Bu Malini

1549 Kata
Sekitar jam tujuh malam Khanza mendapat notif di aplikasi hijaunya, nama Damar terpampang jelas di sana. Meski malas tapi, tetap dia buka ponselnya dan sebuah balon percakapan yang di kirim Damar pun dia baca. Ternyata lelaki bule itu mengabarkan kalau dia telah sampai di Bali, seperti yang di katakannya kalau Damar memang benar-benar balik lagi ke tanah kelahirannya. [Mentari aku udah sampai di Bali, kamu di sana sedang apa? Kenapa ya, baru beberapa jam terpisah aku udah kangen kamu lagi? Coba tadi kamu ikut pastinya nggak akan rindu sedalam ini.] [Mentari jawab aku, dung. Apa kamu nggak rindu sama aku? Atau kah, hanya diriku yang merasakannya? Sumpah aku kangen, Mentariku.] [Mentari, Mentari, Mentari..., lihat aku yang tengah terkapar sakit karena menahan rindu padamu.] Sudut bibir Khanza terangkat ke atas dia tak kuasa untuk menahan tawa karena melihat isi chat dari Damar dan juga sebuah photo yang menampilkan lelaki bule itu, Damar tengah terbaring di ranjang rumah sakit dengan infusan di badannya. [Damar, lelucon apa ini? Kamu jangan main-main, ngapain kamu pakai infusan segala kaya orang sakit aja?] [Aku sekarang beneran sedang di infus, Mentari. Kamu nggak percaya, kenapa? Padahal aku sekarang sedang terkapar ini.] [Eh, itu beneran, Damar? Kenapa kamu sampai di infus? Sakit apa kamu, bukannya tadi kamu baik-baik saja. Jangan bohong kamu, ya!] [Aku tidak sedang berbohong Mentari, beneran aku sedang sakit sampai harus di infus karena menahan rindu padamu] [Oh, ya? Ngasal aja, kalau ngomong. Serius Damar aku nanya, kamu itu sebenarnya kenapa, hmm?] [Di bilangin sakit karena menahan rindu, kamu nggak percaya. Makanya kalau mau yang pasti dan membuat kamu percaya ayo, datang kesini jenguk aku biar cepat sembuh.] [Au, ah. Kamu itu, kalau ngomong nggak pernah serius. Ya, udah deh terserah kamu saja aku nggak mau tahu. Kamu mau ngapain juga terserah,] rajuk Khanza sebab dia sudah merasa jengkel pada Damar yang terus-terusan menggodanya. [Eeh, jangan marah dong Mentari, sebenarnya tadi aku kena dehidrasi jadi harus di infus dan juga terlalu kangen sama kamu. Kenapa tadi kamu tidak mau nemenin aku? Sampai aku mau pulang pun kamu tidak nemuin aku lagi, apa aku ada salah padamu?] [Iya, maaf tadi aku salah ninggalin kamu begitu saja sama orang tua aku. Habisnya aku masih sebal sama kamu yang mencuri first kissnya aku ini.] [Sorry, aku kemarin malam terbawa suasana, aku kira kamu udah biasa berciuman karena memiliki pacar nyatanya aku salah kamu itu benar-benar perempuan yang baik dan juga masih suci. Maafkan, aku yang tidak tahu. Aku terbiasa hidup di luar dengan segala budaya bebas mereka aku kira kamu juga sependapat, tapi, sumpah aku juga sebenarnya baru pertama Mentari melakukannya makanya masih kaku belum berpengalaman.] Damar mengakhiri kalimatnya dengan emoji tersenyum. [Enak saja emangnya aku ini perempuan apaan coba, pakai di sama-samakan dengan mereka. Aku juga nggak percaya dengan semua omonganmu. Masa iya, seorang Damar pria bule yang mempunyai teman wanita banyak masih ori. Kamu itu pembohong, Damar!] balas Khanza dengan emoji marah. [Suwer, Mentari, itu pengalaman pertama aku. Aku, nggak mungkin bohongi kamu, demi Tuhan kalau harus jujur itu first kiss aku juga. Sebagai laki-laki tentunya aku malu untuk mengakuinya tapi, di hadapan kamu justru aku ingin selalu jujur. Percayalah, semua yang aku katakan itu benar. Biar kamu percaya sama aku boleh nggak kita beralih ke vidio call, dan juga aku kangen banget, Mentari.] Belum juga Khanza mengiyakan ponselnya kini telah beralih ke vidio, Khanza mendesah dia kesal sekali pada Damar. Ponselnya terus berdering, mau tidak mau dia harus mengangkatnya. Dia geser tombol merah dan terpampang lah, Damar yang tengah terbaring dengan selang infusan di badannya. Di sisi ranjang terlihat seorang wanita paruh baya yang masih terlihat cantik dan segar tengah tersenyum hangat menatap ke arah layar ponsel. Damar tersenyum dan langsung memperkenalkan wanita cantik yang ada bersamanya. [Mentari, maaf aku alihkan menjadi vc biar kamu bisa melihatnya dan mengenal orang yang spesial di hidupku. Perkenalkan ini Mama aku, dia asli Bali yang berarti orang Indo, 'kan? Seperti yang aku telah katakan, aku ingin selalu jujur padamu. Aku tidak sedang berbohong, semuanya benar, Mentari. Kumohon kamu tidak terus salah sangka padaku.] Damar berucap begitu memelas. Dia ingin Khanza mempercayai setiap perkataannya. Sedangkan Khanza hanya terdiam memandang pasangan ibu dan anak itu, dia bingung harus bagaimana merespon semuanya. Bagi dia semua itu terasa mimpi yang datang di tengah hari masuk ke dalam tidurnya. Khanza baru mengenal Damar tapi, lelaki bule itu telah masuk ke dalam kehidupannya. Dia tidak paham apakah semua itu jalan dari Tuhan untuk dia mengenal lebih jauh tentang Damar. Atau kah, hanya ilusi sesaat yang mampir di hidupnya. [Mentari kamu melamun, ada apa? Apa perkataan aku ada yang salah?] tanya Damar yang heran melihat Khanza yang hanya bengong saja. [Tidak Damar, aku tidak apa-apa. Aku hanya kaget ternyata kamu beneran sakit, aku kira itu hanya leluconmu saja. Aku tidak mempercayaimu karena kamunya suka tidak seriusan. Lagi pula aku tidak mempercayaimu sebab tadi siang kamu terlihat masih baik-baik saja.] [ Iya, tadi aku baik-baik saja, setelah sampai ke sini tubuhku tidak kuat jadinya karena takut kenapa-napa mama aku menyarankan untuk di infus. Kalau kamu ada di sini pastinya aku akan cepat sembuh, kamu itu obat mujarab bagi kesembuhanku.] Damar berkata sambil mengedipkan sebelah matanya. [Terserah kamu deh, mau ngomong apa juga.] [Jangan begitu dong Mentari, aku mau lihat kamu tersenyum. Ayo, lah, senyum aku tuh paling suka melihatmu tersenyum.] Dua orang itu asik dengan obrolan mereka tanpa di sadarinya ada seseorang yang seperti kambing congek menjadi pendengaran perdebatan mereka. [Khanza..., namamu Khanza, 'kan? Cantik!] ucap seseorang begitu lirih. Khanza bersama Damar tersentak ternyata mereka melupakan seseorang yang dari sejak tadi memperhatikan perdebatan mereka. Akhirnya dengan menutup mulut bersamaan mereka tertawa menyadari kebodohannya telah mengabaikan wanita cantik itu. [Oh, iya, Tante maaf. Saya sampai lupa ada Tante di sini, tadi saya hanya terfokus pada Damar. Dia memang selalu begitu kalau sudah ngobrol pastinya ada aja yang di perdebatkan. Sekali lagi saya minta maaf Tante,] ucap Khanza dengan muka memerah karena menahan malu telah berdebat di depan mamanya Damar. Damar sendiri malah cengengesan dia bersikap seolah tak pernah terjadi apa-apa, padahal bagi Khanza itu merupakan hal yang sangat memalukan. Apalagi ini pertama kalinya berjumpa dengan mamanya lewat telpon pula, pertemuan pertama yang sangat buruk menurutnya. [Tidak apa, Nak. Tante sudah cukup senang sejak bertemu denganmu anak Tante menjadi ceria lagi tidak murung seperti sebelumnya. Memang dia itu bawaannya suka iseng tapi, jika sudah serius susah untuk di ganggu. Namun, di sini Tante bingung, Nak. Kenapa Damar memanggilmu Mentari padahal setahu Tante nama kamu Khanza, 'kan? Tante jadi bingung mana yang benar.] [Soal itu, ya, Tan. Tidak usah bingung memang nama saya itu, Khanza dasar Damarnya aja yang mengganti nama orang seenaknya. Saya juga tidak paham atas jalan pikirannya.] "Bisa jelaskan Damar, kenapa kamu sampai mengganti nama orang?" tanya mamanya Damar sambil menatap tajam pada anaknya itu. Damar mengusap tengkuknya sendiri, dia menjadi salah tingkah mendapat pertanyaan dan juga tatapan tajam dari sang mama. "Maaf, Mah. Damar tidak bermaksud untuk mengganti-ganti nama orang tapi, itu hanya panggilan sayangnya Damar untuk Khanza. Dan dia juga udah tahu, kok. Bagi Damar Khanza itu ibarat Mentari yang mampu menyinari hidup Damar yang selama ini gelap. Sekarang hidup Damar merasa lebih b*******h lagi, Mah. Jadi tolong Mama, jangan marah dan melarangnya karena itu merupakan panggilan sayang Damar ke dia." Bu Malini mamanya Damar mendesah dia bingung harus bagaimana mengambil sikap, anaknya itu memang ada-ada saja kelakuannya. Namun, dia mencoba untuk bicara pada Khanza kembali. [Khanza, maaf ternyata memang begitu katanya alasan anak Tante memanggil kamu dengan sebutan Mentari. Itu hanya panggilan sayang dari dia untuk kamu, semoga kamu tidak keberatan dan mau mengizinkannya Damar memanggil kamu Mentari.] Bu Malini memohon pada Khanza agar tidak mempermasalahkan Damar untuk memanggilnya begitu. [Iya, Tante tidak apa-apa. Saya cuma belum terbiasa aja jadi berasa aneh. Damar semoga kamu cepat sembuh, ya. Aku hanya bisa berdoa dari sini tidak bisa datang menjengukmu.] [Makasih sayang, kamu sudah mau mengerti dengan keadaan anak Tante.] Bu Malini berkata sambil menyunggingkan sebuah senyum tulus. [Oke. Nggak apa-apa Mentari, dengan kamu mau mengangkat dan vc sama aku juga itu udah bisa mengobati sakit aku, kok. Kamu di sana baik-baik, ya. Sepertinya di tempat kamu udah malam, aku tutup dulu ya telponnya lain waktu aku telpon lagi. Selamat malam, selamat bobo mimipi indah, ya.] Damar berkata sembari tersenyum manis. Khanza sendiri hanya bisa mengangguk dan membalas dengan senyuman tak kalah manisnya. Hingga Damar yang tengah menatap dirinya sampai tak berkedip di buatnya. Dia hanya terbengong sampai Bu Malini berinisiatif mencubit lengan Damar baru dia tersadar. "Mah, apa-apaan sih cubit-cubit tangan Damar segala, sakit tahu. Mama, suka begitu nyakitin anak," ucapnya manyun sambil mengusap-usap lengannya yang terasa panas. "Habisnya kamu itu, melongo melulu sampai matanya tak berkedip ngeliha Khanza yang tersenyum." "Ha, ha, ha. Nggak apa-apa Mah. Habisnya senyuman Mentari mampu menghipnotis aku. Damar heran kenapa ada orang secantik dia, sampai-sampai aku juga langsung di buat jatuh cinta padahal baru beberapa kali bertemu tapi hati ini berasa udah klik aja sama dia." [Hei, Damar! Kenapa kamu ngomongin aku di depan orangnya?] [Hah, telponnya masih tersambung ya, Mentari? Sorry, sorry kalau begitu aku tutup, ya.] Khanza terkekeh melihat Damar yang salah tingkah karena kepergok tengan berkata jujur pada mamanya jika dia mencintai dirinya. 'Damar, Damar. Kamu memang aneh baru saja kita bertemu sudah menyimpulkan mencintai aku.' gumam Khanza. Ting! Sebuah notifikasi masuk melalui emailnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN