ke sini? Angga nggak lihat mobil Kakek terparkir di garasi." Angga bertanya sambil mengernyitkan dahi, anak itu tidak paham sebab biasanya Kakek sama Neneknya itu suka bawa mobil sendiri. "Kami tadi naik kereta api, Kakeknya sedang kurang sehat kalau harus nyetir jauh." "Oh, pantesan. Ya, sudah Angga izin pamit dulu mau mengerjakan tugas sekolah." "Iya, Ga. Sok, silakan, belajar yang rajin biar jadi anak pintar dan sukses dunia akhirat," ujar Bu Mila sembari mengusap kepala cucu dari kakaknya itu. Dia mengusap sudut matanya yang berair karena teringat akan mendiang kakaknya yang sudah lama meninggal. Angga tersenyum, kepala anak itu pun mengangguk lantas dia berjalan menuju ke kamar pribadinya. Tak lama Nuri bersama Khanza datang membawa nampan isi minuman dan cemilan untuk mereka makan bersama. Sedang asik bercengkrama tiba- tiba terdengar suara pintu di ketuk dari luar, hingga atensi mereka teralihkan dan langsung saling pandang. Tok, tok, tok! Pintu semakin keras di ketuk.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN