Pesta Pernikahan Mantan.

1522 Kata
Tepat setelah isya, Dimas datang menjemput Khanza untuk pergi bareng ke acara resepsi pernikahannya Reno dan Devi. Malam ini, dia memakai jas berwarna navy terlihat memang cukup tampan di tunjang dengan perawakan dia yang tinggi tentunya ada aura yang berbeda di pancarkan malam ini. Khanza keluar dari kamar untuk menemui Dimas, mereka sama-sama terpaku dan saling menatap kagum. "Dim!" "Za!" keduanya menyapa berbarengan, hingga mereka pun tersadar dan saling terkekeh. "Kamu mau ngomong apa, Za? Ayo, buruan ngomong," tanya Dimas. Khanza tersenyum manis dia menilik lagi penampilan sahabatnya itu. "Nggak aku cuma mau bilang kalau kamu hari ini keren banget, Dim. Ternyata setelah aku lihat, kamu memang ganteng, sih, tapi, kalau di lihat dari atas monas pake sedotan," ucapnya sambil cengengesan. Senyum Dimas yang tadinya terkembang mendadak memudar, harapannya yang telah melambung kini terhempas seketika. Dia tadinya sangat tersanjung dengan pujian Khanza tapi, seketika semuanya sirna ternyata sang sahabat memuji hanya untuk menyenangkannya saja. Khanza dapat menangkap perubahan air muka sahabatnya itu, dia pun buru-buru minta maaf agar Dimas tak lagi merasa kecewa. "Sorry, Dim! Aku, cuma bercanda, kok, beneran malam ini kamu keren banget dengan stelan baju itu, apalagi warna bajunya cocok banget sama kulit kamu yang putih. Wah, pastinya deh nanti bakalan banyak cewek yang ngelirik, loh!" cerocos Khanza sambil menangkupkan kedua tangannya, agar sahabatnya mau memaafkan bercandaannya tadi. Dimas melengos mendapat jawaban dari Khanza begitu, dalam hatinya ingin Khanza yang terpesona dan mau menerima cinta dia bukan orang lain. Namun, itu hanya angan-angannya saja sahabat plus orang yang dicintainya itu, masih keukeuh pada pendiriannya tak mau membalas cintanya. "Iya, Za. Sekeren apa pun penampilan aku, sayang di mata kamu sama aja. Nggak ada ngaruhnya, masih tetep kamu nggak bakalan cinta...," ucapnya lirih. Mendengar penuturan sahabatnya itu, Khanza tersenyum masam sungguh dia merasa bersalah pada Dimas karena tidak bisa membalas cintanya. Namun, dia pun tak bisa membohongi sahabatnya itu, jika harus berpura-pura menerima cintanya. "Ya, harus gimana lagi, Dim. Kamu juga tahu kan, cinta tidak bisa di paksakan. Aku udah menganggap kamu itu, saudara aku sendiri jadi maaf sekali lagi aku nggak bisa membalas cinta kamu," sesal Khanza. "Oke, Za. Aku nggak apa-apa, kok. Aku juga tadi cuma bercanda ngomong kaya gitu, jangan di masukin ke hati, ya. Bener kata kamu seharusnya kita memang hanya jadi saudara aja," jawab Dimas sembari tertawa sumbang. Rupanya dia pandai sekali menyembunyikan kekecewaannya. Senyum terukir di bibir Khanza, hatinya merasa lega sebab sahabatnya itu udah mau mengerti dan tidak memaksa harus menerima perasaan cintanya dia. "Dim, kita berangkat sekarang, yu. Takutnya kemalaman nanti," ajak Khanza. Dia ingin segera pergi dan cepat pulang kembali. "Ayo. Mana Ibu sama Bapak kamu, Za? Aku, mau pamitan dulu sama mereka." "Ada di belakang sebentar aku panggilkan dulu." Selesai berpamitan mereka pun langsung berangkat ke tempat tujuan. Sepanjang perjalanan tak ada obrolan sama sekali, mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing. Khanza, sibuk membayangkan sikap apa yang harus dia lakukan di acara resepsi mantannya itu. Sedangkan Dimas, dia merasa kecewa ternyata Khanza itu, wanita yang tak mudah di taklukan. Setelah menghabiskan tiga puluh menitan perjalanan, mereka akhirnya sampai juga di tempat tujuan. Dimas mencari tempat parkir yang nyaman, di sana terlihat mobil- mobil telah berjejer rapi memenuhi tempat parkiran hotel malam ini. Acara resepsi Reno dan Devi, diadakan di sebuah hotel mewah di kota Bandung. Dari luar pun terlihat jika tamu undangannya pun sudah banyak yang datang. Mereka datang berpasangan dengan gaya yang sangat berkelas. Dimas dan Khanza turun dari mobil, mereka berdua berjalan bersisian menuju ke dalam hotel. Jika di lihat sekilas mereka itu, sungguh pasangan yang sangat serasi cantik dan ganteng. Mereka menaiki lift untuk sampai ke tempat acara, sebab acaranya di adakan di lantai tiga hotel tersebut. Di dalam hotel sendiri sudah banyak tamu undangan yang datang, mereka merupakan orang-orang penting rekan-rekan kerja dan teman bisnisnya keluarga Reno. Khanza diam terpaku menatap nanar pada dua orang yang tengah tersenyum bahagia di panggung pelaminan. Hatinya tersayat perih menyaksikan orang yang pernah di cintainya itu, kini bersanding di pelaminan dengan orang lain. Di tambah dengan sambutan lantunan lagu dari salah satu group band ternama tanah air. Sepenggal lirik 'Harusnya Aku' milik band Armada. Mengalun merdu memenuhi isi ruangan itu, tapi, tidak lagi merdu bagi Khanza, justru semakin menyesakan dadanya. Hingga tak sadar dia menggigit bibirnya sendiri untuk meredam semua rasa pilunya. Ku tak bahagia melihat kau bahagia dengannya Aku terluka tak bisa dapatkan kau sepenuhnya Aku terluka melihat kau bermesraan dengannya Ku tak bahagia melihat kau bahagia Harusnya aku yang di sana, dampingimu dan bukan dia Harusnya aku yang kau cinta dan bukan dia Harusnya kau tahu bahwa cintaku lebih darinya Harusnya yang kau pilih bukan dia Lirik lagu itu, benar-benar mewakili perasaannya saat ini. Perasaan terluka yang tak bisa di lukiskan dengan kata-kata. Dimas melirik Khanza, dia dapat merasakan bagaimana perasaan sahabatnya itu. "Za, kamu baik-baik saja? Jika tidak kuat kita balik aja lagi, mungpung mereka belum melihatnya," bisik Dimas. Dia tidak mau kalau sahabatnya itu, kenapa-napa karena menyaksikan pernikahan mereka berdua. Khanza menggeleng dia tidak ingin balik lagi sebelum mengucapkan selamat pada mantan kekasih dan mantan temannya itu. Khanza pun memaksakan tersenyum, meski itu senyuman palsu dia harus bisa meyakinkan Dimas. "Tidak apa, Dim. Aku baik-baik saja. Ayo, kita temui mereka untuk ngucapin selamat. Aku tidak mau di katakan orang sombong karena tidak menemui mereka." "Benar, kamu tidak apa-apa? Jangan memaksa!" ujar Dimas kembali. "Nggak apa-apa, aku wanita strong! Jangan khawatirkan itu," jawab Khanza dengan senyuman hambarnya. "Baiklah, ayo kita naik ke sana untuk mengucapkan selamat, awas saja kalau nanti tiba-tiba kamu pingsan karena nggak kuat melihat mantan yang bersanding dengan mantan teman. Kamu kan, cengeng sukanya nangis mulu aku nggak bakalan tanggung jawab," ujar Dimas di iringi kehkehan. Khanza memukul lengan Dimas, dia tak terima di sebut cengeng. " Enak saja bilang cengeng, aku nggak kaya gitu, Dim. Sudah kubilang aku itu cewek strong," jawab dia memberenggut. "Iya, iya, aku percaya kamu cewek strong. Ayo, ah, kita ke sana dari tadi ngobrol melulu, nggak jadi-jadi dong ngucapinnya." Baru juga melangkahkan kaki beberapa langkah mereka telah di sambut tatapan mencemooh Devi, rupanya dia sudah mengetahui kehadiran Khanza sejak tadi. Meski Khanza menyadari Devi tak suka akan kehadirannya, tapi, dia tetap melangkah maju. Dia ingin membuktikan pada mereka kalau dia baik-baik saja, walau hatinya rapuh. Ibu Reno menyadari kehadiran Khanza, dia langsung memekik girang dan menarik Khanza ke dalam pelukannya. "Khanza, kamu datang, Nak! Maafkan, Tante tidak bisa menjadikan kamu menantu, sungguh Tante sangat menyesal Reno malah lebih memilih Devi. Kamu cantik sekali, Sayang," ucap Ibu Reno, dia mengurai pelukannnya dan langsung membelai surai rambut Khanza penuh sayang. Hati Khanza mencelos, dia tahu sesayang apa Ibunya Reno pada dirinya. Namun, dia pun tak bisa menentang takdir yang telah di gariskan yang kuasa. "Tidak apa Tante. Mungkin Mas Reno itu, memang jodohnya Devi. Saya ikhlas menerimanya," dengan suara bergetar menahan tangis Khanza berucap. Devi yang mendengarkan percakapan Khanza dengan Ibu mertuanya menatap jengah, dia merasa kesal karena Ibu mertuanya malah ngomong begitu. Bukannya dia tahu kalau dirinya tengah mengandung keturunannya, jadi seharusnya berterima kasih pada dirinya. Reno yang ada di sebelah Khanza menatap takjub pada sang mantan, Khanza malam ini terlihat lebih cantik memakai gaun panjang semata kaki dan atasnya sedikit terbuka dengan warna merah menyala kontras sekali dengan kulitnya yang putih mulus. Dia pun menggerai rambutnya dengan hiasan wajah natural. Sederhana memang tapi, tak mengurangi kecantikannya. Reno pun sampai menelan terus salivanya melihat sang mantan yang sangat menakjubkan penampilannya. Mata jernih milik Khanza menatap Reno lekat, bulu mata yang lentik alami bergerak-gerak mengikuti Reno yang salah tingkah. Bibir tipis nan penuh itu, pun akhirnya melengkungkan sebuah senyuman yang membuat Reno semakin mabuk kepayang. Pikirannya traveling kemana-mana, rasanya dia ingin mencicipi manisnya bibir yang tengah tersenyum kearahnya itu. "Selamat, ya, Mas, atas pernikahannya, semoga langgeng sampai menua bersama," ucap Khanza tulus. Suara itu, menyadarkan kembali Reno ke alam nyata. Dengan gugupnya dia pun menjawab. "Te-terima kasih, Za. Kamu udah mau datang. Mas, bahagia kamu mau hadir di sini," ucapnya. Devi yang melihat suaminya seperti mengagumi wanita lain kesal dia pun langsung menyambar. "Rupanya, masih punya nyali juga kamu, Khanza! Aku tak menyangka kamu akan berani datang, kukira kamu akan menangis semalaman mendengar mantan kamu menikah," desisnya penuh amarah. Hati Devi sudah di liputi rasa benci pada Khanza, apalagi melihat suaminya yang terus mengagumi Khanza di tambah dengan Ibu mertuanya yang sama malah menyanjung saingannya itu. "Memangnya apa alasannya aku tidak akan datang? Justru aku ingin turut merasakan dan menyaksikan kebahagiaan kalian. Meski Mas Reno itu, mantan aku dan kamu juga mantan teman aku nggak ada salahnya kan, aku datang? Dan untuk apa menangisi cowok modelan kaya gitu, rugi kali! Justru aku bahagia dan berterima kasih padamu, Dev. Aku jadi tahu laki-laki macam apa suamimu itu, dan kalian sangat cocok, pelakor bersanding dengan penghianat," ucap Khanza lantang sungguh dia tak bisa mengontrol dirinya lagi. Kata-kata Devi, sangat melukai perasaannya itu. Semua mata tertuju pada mereka yang tengah berdebat, mata Devi melotot mendengar ucapan Khanza barusan dia tak terima di sebut pelakor. Dadanya pun terlihat kembang kempis menandakan amarah tengah meliputi dirinya. Devi mengangkat tangannya ingin menampar Khanza, tapi, tiba-tiba ada sebuah tangan yang mencekalnya. Tangan itu, menghempaskan tangan Devi ke bawah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN