Hari itu setelah ijab kabul selesai dan resmi di nikahi seorang dokter, Marissa hanya duduk di atas ranjangnya, sementara itu, Reyhan juga duduk di kursi sebelah ranjang yang Marissa tempati.
Kedua orang tua Reyhan sudah kembali ke hotel di mana dia menginap dua hari ini, dan pak Yusup sedang berada di luar ruangan. Mereka sengaja memberikan waktu untuk Marissa juga Reyhan untuk mengobrol sebagai pasangan suami-istri baru. Tidak ada cinta di hati keduanya. Marissa setuju begitu saja dengan pernikahan itu. Hatinya sedang patah dan hidupnya sedang tidak baik-baik saja. Untuk saat ini rasanya Marissa hanya bisa pasrah dengan takdir. Dia akan ikut kemana takdir ingin membawanya.
Benar apa yang kebanyakan orang katakan. Cinta bisa membuat seseorang merasa senang tapi juga bisa mendatangkan kedukaan juga rasa sakit yang teramat dalam. Dan hal itulah yang membuat Marissa setuju begitu saja dengan tawaran pernikahan yang ayahnya juga dokter Reyhan berikan.
"Maaf jika aku menempatkan mu di posisi sesulit ini." Ucap Reyhan lagi-lagi meminta maaf pada wanita itu, Marissa. Marisa hanya diam tidak menjawab apa yang Reyhan ucapkan, karena jujur dia juga mulai bingung bagaimana dia harus menyikapi kondisinya saat ini. Di sini dia jelas-jelas adalah korban tapi entah kenapa dia juga tidak bisa menyalahkan dokter Reyhan atas apa yang telah terjadi dengannya saat ini. Marissa tidak ingat, bagaimana kejadian malam itu, tapi satu yang pasti, saat itu dia buru-buru berlari dan asal menyebrang dan tiba-tiba semua sudah gelap saat dia sadar.
"Dokter tidak perlu meminta maaf, karena ini juga tidak sepenuhnya salah dokter. Icha juga salah, karena malam itu Icha tidak hati-hati saat menyebrang!" Imbuh Marissa dan Reyhan hanya mengangguk sembari menggengam tangan gadis yang kini sudah resmi menjadi istri.
"Jadi aku harus memanggilmu, Icha atau Marissa?" Tanya Reyhan saat tadi gadis itu mengunakan kosa kata Icha untuk mengganti kata aku saat berbicara.
"Terserah dokter saja," jawab Marissa singkat, dan Reyhan hanya tersenyum tipis untuk jawaban yang gadis itu berikan.
"Mulai hari ini aku adalah suami mu, jadi Icha tidak perlu memanggil ku dengan nama dokter atau bapak. Icha bisa memanggil ku dengan nama Reyhan atau bisa hanya dengan kata mas. Meskipun aku sudah menduda dua kali, dan punya satu putri, aku juga belum terlalu tua." Gurau Reyhan dan mau tidak mau kata-kata tadi mampu menarik kedua sudut bibir Marissa untuk tersenyum meskipun sangat tipis. Kemudian mengangguk. Dia belum pernah mengenal sosok Reyhan, laki-laki yang sudah memperistri dirinya, tapi jika mendengar dari gaya bicaranya, sepertinya Reyhan tipe orang yang asik, maka dari itu Marissa tidak ingin menunjukan sisi lemahnya dengan terlarut dalam kesedihannya hanya karena saat ini dia hanya seorang wanita cacat, dan buta.
"Apa tidak apa-apa jika Icha memanggil dengan nama, mas?" Tanya Marissa ragu dan kali ini Reyhan yang mengangguk seolah-olah Marissa bisa melihat jika dia setuju jika Marissa memanggilnya dengan panggilan mas.
"Ya, tentu. Icha bisa memanggilku dengan nama mas atau sekedar nama. Dan satu lagi, aku tidak bekerja di rumah sakit ini, dan aku tidak bisa meninggalkan pekerjaan ku dalam waktu yang lama. Apa Icha tidak keberatan jika , aku, eh, maksudnya mas, akan membawa Icha pulang bersama mas ke Jakarta?" Tanya Reyhan hati-hati. Marissa masih belum cukup baik, dan pak Yusup juga tidak begitu sehat, maka untuk perkara dia yang harus membawa Marissa kembali bersamanya ke Jakarta, tentu itu ide yang tidak masuk akal, tapi bagaimana pun, saat ini Marissa butuh pengawasan ekstra dan Reyhan ingin dia yang mengurus istrinya sepenuhnya. Reyhan bisa melanjutkan proses pemulihan Marissa di rumah sakit miliknya, dan untuk pak Yusup, Reyhan sudah membayar satu perawat untuk mengurus pak Yusup. Sebelumnya Reyhan juga sudah membicarakan ini dengan pak Yusup dan pak Yusup menyerahkan kepuasan itu padanya, karena untuk saat ini pak Yusup benar-benar melimpahkan hidup putrinya pada dokter Reyhan.
Marissa hanya diam, karena jujur dia tidak keberatan untuk ikut dengan laki-laki yang kini sudah resmi menjadi suaminya, tapi bagaimana dengan ayahnya? Selama ini mereka hanya hidup berdua, dan jika sekarang dia harus ikut dengan suaminya, lalu bagaimana dengan ayahnya.
"Icha tidak perlu mengkhawatirkan tentang ayah Icha, mas juga sudah memikirkan itu dari semalam. Mas akan menyewa satu perawat profesional untuk menjaga juga merawat biliau. Lagi pula Icha masih bisa menghubungi nya untuk menanyakan kabar beliau. Dan untuk perawatan Icha, mas akan melanjutkan di rumah sakit tempat mas bekerja, agar mas bisa lebih leluasa memantau perkembangan kesehatan Icha. Mas juga sudah mendaftarkan Icha sebagai penerima donor mata, di tujuh rumah sakit di Denpasar dan Jakarta, hanya saja kita memang butuh waktu yang cukup lama untuk mulihkan fungsi penglihatan Icha. Sementara untuk kuliah, Icha. Bukankah Icha hanya menunggu untuk di wisuda, dan mas yang akan mengurus itu untuk Icha, kita bisa kembali ke sini saat hari itu tiba." Jelas Reyhan untuk satu kegundahan yang mungkin Icha rasakan saat ini, dan detik itu juga Icha juga langsung mengangguk setuju untuk ikut bersama Reyhan.
Setelah bernegosiasi cukup lama, akhirnya Reyhan hari itu juga memutuskan untuk membawa Marissa pulang bersamanya juga kedua orang tuanya. Pak Yusup juga tidak keberatan untuk itu. Meskipun berat untuk melepas satu-satunya putri yang dia miliki, namun kodrat seorang wanita memang harus patuh dan taat pada suaminya. Ini adalah resiko bagi setiap orang tua yang memiliki anak perempuan. Akan ada masanya mereka harus rela melepas anak gadisnya untuk memenuhi tanggung jawabnya sebagai seorang istri.
Keesokan harinya, setelah mendapat izin pulang dari rumah sakit, Reyhan dan kedua orang tua Reyhan juga membawa pulang Marissa ke rumah pak Yusup, guna untuk mengambil beberapa barang pribadi yang mungkin Marissa butuhkan nantinya, selain itu, Reyhan juga memberikan waktu Marissa untuk berpamitan dengan ayah juga tetangga dekatnya, baru setelah itu, mereka, Reyhan dan Marissa juga kedua orang tua Reyhan berangkat ke bandara untuk menuju Jakarta.
Hari itu berita tentang pernikahan Reyhan juga sampai pada Dewa dan Alea. Tentu mereka juga sangat ingin untuk hadir di pernikahan Reyhan tapi saat itu, Alea yang sedang tidak sehat membuat Dewa juga tidak bisa menghadiri pernikahan kakak laki-lakinya. Ini adalah pernikahan ke tiga Reyhan tapi Dewa tetap saja tidak bisa menghadiri pernikahan kakaknya. Lagi pula, Rani ibunya juga sudah mengatakan jika pernikahan Reyhan hanya sebatas ijab kabul dan itu pula di lakukan di rumah sakit. Meski begitu doa terbaik juga mereka, Alea dan Dewa panjatkan untuk Reyhan dan sang istri, karena tidak ada hadiah terbaik untuk di berikan pada seseorang selain doa tulus.
Hari itu, Rani juga meminta pada asisten rumah tangganya untuk membersihkan kamar lama Reyhan, karena Reyhan memutuskan untuk tinggal bersama orang tuanya, Rani yang memaksa, karena sungguh dia tidak ingin kejadian yang menimpa Reyhan sampai dua kali kembali terjadi lagi. Marissa memang wanita cacat, tapi penyebab semua ini adalah putranya, maka sudah menjadi kewajiban Reyhan untuk memberikan keadilan dan hidup yang layak pada Marissa, atas ketidak beruntungnya yang Marissa dapatkan setelah kecelakaan itu.
Selain mengabarkan pada Dewa dan Alea, Rani juga mengabarkan pernikahan Reyhan ini pada para tetangga juga teman-teman arisannya di komplek rumah nya, termasuk Yuyun yang juga berperan sebagai ketua arisan di kompleks itu.
Yuyun dengan cepat menyebarkan berita jika Reyhan menikah lagi di Bali, dan akan membawa pulang istrinya hari ini, maka Yuyun juga menyiapkan penyambutan untuk istri Reyhan yang kata Rani sangat cantik.
Rencananya, malam nanti Rani akan mengadakan syukuran kecil-kecilan di rumahnya untuk mendoakan pernikahan Reyhan dan Marissa, dan Yuyun yang mengurus semua itu untuk Rani. Sebagai tetangga yang baik dan harmonis, Yuyun juga meminta kedua putrinya Nana dan Naumi untuk ikut membatu menyiapkan jamuan untuk menyambut istri Reyhan juga sukuran malam nanti.
Benar saja, siang itu saat Rani dan Reyhan sampai di rumah mereka, ada Yuyun dan geng arisannya yang sudah berkumpul di sana, dan menyambut kedatangan menantu baru Rani yang katanya sangat cantik, bahkan Rani mengatakan jika menantunya kali ini juga tidak kalah cantik dengan Alea, istri pertama Reyhan.
"Hey jeng. Maaf gak bisa ikut menghadiri akad nikah putra mu, Karena beritanya mendadak sih!" Imbuh salah satu tetangga Rani, anggota arisan juga, menyampaikan rasa sesalnya karena tidak hadir di akad nikah Reyhan kemarin.
"Tidak apa-apa. Lagi pula acaranya cuma sederhana, yang penting doanya aja. Tapi yang tulus ya." Balas Rani ramah.
"Ih, udah pasti atuh. Doa mah nomer Wahid lah." Balas orang itu lagi dan saat itulah Reyhan turun dari dalam mobil lain yang menjemputnya dan langsung membantu Marissa duduk di kursi rodanya untuk dia dorong masuk ke dalam rumahnya.
Semua mata langsung tertuju pada Reyhan yang tengah tersenyum sembari mendorong kursi roda istrinya, sementara pandangan Marissa terlihat hampa karna dia masih belum sadar jika saat ini ada banyak orang yang tengah menyambut kedatangannya.
"Tersenyumlah, ada banyak tetangga yang menyambut kedatangan mu saat ini." Bisik Reyhan sedikit menundukkan tubuhnya agar Marissa bisa mendengar ucapannya, dan senyum manis itu juga langsung terbit dari bingkai wajah cantik Marissa dan langsung di sambut ramah oleh orang-orang yang kini berada di rumah Rani.
Rambut coklatnya tergerai indah dengan ujung rambut bergelombang, dan senyum tulusnya ikut menyempurnakan teduhnya paras-nya.
"Wah selamat yak nak Reyhan untuk pernikahan nak Reyhan yang ketiga. Tante do'ain semoga nak Reyhan dan istri sakinah, mawaddah warohmah. Dan secepatnya kasih Alena adek. Ya kan Ale?" Ucap seorang tetangga dan Reyhan hanya balas tersenyum lalu mengangguk juga mengaminkan doa orang itu.
Lain Reyhan lain pula dengan Marissa. Marissa justru terkejut dengan pernyataan orang tadi saat mengatakan jika ini adalah pernikahan ketiga Reyhan. Marissa memang tau jika Reyhan adalah seorang duda, tapi dia memang belum tau jika ternyata Reyhan pernah menikah dua kali dan gagal.
"Terima kasih untuk do'anya Tante. Terima kasih!" Imbuh Reyhan di ikuti senyum terbaiknya. Lalu Marissa juga mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan orang yang sedang memberikan do'a untuk dia dan Reyhan tapi saat orang itu menjangkau tangan Marissa, Marissa hanya balas dengan mengatakan terima kasih namun masih dengan tatapan kosong. Tidak ada kedipan mata atau isyarat dari mata indah itu dan orang itu langsung menatap ke arah Reyhan namun enggan untuk menanyakan hal itu pada Reyhan karena takut jika dia hanya salah sangka, dan akhirnya menyinggung perasaan Reyhan dan istrinya.
Salah satu tetangga lain juga mengulurkan tanggannya di depan Marissa untuk berjabat tapi Marissa kesulitan untuk merespon keramahan para tetangga baru dari keluarga baru nya karena kebutaan, jadi mau tidak mau Marissa hanya menangkupkan kedua telapak tangannya juga senyum terbiknya untuk menyapa mereka semua.
Semua orang yang hadir dan menyambut Reyhan dan Marissa juga langsung menyadari jika wanita yang Reyhan nikahi itu adalah wanita cacat dan buta. Yuyun juga langsung menyadari itu, dan dengan cepat Yuyun menawarkan diri untuk membantu Reyhan mendorong kursi roda istrinya untuk masuk dan dia dorong hingga sofa ruang tengah rumah Burhan.
"Kenalkan, aku Yuyun tentang depan rumah mertua mu. Kau tidak perlu khawatir, kau hanya belum terbiasa, dan cepat atau lambat kau juga akan terbiasa dengan sekeliling mu." Ucap Yuyun saat menepuk punggung wanita cantik yang kini menjadi istri sah Reyhan lalu mereka ikut bergabung di ruang tengah itu dengan Reyhan yang juga duduk di sofa sebelah ibunya.
Marissa hanya diam menyimak obrolan dari ibu mertuanya yang sedari tadi terus mengatakan jika Alena sangat menyukai Marissa, ibu sambungnya, dan itu sudah lebih dari cukup untuk membuat Rani merasa bersyukur memiliki menantu seperti dia. Tapi sejatinya Marissa merasa sangat tidak layak untuk keluarga ini. Marissa langsung menyadari jika dia hanya akan menjadi beban di keluarga ini dan sungguh Marissa hanya akan merasa semakin tidak pantas untuk seorang dokter Reyhan. Marissa mengatakan jika dia ingin ke kamar mandi dan saat itu juga seorang asisten rumah tangga langsung cekatan untuk membantu Marissa naik ke kamar Reyhan di lantai atas, karena Reyhan yang minta untuk Marissa di antar ke kamar mereka agar Marissa juga bisa istirahat.
Samar-samar Marissa mendengar beberapa orang tengah berbisik dan membicarakan dirinya. "Cantik sih, rapi cacat. Gak bisa jalan. Apa yang akan di harapkan dari seorang wanita cacat seperti itu. Sudah pasti dia tidak akan bisa melayani suaminya. Terlebih lagi dia juga buta. Oh jika aku jadi Rani, aku gak akan pernah mau merestui putraku untuk menikahi gadis cacat dan buta seperti itu. Reyhan sangat tampan juga baik, dia bisa mendapatkan wanita yang jauh lebih baik dari wanita itu, tapi kenapa malah mau menikahi gadis yang seperti itu. Apa otak Reyhan sedang konslet ya, atau Reyhan merasa frustasi dengan kegagalan pernikahannya hingga dua kali, jadi dia asal memilih wanita untuk dia jadikan istri? Oh sangat di sayangkan memang. Padahal, jika Reyhan mau, dia bisa menikahi putri ku dan manjadi menantuku. Aku yakin putriku pasti akan bisa melayani suami juga keluarga suaminya, juga menyayangi Alena, satu-satunya putri Reyhan pastinya ." Bisik beberapa orang di rumah itu yang tengah mencibirkan keberadaan Marissa tapi asisten rumah tangga itu justru kembali berbisik pada Marissa.
"Jangan terlalu di dengarkan. Mereka hanya merasa iri padamu."