23. KETEMU BAPAK LAGI

1295 Kata
"Ini beneran Elang anak bapak?" Saking belum percaya apa yang ia lihat dihadapannya, laki-laki paruh baya itu mengecek tubuh Elang, menelitinya lebih jauh. Bahwa anak muda dihadapannya benar-benar anak kandungnya sendiri. "Beneran ini Elang, bukan buaya yang suka ngincar cewek-cewek pak." Elang menyahut ngawur, tak lupa dengan cengiran lebarnya. Bapak langsung tersenyum sumringah dan memeluk tubuh Elang begitu erat. "Bapak kangen banget sama kamu nak." Bapak melepaskan pelukannya, kembali ditatap Elang dengan takjub. Masih belum menyangka apabila dipertemukan lagi dengan anak semata wayangnya. Elang berdehem. "Kalo kangen kenapa nggak dari dulu datang ke rumah aja? Bapak tau kan alamat rumahnya?" ucap Elang telak, membuat Bapak nampak ciut karena sudah dipancing seperti itu oleh putranya sendiri. "Nggak enak sama emak kamu, bapak udah nggak rukun sama emak kamu lagi," jawab Bapak. "Yang mau bapak temuin kan Elang, bukan Emak. Malu dari sudut yang mana?" tanya Elang, kembali memborbardir Bapak dengan pertanyaan telak. Elang tidak tahu kenapa dirinya bisa berkata selancar dan seajaib itu, sampai-sampai Bapak terlihat kesulitan untuk menjawab. Gue cocok nih jadi pengacara kalo gini. Elang tersenyum, lalu menepuk pundak bapak. "Santai aja Pak, Elang cuma becanda." Wajah panik Bapak lama-lama luntur juga, dan kini digantikan oleh gurat antuasias. "Kamu udah besar, ya? Gagah gini, nggak nyangka anak Bapak yang dulunya suka cium-cium ketek Bapak, sekarang udah dewasa, ganteng pula." "Yang cium-cium ketek itu jangan diungkit bisa nggak pak?" sinis Elang, kesal jika aib buruknya kembali dibicarakan. "Udah lama itu, lagian Elang juga nggak ingat betul-betul, cuma samar aja di kepala." "Iya, bapak maaf deh." "Masa maaf doang? Tebusan dong Pak! Kasih Elang uang jajan," ujar Elang, sambil terkekeh. Ia memang seperti itu, tampil apa adanya tanpa peduli komentar orang lain. Bahkan kepada bapaknya, yang sudah bertahun-tahun tidak bertemu, Elang bisa langsung mengakrabkan diri. "Kamu butuh berapa? Coba ngomong, nanti bapak kasih." "Nggak pak, cuma becanda tadi," sahut Elang. Bapak tersenyum, lalu mengeluarkan dompet dari saku jasnya, mengeluarkan beberapa lembar uang berwarna merah, dan meletakkannya di tangan Elang. "Jangan ditolak, itu rezeki. Kalo masih kurang, kamu boleh minta bapak lagi." "Sebenarnya Elang lagi nggak butuh duit, tapi nggak pa-pa lah buat jaga-jaga. Makasih pak," ujar Elang sambil memasukkan uang pemberian bapak ke dalam tas. Lalu, ia teringat akan sesuatu hal. "Soal waktu itu, Elang minta maaf ya pak?" "Soal?" "Bapak lupa?" Elang melotot, detik berikutnya ia berdecak kecil. "Maklum sih, Bapak udah tua gini." "Yang kamu maksud apa? Bapak nggak paham." "Itu loh pak yang waktu Bapak di keroyokan preman. Elang minta maaf karena waktu itu langsung pergi." Bapak menepuk pundak Elang. "Nggak pa-pa, Bapak maklum juga, kamu pasti juga kaget lihat Bapak waktu itu. Ngomong-ngomong, nggak nyangka aja anak Bapak ini jago bela diri, Bapak salut." "Ya harus dong Pak, Bapak harus bangga punya anak kayak Elang gini. Udah ganteng, jago bela diri, mana ada yang nolak?" Elang berkata songong sambil berkacak pinggang, dagunya naik. Duh sedih, padahal udah ditolak dua kali. Kekehan kecil keluar dari sela gigi laki-laki berjas klimis tersebut. "Bisa aja kamu, emangnya udah punya pacar?" "Udah dong," sahut Elang cepat dan merasa bangga. "Entar kapan-kapan Elang bakal kenalin sama Bapak deh. Ceweknya cantik pak, gemesin, baik pula! Makanya Elang naksir." "Oh ya?" Melihat Elang yang sangat bersemangat bercerita, tidak ada rasa canggung sama sekali meskipun sudah lama tidak berjumpa, tidak marah kepadanya karena sudah bercerai dengan emaknya, membuat Bapak merasa tertegun. Anak ini benar-benar mirip sekali dengan emaknya. "Bapak jadi pengin ketemu sama pacar kamu." "Entaran deh Elang kenalin, kalo perlu Elang cetak foto Kana biar bapak bisa lihat tiap hari hehehe." ujar Elang sambil terkekeh. Tentu saja ia bersemangat karena topik yang sedang dibahas adalah Kana, cewek yang menarik perhatian Elang. "Namanya Kana?" tanya Bapak, yang dibalas Elang dengan anggukan cepat. "Namanya juga cantik, apalagi orangnya?" "Oh ya pasti mirip kayak bidadari dong Pak! Nggak usah diragukan lagi. Kana juga udah ketemu emak loh. Emak juga suka sama Kana. Elang yakin Bapak juga nanti suka, tapi hati-hati pak, senyumannya bikin kita diabetes loh. Terus Bapak jangan naksir juga!" Keduanya kemudian tertawa bersama-sama. Cukup lama, membuat hati Elang terasa sejuk. Dan setelah tawanya mereda, Elang langsung memeluk tubuh bapaknya. Sangat erat. "Elang kangen banget sama Bapak," gumam cowok itu. *** Kana menolak cintanya. Sudah dua kali. Elang merasa ada yang tidak beres, tapi ia sendiri tidak tahu apa itu. Kalau Kana merasa nyaman berada didekatnya, kenapa tidak setuju ajakan Elang untuk jadian? Dan jika sebaliknya, Kana tidak suka kepadanya, kenapa juga Kana tidak menghindar? Kalau opsi kedua ini adalah jawabannya, seharusnya Kana menjauh, tidak membiarkan Elang mendekatinya, dan pasti jengkel atau yang paling buruknya sampai membenci Elang. Tapi yang membuat Elang bingung, Kana tidak menunjukkan tanda-tanda apabila cewek itu membenci Elang. Kana terlihat tidak keberatan jika Elang mendekatinya. Dan hal itu memperkuat pernyataan bahwa Elang masih mempunyai peluang. Ya, pasti Kana belum siap menerima ajakan Elang. Ia bisa mencobanya lagi dan butuh strategi agar Kana mau menjadi pacarnya. "Apa cara gue kurang romantis, ya?" Elang merenung, memikirkan kejadian sebelumnya ketika ia menembak Kana. "Di UKS kemarin emang mendadak banget, gue juga nggak tau kalo gue nyatain perasaan gue. Tapi pas di taman depan rumah, gue rasa itu cukup romantis. Gue udah nyanyi sambil main gitar, tapi Kana belum kepincut juga." "Itu tandanya lo emang nggak ditakdirkan buat pacaran. Udahlah jomlo aja, terima nasib lo." Elang menoleh cepat ke samping. Mulut siapa yang membuat mood-nya tambah buruk itu? Dan, ketika Elang mendapati Ragas yang berdiri disampingnya, Elang langsung mencibir. "Lo ngomong gitu karena lo udah punya Ralin, enaklah! Lah gue apa kabar?" Elang merengut sebal, bukannya memberikan semangat atau apa, Ragas malah membuatnya semakin drop. Ragas mengendikkan bahunya cuek sambil duduk di bangkunya, ia menatap Elang lagi seraya berkata. "Kalo lo udah dua kali nembak cewek yang sama tapi ditolak. Itu tandanya dia nggak mau sama lo. Udah jelas sampai sini?" Elang membatah pernyataan itu, ia menggeleng tegas. "Gue nggak setuju. Coba deh lo pikirin lagi. Dengerin gue nih, Kana sama sekali nggak ngejauhi gue, dia nggak ngehindar gue setelah dia nolak gue. Harusnya kalo dia nggak suka gue, Kana nggak mau dong ketemu gue lagi?" "Cari yang lain aja deh, repot amat!" "Deket sama lo buat pikiran gue jadi terkontaminasi, ya Gas? Bukannya bantu cari solusi yang baik, ini malah sesat. Gue jadi curiga kalo lo titisan b***k setan." Ragas menjitak kepala Elang. "Omongan lo bikin gue mual Lang! Filter dulu napa tuh bibir." Ragas berucap sinis seraya memutar bola matanya. "Padahal lo sendiri yang dari tadi usil. Gue lagi pusing nih, kalo nggak mau bantu baiknya lo diem aja dah daripada ngasih solusi yang enggak-enggak. Sampai kapanpun gue nggak bakal berpaling, gue sayangnya cuma sama Kana Gas. Gue cinta banget sama dia. Dan lo tau sendiri kan kalo cinta itu butuh perjuangan? Kali ini Kana emang nolak gue, tapi nggak tau nanti, gue saat ini cuma butuh berjuang lebih keras biar Kana mau sama gue." "Bucin banget lo sekarang?" Ragas menatap Elang heran setelah bergidik. Mendengar Elang berkata seperti itu membuatnya merinding. "Intinya gue cuma mau Kana! Nggak ada cewek lain. Dihati gue cuma ada Kana Gas, gue emang sesayang itu sama dia," ujar Elang sambil menatap langit-langit kelasnya. Lalu senyumannya terbit. Kana adalah dunianya. "Lo semangat aja deh kalo gitu, tapi harus ingat! Kalo udah jadian jangan lupa traktir gue sama yang lainnya." Elang kembali menoleh, memusatkan perhatiannya kepada Ragas. Jempol tangannya teracung. "Nanti gue traktir lo es batu dari air keran, lumayan kan? Lo tinggal beli marimas di kantin sama air." Setelah selesai mengatakan itu, Elang bangkit dari duduknya dan keluar dari kelas dengan tawa yang mengiringinya. Hal itu membuat Ragas ingin melempar sepatunya agar mengenai tengkuk Elang. Cowok itu benar-benar membuat siapa saja geram.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN