Chapter 10

1064 Kata
Aileen sengaja mengatakan hal itu agar Damian pergi. Namun, tampaknya pria itu tidak memiliki niat pergi dari sana. Damian menarik tangan Aileen menuju ke lift. Setelah itu mereka masuk bersama. Aileen menghela napasnya. Ia tidak berhasil mengusir Damian, dan kini pria itu juga akan ikut masuk ke apartemennya. “Damian dengar baik-baik. Sekarang sudah malam dan aku berterima kasih kamu sudah mengantarku. Pulanglah setelah mengantarku sampai di depan apartemen saja. Kamu tidak perlu, toh, tidak ada yang perlu kita bicarakan,” ucap Aileen dengan nada rendah dan pelan. Cara kasar tidak berlaku untuk Damian Cakra Kaelan. Jadi ia menggunakan bahasa yang lebih halus. Meskipun demikian, tidak ada pergerakan dari pria itu. Seolah-olah ucapan Aileen hanya angin lalu. Dia tidak dengar? Apa dia mengabaikanku? “Damian, kamu tidak bisa seenaknya masuk ke apartemenku. Kamu egois.” “Egois?” Damian tertawa masam. Siapa yang egois harus disebut egois? Apakah ia benar-benar egois? Tidak, Sabrina lebih egois dan mungkin karena itu Damian juga memiliki sifat egois dari ibunya. “Ya. Kamu egois,” kata Aileen, tapi ia tersenyum. “Aku lelah.” Damian menunduk, lalu menatap wajah cantik Aileen. Perempuan itu tidak tampak lelah. Damian tahu kalau Aileen sedang membuat alasan agar bisa mengusirnya. Akan tetapi, Damian ingin bersama Aileen malam ini. Tidakkah bisa ia tinggal di apartemen Aileen untuk satu malam saja? Apa hati Aileen sudah tertutup untuknya? Damian tidak ingin menebak-nebak, tapi inginkan kepastian. Saat ini, ia berubah menjadi lemah, bahkan di depan Aileen. “Aku ingin minum cokelat panas. Buka pintunya.” Perintahnya. “Kamu....” Aileen memutuskan untuk tidak melanjutkan ucapannya. Sekali lagi, ia mengalah pada Damian. Hanya hari ini saja. Aku tidak akan membiarkan dia melakukannya lain kali. Lihat saja! Aileen membukakan pintu membiarkan Damian masuk lebih dulu. Lantas ia menutup pintu. Dengan enggan ia membiarkan Damian tinggal untuk sebentar saja. Kalau tebakan Aileen benar, Damian pasti bertengkar lagi dengan Sabrina. Ia juga tidak suka pada Sabrina, tali mau bagaimana lagi? Sabrina terlalu tidak waras jika sudah mengenai posisi dan kekuasaan. Sejak dulu Aileen sudah mengetahui hal itu, dan karena kondisi keluarga Aileen yang tidak punya apa-apa, Sabrina mengecam Aileen. “Kamu dijodohkan lagi? Sudahlah Damian. Menyerah saja. Jangan mengulangi sesuatu yang akan kamu sesali.” Aileen meletakkan tasnya di atas meja lalu beralih pergi ke dapur. Membuatkan Damian cokelat panas yang biasa ia buatkan untuknya. “Kali ini tidak akan terulang lagi. Pada saat itu, aku terlalu lemah. Aku tidak berdaya menghadapi Ibuku. Dan aku juga tahu, kamu belum bisa memaafkan aku. Tapi, Leen, aku akan menunggu kamu sampai kamu siap jadi istriku. Aku tunggu.” Damian sangat percaya diri ketika mengatakan akan menunggu Aileen. Selama apa pun, ia tetap akan menunggu Aileen. Namun, jika Sabrina terus memaksanya menikahi orang lain, maka Damian tidak punya pilihan lain, selain menikahi Aileen dengan paksaan. Tidak peduli nantinya Aileen akan membencinya. Sebisa mungkin ia akan membuat Aileen jatuh cinta padanya dan melupakan sakit hatinya. “Damian, jangan keras kepala. Ibuku tidak akan pernah membiarkan kita menikah.” Damian seperti mendengar lampu hijau. Tiba-tiba ia bangkit dan menghampiri Aileen di dapur. “Leen, artinya kalau Ibuku setuju. Kamu ... mau menikah denganku?” “Siapa yang bilang begitu? Aku bilang, aku tidak mau menikah denganmu!” Aileen cemberut sambil memberikan cangkir berisi cokelat panas pada Damian. “Nih, setelah selesai kamu boleh keluar.” Lantas Aileen berlalu ke kamarnya. Lagi-lagi ia merasakan pipinya panas. Aileen berlari ke arah cermin dan melihat wajahnya bersemu merah. “Kenapa merah? Aku tidak mungkin memiliki perasaan lagi pada pria itu, kan?” Aileen menggelengkan kepala kuat-kuat. “Tidak mungkin. Tidak mungkin. Aku mandi saja. Setelah aku mandi, pria itu pasti akan pergi. Hmph! Siapa juga yang mau mengobrol dengannya.” Benar saja Aileen pergi mandi. Sementara Damian masih di ruang tamu dengan pelan-pelan menyesap cokelat panas tersebut. Memang cokelat panas buatan Aileen adalah yang terbaik. Damian melihat-lihat ruang tamu Aileen. Sebuah foto kelulusan Aileen menarik perhatian Damian. Di foto kelulusan itu seharusnya ada Damian. Namun, Aileen sepertinya tidak ingin memajang foto mereka. Damian tersenyum kecut dengan kenyataan itu. Tidak ada yang tahu hatinya terkoyak di dalam. *** Satu jam kemudian, Aileen Grizelle keluar dari kamarnya dengan senyum sumringah. Menyangka kalau Damian pasti sudah pergi. Namun, yang ia dapati adalah—Damian tengah tertidur pulas di sofa. Aileen Grizelle tidak bisa membantu, tapi mematung. Bagaimana ini? Seorang pria lajang tidur di apartemennya? Dan pria itu adalah mantan pacarnya? Apa yang harus ia lakukan sekarang? “Aku bangunkan lalu aku usir?” Aileen menggelengkan kepala. “Tidak, tidak. Kalau dia mengendarai mobil dalam keadaan mengantuk. Bisa-bisa dia kecelakaan. Bukannya aku mengkhawatirkannya, takutnya kalau dia celaka, maka polisi akan mencariku karena aku orang terakhir yang dia temui. Eh tunggu tapi dia terluka karena kecelakaan bukan karena dibunuh.” Aileen mondar-mandir di depan Damian yang sedang tertidur. Menggaruk kepalanya yang tidak gatal; berkali-kali. Bingung harus melakukan apa. “Tidak mungkin kubiarkan dia menginap. Lupakan saja. Aku bukan perempuan berhati lembut.” Ide itu dengan cepat dihempaskan oleh Aileen. Lantas ia berjongkok di depan Damian. Mengamati wajah tidur pria itu setelah lelah sibuk berpikir sendiri. “Kamu harus aku apakan, Damian. Jangan membuatku dilema. Bangunlah dan pergi dari sini,” lirih Aileen. Tanpa sadar tangan Aileen terangkat lalu mendekat ke wajah Damian. Ingin menyentuh wajah itu, tapi terlalu takut karena debaran jantungnya semakin keras. Padahal sedikit lagi jemarinya menyentuh tulang pipi Damian. Ia mengangkat tangannya lalu menjauhkannya. Aileen memeluk lututnya seraya masih memandangi mantan pacarnya itu. Pria itu masih tertidur pulas. Sebenarnya Aileen juga tidak tega membangunkannya dan menyuruhnya pulang sendiri. Ya, di lubuk hati Aileen yang terdalam tidak ingin Damian pulang. “Ya. Aku biarkan dia menginap semalam saja.” Lantas ia berdiri guna mengambil selimut yang ada di kamarnya. Biarkan saja Damian tidur di sofa malam ini. Lagi pula tidak akan ada yang melihat pria itu menginap. Aileen akan mengunci apartemennya agar Arsel tidak bisa masuk. Mudah-mudahan saja pemuda itu tidak datang pagi-pagi. Biasanya juga Arsel tidak pernah datang pagi-pagi. Jadi Aileen bisa tenang. Setelah mengambil selimut tebal. Aileen menyelimuti Damian. Lagi-lagi ia terpana akan ketampanan pria itu. “Apa dulu aku jatuh cinta padanya karena ketampanannya?” gumamnya. Tiba-tiba tanpa Aileen sadari, tangan Damian meraih pinggangnya. Membuat dirinya terjatuh di samping Damian. Sofa itu cukup besar. Jadi muat untuk dua orang jika mereka bisa memiringkan badan. Sontak saja Aileen memberontak agar Damian melepaskannya. Namun, pria itu tidak membuka mata apalagi bersuara. “Damian! Ternyata kamu menipuku dengan pura-pura tidur? Bangun! Sekarang kamu harus bangun dan pulang!” Damian sama sekali tidak menjawab sampai Aileen menyerah dan memejamkan matanya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN