01. ELANG SANGGA PRADIPTA
"EMAAAK! PISANG ELANG KOK ILAAANG?"
Seorang wanita paruh baya yang sedang sibuk dengan urusan dapur, mendadak saja tergelak dan membentuk bola matanya selebar bola pimpong. Ia kemudian berbaliknya badan, berjalan tergopoh-gopoh, sampai akhirnya posisinya sudah sampai di ruang keluarga, dimana ia mendengar suara nyaring barusan.
Wanita tersebut berdiri tidak jauh dari seorang remaja dengan rambut acak-acakan yang sepertinya sedang kebingungan sendiri.
"Woy bocah! Pisang apaan yang ilang? Kok bisa ilang? Maksudnya apaan?" tanya wanita setengah baya itu sambil menatap serius remaja dihadapannya ini-yang tak lain dan tak bukan adalah anaknya sendiri.
"Semalam Elang punya pisang Mak, tapi sekarang kok udah nggak ada! Masa iya digondol mantan?!" pekik Elang sambil melotot lebar.
Wanita yang disapa emak itu, lantas saja mengambil majalah yang tergelak di atas meja. Kemudian ia menggulungnya, hingga pada akhirnya ia memukul kepala Elang dengan s*****a dadakan yang ia buat barusan.
"Mantan matamu hangat! Gebetan aja nggak punya!" omel emak tersebut. "Jangan aneh-aneh, buruan mandi sana! Nyusahin emak aja kau kerjaannya."
"Elang nggak bohong Mak. Suwer terkewer-kewer deh," ujar cowok yang masih duduk di sofa ruang keluarga. Jari telunjuk dan tengahnya terangkat ke udara, membentuk huruf 'V'.
"Pisang apaan emangnya?"
"Pisang ya buah emak. Itu yang warnanya kuning, yang bentuknya lonjong, yang ukuranya gede, segede anunya bapak hehe ..." ujar Elang becanda sambil menyengir lebar.
Namun, wanita itu justru sudah menggeram emosi. Langsung saja ia menimpuk kepala anaknya habis-habisan tanpa diberi celah untuk meminta ampun.
"NGOMONG APAAN KAU TADI HA? AYO NGOMONG SEKALI LAGI BIAR EMAK TEBAS LEHER KAU!"
"Ampun Mak ampun ... Auw lepasin telinga Elang Mak. Sakit ini, lebih sakit daripada ditinggalkan pas lagi sayang- sayangnya," racau Elang seraya memegang tangan emaknya yang masih saja betah untuk menjewer. Cowok itu meringis menahan sakit, berulang kali ia berteriak minta dilepaskan. Namun si emak malah bertambah geram.
"Dari tadi ngomongin mantan mulu, ingat woy! Kau itu jomlo karatan. Nggak bakal ada yang naksir sama orang macam kau ini. Muka kek minyak jelantah gini siapa sih yang mau?"
Cowok itu kemudian segera menghindar dari wanita tersebut setelah jeweran ditelinganya terlepas. Masih memegangi daun telinga yang sudah memerah, Elang menatap emaknya dengan pandangan rumit.
"Emak nggak ada akhlak banget, anak sendiri dihina-hina. Bukannya di dukung kek, ini malah dihujat tiap hari. Nanti kalau hati Elang berlubang gimana Mak?"
"Kenapa bisa berlubang?"
"Ya sakit hati gara-gara emak lah," ujar Elang sinis.
"Etdah ini bocah, udah sana mandi biar nggak bau joging," ujar wanita itu sambil mengibaskan tangannya, memberi sebuah isyarat agar anaknya yang baru bangun tidur tersebut segera menyeret kakinya menuju kamar mandi.
Elang mendengus dan memutar bola matanya kesal. "Jigong mak, bukan joging. Gini amat punya emak," ujarnya malas.
"Iri bilang sahabat!"
Elang melotot. "Buset, emak kok bisa gaul gitu sih. Belajar dari mana? Kemarin iri bilang bos, sekarang iri bilang sahabat. Besok-besok apaan mak?"
"Emak nyuruh kau mandi, bukan malah ngoceh terus. Mentang-mentang namanya Elang, itu mulut di buat ngoceh terus. Mending emak namain kau kecap aja tong, biar kicep terus," ujar emak bermonolog lagi.
"Dahlah males, punya emak gini amat." Elang pun segera bangkit dari duduknya dan berjalan menuju kamarnya yang berada di lantai atas. Tadi malam ia memang tidur di sofa ruang keluarga. Niatnya sih pengin nonton film horor sambil ngemil popcorn biar kayak di bioskop-bioskop gitu. Eh tahu-tahu ia malah ketiduran setelah minum segelas s**u hangat.
Bangke banget, kan?
Hampir setengah jam kemudian, Elang kini sudah memakai seragam sekolahnya. Cowok itu pun berjalan menuju meja dapur untuk sarapan pagi bersama emaknya tercinta.
Menarik kursi ke belakang, binar mata Elang nampak ceria ketika menangkap hidangan yang tersaji di meja makan. "Wahh kayaknya enak banget nih makanan. Yang buat siapa ya? Nggak mungkin emak, kan?"
"Iya, nggak mungkin emak yang masak," balas Emak.
"Tuh kan bener, mana mungkin emak Elang bisa buat makanan sebanyak ini?" ujar Elang lagi.
"Yaudah kau nggak usah makan aja sekalian. Sana minggat cari gebetan! Nggak ada jatah makan buat anak lucknut kayak kau!"
Elang yang sudah siap memasukan sendok ke dalam mulut, lantas berhenti dan menatap emaknya dengan pandangan terkejut. "Jadi Elang nggak boleh makan nih?"
"Nggak usah tanya-tanya, pergi aja sana dari rumah sekalian, kalo bisa nggak usah balik. Nyusahin mulu kau hidup di sini," ucap Emak menatap Elang sengit.
Cowok itu memayunkan bibirnya sambil berdiri dari kursi. Gurat wajahnya yang semula nampak senang ketika melihat hidangan maha dahsyat di atas meja, kini sudah berubah menjadi raut wajah kecewa. Elang mengeluarkan napas panjang.
"Eh mau ke mana kau tong?" tanya Emak ketika menyadari Elang yang sudah bergerak menjauh dari meja makan.
Elang menoleh ke belakang, kemudian memperhatikan emaknya seraya mengangkat sebelas alisnya. Elang masih mengunci mulut, memberikan emak peluang untuk berbicara lagi.
"Baperan amat jadi setan, emak cuma becanda kali. Sini makan dulu biar di sekolah otaknya nggak lemot kek HP emak."
"Wah ... Seriusan Mak?"
"Iya, emak cuma becanda. Kau makan yang banyak aja, kalo perutnya meledak tinggal di bawa ke rumah sakit," celetuk emak tanpa dosa.
Elang pun segera beringsut ke posisinya seperti beberapa saat lalu, duduk di kursi kebanggaannya. Cowok itu segara mengunyah makanan dengan lahap.
"Di sekolah jangan cuma cari gebetan doang. Belajar yang rajin biar bisa bahagiain emak," ujar emak sambil menatap anaknya yang masih dengan lahap memakan nasi beserta lauk pauknya.
Elang tersenyum lebar, seharusnya tadi ia tidak usah terbawa perasaan. Emaknya memang suka mengeluarkan candaan. Sepuluh menit ia habiskan untuk sarapan, akhirnya cowok itu pun kembali berdiri. Ia tidak mau terlambat, hukuman Bu Mumum-guru BK yang terkenal killer sangatlah s***s. Mana mungkin Elang berani berhadapan dengan beliau?
"Mak, uang saku dong," pinta Elang seraya menodongkan kedua tangannya. Ia tersenyum lebar hingga lesung pipitnya tercetak jelas.
"Mau berapa?"
"Kayak biasa aja."
"Sandinya dulu," ujar Emak.
Elang menghela napas kecewa. "Yah emak, pake sandi mulu perasaan. Sekali-kali nggak usah kek, Elang udah terlambat nih."
"Ya udah nggak bakal emak kasih uang."
Tidak punya pilihan lain, Elang pun mendesah kasar dan segera menuruti perintah sang emak.
"Orang utan lagi goyang itik, itiknya rambutnya gondrong. Wahai emak yang cantik, bagi Elang duit dong!"
"Nah gitu dong sahabat!"
Dan senyuman Elang terbit lagi ketika selembar uang berwarna biru mendarat ditangannya. "Makasih banyak mak, Elang berangkat dulu. Nanti kita nonton suara hati istri kalo Elang udah balik sekolah. Dadah emak." Cowok itu pun melambaikan tangannya dan segera keluar dari rumah.