Familiar

1813 Kata
"Jangan terlalu di dengarkan. Mereka hanya merasa iri padamu." Ucap asisten rumah tangga yang membantu mendorong kursi roda Marissa "Nak Reyhan dan kedua mertuamu orang yang sangat baik, jadi biarkan saja mereka bicara apapun, kau hanya perlu membesarkan hati. Nanti kau juga akan terbiasa." Sambung nya dan Marissa hanya mengangguk tidak berdaya. Apa yang di katakan orang-orang tadi memang tidak sepenuhnya salah, dia hanya seorang wanita yang cacat juga buta, dan mungkin dia hanya akan menjadi beban dan menyusahkan keluarga dokter Reyhan , dan mustahil di akan bisa melayani Reyhan sebagai seorang istri baik kebutuhan fisik ataupun kebutaan biologis nya, dan saat Marissa memikirkan itu dia hanya akan kembali merasa kecil. Malam itu cara syukuran di rumah Reyhan benar-benar di gelar. Hanya sukuran kecil-kecil dan melibatkan para tetangga juga rekan kerja Reyhan di ruang sakit dan semua tamu yang hadir juga memberi ucapan selamat untuk kedua pengantin baru itu, Reyhan dan Marissa. Malam itu, seperti yang telah mereka, Reyhan dan Marissa sepakati sebelumnya, layaknya suami istri pada umumnya, mereka akan menempati kamar yang sama dan ranjang yang sama, tapi sebelumnya Reyhan juga berjanji pada Marissa jika Reyhan tidak akan menuntut kewajiban Marissa untuk melayani segala kebutuhan nya termasuk kebutuhan biologis nya, sampai Marissa benar-benar siap untuk satu hal itu. Benar saja, malam itu setelah acara syukuran itu di gelar, Reyhan juga kembali membawa Marissa untuk kembali ke kamar mereka dan memberikan Marissa pakaian ganti yang sudah asisten rumah tangganya siapkan di atas ranjang mereka. "Apa Icha ingin mengganti pakaian. Mas akan membersihkan diri dulu, agar Icha bisa berganti pakaian!" Ucap Reyhan saat menyerahkan satu stel pakaian tidur untuk Marissa dan Marissa hanya asal menerima pakaian itu tanpa tau bagaimana bentuk dan model pakaian itu. Reyhan juga langsung bergegas ke kamar mandi untuk mandi di juga berganti pakaian, sementara Marissa benar-benar hanya diam dan tidak berniat sama sekali untuk berganti pakaian. Selain karena dia akan kesulitan untuk melakukan itu, Marissa juga tidak ingin merepotkan Reyhan atau orang lain hanya untuk urusan pakaian, apa lagi saat Marissa membuka lipatan baju tidur itu , dan sedikit menyadari jika setelan pakaian itu terdiri dari baju dan celana maka sudah pasti akan sulit untuk Marissa memakainya dengan kondisinya saat ini. Saat Reyhan keluar dari kamar mandi, Reyhan juga melihat Marissa yang ternyata masih belum berganti pakaian namun Reyhan juga melihat pakaian yang tadi dia berikan pada Marissa sudah Marissa buka, dan Reyhan juga melihat jika itu adalah setelah baju tidur dengan bawahan model celana, dan melihat ke arah kaki Marissa yang sudah tanpa alas kaki. Reyhan juga langsung menarik kesimpulan jika Marissa tidak bisa menggunakan pakaian itu. Reyhan mengambil alih pakaian yang tadi Reyhan berikan untuk Marissa, lalu meletakkan di atas sofa ruangan itu. "Maaf, besok akan mas carikan yang model lain jika Icha tidak menginginkan yang seperti ini." Ucap Reyhan tapi Marissa hanya menggeleng karena itu tidak sepenuhnya benar. "Tidak perlu, mas. Icha yakin ini juga bagus, hanya saja untuk saat ini, Icha memang belum bisa menggunakan pakaian yang seperti ini. Lagi pula pakaian ini juga masih bisa Icha pakai untuk tidur. Dan sungguh Icha berharap mas tidak keberatan jika Icha tidur dengan pakaian seperti ini!" Imbuh Marissa dan kali ini Reyhan yang menggeleng karena tentu saja itu tidak masalah untuknya, hanya saja Reyhan takut jika Marissa sendiri yang justru tidak nyaman jika harus tidur dengan pakaian seperti itu. "Terserah Icha saja, selama Icha merasa nyaman!" Imbuh Reyhan saat mengelap sisa air di telinga juga ujung rambutnya. Icha menurunkan kakinya di dudukan kursi roda itu, lalu meraba ranjangnya, untuk menahan bobot tubuhnya agar bisa pindah ke ranjang itu, Reyhan hanya memperhatikan apa yang akan Marissa lakukan. "Sini biar mas bantu!" Tawar Reyhan saat melihat Marissa kesulitan untuk berpindah dari kursi roda ke ranjangnya, tapi Marissa malah mengangkat tangan untuk menghentikan Reyhan karena dia ingin mencobanya sendiri. "Tidak usah, mas. Icha akan coba sendiri. Bagaimanapun Icha harus mencoba untuk mandiri." Balas Icha dan Reyhan hanya mengangguk sembari bersiap-siap di samping Marissa untuk menunggu apakah Marissa bisa melakukan itu atau tidak. Sudah dua kali, Marissa mencoba untuk mengangkat tubuhnya sendiri tapi ternyata dia benar-benar kesulitan untuk sekedar menggerakkan kakinya meskipun hanya untuk bergeser sedikit dari kursi roda itu dan akhirnya Reyhan tidak bisa terus membiarkan wanita itu tetap kekeuh dengan keinginannya karena Reyhan takut jika itu justru akan bermasalah dengan bekas patahan di paha Marissa dan justru itu akan memperlambat proses penyembuhan di kaki Marissa dan tentu Reyhan tidak ingin ambil resiko untuk itu. "Mas tidak akan melarang Icha jika Icha ingin mandiri dan mencoba nya sendiri, tapi tentu tidak untuk saat ini, Marissa. Icha belum sembuh sempurna maka biarkan mas melakukan ini sebagai bentuk tanggung jawab mas pada Icha." Ucap Reyhan saat dengan cekatan mengangkat tubuh Marissa untuk dia baringkan di sisi ranjang sebelahnya lalu, menaikkan selimut untuk menutup tubuh bawah Marissa agar lebih hangat. "Tidurlah. Mas akan keluar melihat Alena sebentar. Karena besok Icha juga akan langsung melakukan pemeriksaan untuk cedera di kaki Icha, jika sudah cukup kuat, baru Icha akan coba untuk terapi berjalan." Sambung Reyhan dan Marissa hanya kembali mengangguk, dan detik itu juga Reyhan langsung berbalik dan keluar dari kamar itu, untuk melihat putrinya di kamar sebelah, namun baru saja Reyhan akan keluar dari kamar itu, Alena justru sudah berdiri di depan pintu kamar Reyhan dengan membawa boneka Mickey mouse di lengan kanannya. "Papa. Ale gak bisa bobok sendiri. Bisakah Ale bobok sama mama Icha malam ini?" Tanya gadis cantik berdagu lancip itu dan Reyhan menoleh sebentar ke arah Marissa yang langsung duduk saat mendengar suara Alena di depan pintu. "Ale. Ayo sini bobok sama mama saja." Balas Marissa ramah sembari menebar senyum tanpa arah dan Reyhan juga membiarkan putrinya masuk begitu saja dan Alena langsung naik ke ranjang sebelah Marissa dan masuk ke dalam selimut yang Marissa gunakan, lalu mereka juga mengatur posisi untuk tidur dengan berpelukan. "Ma, bisakah mama membacakan dongeng untuk Ale? Ale gak bisa bobok jika belum di bacakan dongeng!" Imbuh Alena dan seketika d**a Reyhan yang berdegup dengan perasaan tidak menentu karena mustahil Marissa akan bisa membaca dongeng untuk Alena, tapi jauh di luar dugaan, Marissa malah terlihat tersenyum, sembari mengangguk seolah itu bukanlah hal yang sulit untuknya, dan langsung setuju dengan keinginan Alena, putrinya. "Baiklah. Tapi janji dulu, jika setelah mama membacakan dongeng, Ale juga harus bobok!" Ucap Marissa dan Alena langsung mengangguk setuju. Marissa memang langsung setuju saat kemarin Alena ingin memanggil nya mama. Meskipun terdengar aneh untuk Marissa tapi nyatanya saat ini dia sudah menikah dengan Reyhan, ayah dari bocah ini, dan mau tidak mau Marissa sudah secara langsung menjadi ibu sambung untuk Alena. Alena memberikan buku dongeng nya pada Marissa dan Marissa menerimanya, namun langsung meletakan buku itu di sebelah ranjang karena Marissa akan mendongeng langsung untuk Alena. "Ini kisah seorang anak gadis cantik yang sangat pintar dan suka membantu orang tuanya. Namanya Naura. Selain cantik, dia juga sangat ramah. Setiap pagi sebelum berangkat ke sekolah, Naura membantu ibunya untuk membuat kue untuk di jual di sekolah Naura, dan dari hasil penjualan kue tersebut, Naura dan ibunya bisa bertahan hidup juga bersekolah." Marissa bercerita sangat panjang dan Reyhan ikut merebahkan tubuhnya di samping putrinya sembari mengelus perut putrinya di balik selimut tebal yang mereka gunakan sementara Marissa mengelus rambut lembut Alena agar Alena bisa lebih cepat mendapatkan tidurnya. Marissa masih terus bercerita kisah Naura dan ibunya saat Reyhan juga ikut mengantuk dengan cerita yang sedang Marissa ceritakan. Marissa akhirnya berhenti dengan ceritanya saat merasa jika Alena tidak lagi menggenggam tangannya dan tidak ada pergerakan apapun di sebelahnya dan Marissa yakin jika Alena sudah terlelap, dan sepertinya bukan hanya Alena yang terlelap tapi Marissa juga yakin Reyhan juga sudah terlelap di sebelah Alena. Marissa menarik selimut untuk menutup tubuh Alena juga Reyhan, kemudian mengangkat kakinya pelan-pelan untuk mengambil posisi tidur yang kiranya tidak akan menggangu Alena juga Reyhan. Pagi itu, seorang asisten rumah tangga juga membantu Marissa ke kamar mandi juga berganti pakaian, setelahnya membantu Marissa turun dari lantai atas rumah itu, untuk sarapan bersama, karena semalam Reyhan sudah mengatakan jika pagi ini mereka akan ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan. "Cha, pagi ini ibu yang akan menemani Icha. Jadi ibu berdoa semoga kaki Icha sudah siap dan kuat untuk melakukan terapi, agar Icha bisa segera berjalan lagi." Ucap Rani saat bibik membantu Marissa duduk di meja makan sementara Reyhan baru bersiap setelah Marissa keluar dari kamar mereka. "Amin. Terima kasih, ibu!" Jawab Marissa kalem dan mulai menikmati sarapan paginya. Baru saja Marissa menyendok makanan di depannya tiba-tiba dia mengingat ayahnya, yang kini tinggal sendiri. Bagaimana keadaan ayahnya, juga bagaimana ayahnya yang akan melewati hari dengan orang yang bahkan belum pernah dia kenal sebelumnya. Kemarin Reyhan sudah mengatakan jika dia membayar seorang perawat profesional untuk mengurus ayahnya, tapi tetap saja Marissa merasa tidak tenang saat membayangkan ayahnya yang tidak sehat kini tinggal seorang diri. Dan saat bersamaan dengan itu Reyhan yang baru turun dari anak tangga rumah itu dan bergabung di meja makan, langsung menatap keterdiaman Marissa dari duduknya. Reyhan memberi isyarat pada ibu juga ayahnya dengan menunjuk ke arah Marissa dengan dagunya, dan Rani langsung menoleh ke arah Marissa. "Cha, apa Icha baik-baik saja?" Tanya Rani meletakan tangannya di atas punggung tangan Marissa dan Marissa langsung tersadar sembari mengangguk. "Iya, ibu. Icha baik-baik saja. Oh maaf. Icha hanya kepikiran tentang, ayah!" Ucap Marissa berterus terang dan Rani hanya mengangguk. "Selesaikan sarapan Icha dulu, setelah itu Icha bisa menghubungi nya lewat perawat yang menjaganya." Kali ini Reyhan yang berucap dan lagi-lagi Marissa hanya bisa mengangguk. Pagi itu Reyhan berangkat lebih dulu ke rumah sakit, karena semalam dia mendapatkan info jika pagi ini dia akan melakukan operasi cangkok ginjal di rumah sakit itu dan dokter yang akan bekerja sama dengannya juga sudah menghubungi Reyhan pagi tadi. Dan selang dua jam setelah Reyhan berangkat ke rumah sakit, Rani dan Marissa juga berangkat untuk melakukan pemeriksaan. Dokter menyatakan jika cidera patah tulang di paha Marissa sudah sembilan puluh persen sembuh, namun dokter juga menyarankan agar Marissa tidak banyak bergerak dulu dan masih harus menggunakan kursi roda, namun dokter juga menganjurkan pada Marissa untuk melakukan pergerakan ringan pada jari-jari kakinya agar tidak kaku, tentu itu harus Marissa lakukan dengan hati-hati dan dalam posisi duduk berselonjor. Dokter juga memberi resep untuk Marissa agar dia tidak merasa nyeri, dan saat ini Marissa sedang duduk di ruang tunggu menunggu Rani menebus obatnya. Meskipun rumah sakit itu adalah milik keluarga nya, Rani juga tetap melakukan prosedur layaknya pengunjung lain, menunggu antrian juga membayar biaya perawatan karena itu memang sikap profesional rumah sakit tersebut tanpa harus membedakan satu pasien dengan pasien yang lain. Saat Marissa sedang duduk menunggu Rani, seseorang menyapa Marissa dari arah belakang dan Marissa langsung terkejut saat mendengar suara yang cukup familiar di telinganya, namun coba dia tepis karena suara itu tidak mungkin suara milik orang yang sedang dia pikirkan saat ini. Tapi orang itu juga kembali menyapa Marissa dengan panggilan Icha dan lagi-lagi Marissa merasa mengenali suara itu. Sangat mengenali nya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN