"Sayang? Kapan kau akan masuk ke kamar?" tanya Hande dengan nada merengek manja.
Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam dan Lakeswara masih sibuk berkutat dengan setumpuk berkas di meja kerjanya.
"Sebentar lagi, Sayang. Tinggal beberapa lembar lagi dan semua pekerjaanku selesai." Lakeswara tidak menghiraukan Hande dan sibuk menatap ke lembaran berkas.
"Sebentarnya kapan? Sejak tadi sebentar-sebentar terus, tapi tidak selesai-selesai juga," tanya Hande mengeluh.
Sepulang dari kantor sekitar pukul lima tadi, Lakeswara langsung masuk ke dalam ruang kerjanya. Ia sengaja ingin mengulur waktu agar tidak berhubungan badan dengan istrinya. Ia merasa jijik mengingat Hande sudah sering tidur dengan laki-laki lain selain dirinya.
"Ini sudah selesai, Sayang." Lakeswara menunduk sekilas menatap istrinya yang setia duduk di pangkuannya.
"Oke, sekarang kita ke kamar." Hande beranjak turun dan berdiri sambil mengulurkan tangannya.
"Aku rapikan ini dulu." Pria itu merapikan berkas di meja. Kemudian, merengkuh tangan istrinya yang sedari tadi menunggu rengkuhan tangannya.
Mereka berdua pergi ke lantai dua di mana kamar mereka berada. Hande merebahkan kepalanya di bahu sambil memeluk lengan suaminya. Sampai di kamar, ia langsung melemparkan diri ke atas tempat tidur. Membuat beberapa gaya sensual untuk menggoda suaminya. Jika pria itu belum mengetahui kecurangan istrinya. Mungkin saat ini ia sudah langsung melompat dan menindih tubuh istrinya.
"Aku mandi dulu ya, Sayang. Kau tahu bukan kalau aku belum mandi sejak pulang tadi sore?" Lakeswara berusaha menghindar dengan berjalan ke arah kamar mandi.
Hande langsung beranjak duduk dan turun dari tempat tidur. Kemudian, ia langsung mengejar Lakeswara dan memeluknya dari belakang. Ia menggoyang-goyangkan buah dadanya yang besar agar suaminya tergoda.
"Kenapa?" tanya Lakeswara malas.
"Tidak usah mandi. Mandinya nanti sekalian saja habis itu," sahut Hande manja.
"Tidak bisa, Sayang. Aku tidak tahan lagi sudah sangat lengket," tolak Lakeswara.
Pokoknya, apa pun yang terjadi ia harus bisa menghindar. Ia tidak akan pernah mau menyentuh tubuh kotor Hande lagi.
"Aku tahu, tapi aku sudah tidak bisa menahannya lagi. Aku sudah tidak bisa menahan lebih dari tiga hari," ujar Hande terus berusaha membujuk.
"Cih! Tiga hari kau bilang? Aku yakin selama tiga hari itu kau sibuk bermain gila dengan selingkuhanmu," ejek Lakeswara dalam hati.
Lakeswara menyentuh kedua tangan Hande dan menjauhkannya dari tubuhnya. "Maaf, aku tidak bisa melakukannya. Aku sangat lelah hari ini."
Ia tahu, seberapa keras usahanya untuk mengulur waktu, ia tetap tidak akan bisa lepas dari Hande. Ia juga tahu, sekeras apa pun usaha Hande untuk menggodanya. Ia tetap tidak akan tergoda karena pikirannya selalu tertuju pada kecurangan Hande. Bagaimana bisa ia melakukannya, sedangkan pikirannya tertuju pada perbuatan curang Hande di belakangnya?
Bahkan juniornya tidak bisa merasakan sesuatu yang b*******h. Meski tangan Hande terus meremas dan terus menempelkan buah dadanya yang besar. Tetap saja tidak akan membangunkan junior yang sepertinya sudah mati karena dihianati.
"Ada apa denganmu? Tidak biasanya kau seperti ini?" tanya Hande heran.
Biasanya, mau selelah apa pun Lakeswara. Pria itu tetap mau memuaskannya. Mau jam berapa pun waktunya. Baik tengah malam setelah selesai bekerja lembur sekalipun. Pria itu tetap melakukannya, bahkan bisa sampai dua atau tiga ronde.
"Aku hanya lelah saja, Hande. Aku mohon, untuk kali ini saja," mohon Lakeswara.
"Baiklah, tapi apa kau ada masalah di perusahaan?" Hande membalikkan tubuh Lakeswara agar menghadap ke arahnya.
"Tidak ada. Aku hanya merasa lelah mengurus dua perusahaan," bohong Lakeswara.
Selama satu tahun ini, ia mengurus dua perusahaan sekaligus. Pertama perusahaan turun-temurun keluarga Candramawa dan satu lagi perusahaan Metrofood yang hampir satu tahun ini ia ubah menjadi Candramawafood.
"Kenapa tidak kau serahkan salah satunya saja pada Raga atau Oza? Kau bisa memilih salah satunya di antara perusahaan konstruksi dan Candramawafood," saran Hande.
Meski ia tahu Candramawafood tidak seberapa besarnya dibandingkan dengan PT. Candramawa TBK. Namun, ia sama sekali tidak keberatan, jika PT. Candramawa TBK harus diserahkan pada Ragana dan Ozawara. Ia hanya ingin suaminya lebih memiliki banyak waktu luang sekedar untuk beristirahat. Karena sejak pertama kali bertemu dengan Lakeswara, ia langsung jatuh cinta pada orangnya dan bukan pada harta kekayaannya. Namun sayangnya, ketulusan cintanya tidak bisa mengalahkan rasa ingin selalu dipuaskan. Jadi, wanita itu berkeliaran di luar dan meminta kepuasan pada pria lain. Padahal, sudah jelas-jelas ia mencintai Lakeswara dengan tulus.
"Belum saatnya, Hande. Kau tahu? Raga baru saja bergabung di perusahaan selama satu tahun. Ditambah, dia masih kuliah dan masih membutuhkan waktu satu tahun lagi menuju kelulusan. Tidak mungkin aku langsung menyerahkan perusahaan padanya. Aku juga tidak bisa menyerahkan Candramawafood pada Raga karena ada Abrina di sana. Kalau Oza, aku tidak ingin kedua keponakanku kekurangan kasih sayang ibunya. Aku juga tidak tega jika harus membiarkan Oza sibuk mengurus perusahaan," jelas Lakeswara terlihat sangat kelelahan.
Pria itu mengemban banyak tugas yang sangat berat. Selain PT. Candramawa TBK dan Candramawafood. Pria itu juga harus memimpin organisasi yang diturunkan ayahnya padanya. Sebenarnya, ia ingin sekali membagi beban itu. Akan tetapi, ia tidak tahu harus membaginya pada siapa. Ia hanya perlu menunggu sampai Ragana siap untuk menggantikan posisinya di PT. Candramawa TBK. Setelah itu, ia akan fokus mengurus Candramawafood dan organisasinya.
"Baiklah, aku mengerti. Semoga saja, semuanya berjalan dengan lancar dan kau selalu sehat." Hande mengusap-usap kedua lengan Lakeswara sebagai bentuk dukungan, "Ya sudah, sana kau mandi. Setelah itu, kau bisa istirahat." imbuhnya dengan raut tulus.
Hande menatap punggung Lakeswara yang kian masuk ke dalam kamar mandi. Ia menghela nafas panjang dan lekas berbalik. Melangkah dengan langkah lesu dan duduk di tepi ranjang.
"Apa sebaiknya aku menemui Oza saja? Setidaknya, aku harus mengatakan bahwa begitu berat beban yang harus Lake tanggung. Setidaknya, Oza bisa membantu meski hanya sedikit," batin Hande berkecamuk.
Wanita itu bangkit berdiri. Berjalan ke sana kemari dengan tangan kiri yang dilipat di depan. Ia terus menggigiti jari tangan kanannya seperti kebiasaannya ketika sedang bingung memikirkan sesuatu.
"Tapi, apa ini benar? Kalau sampai Lake marah bagaimana?" Hande benar-benar bingung dan tidak tahu harus berbuat apa, "Apa aku perlu kembali ke perusahaan dan membantu Lake? Tapi, aku tidak yakin Lake akan mengizinkannya."
Tak kunjung menemukan solusi terbaik membuat Hande frustasi. Ia mengacak rambutnya kasar dan melempar tubuhnya ke atas tempat tidur.
"Rasanya sia-sia saja aku memakai baju dinas ini," gumam Hande sambil menyentuh lingerie seksi yang sangat menerawang.
Lagi-lagi wanita itu menghela nafas berat. Ia merapikan posisinya dan menyelimuti tubuhnya. Tatapan matanya fokus ke atas menatap langit-langit kamar. Tubuhnya terasa gatal meminta dijamah. Namun, sepertinya malam ini ia harus menahannya.
"Aku harus menghubungi dia agar meluangkan waktunya untukku besok pagi."
Hande mengulurkan tangannya dan menyambar ponselnya di nakas. Kemudian, ia lekas menghubungi nomor telepon tanpa nama yang diketahui sebagai ban serep partner sexnya.
"Bisakah besok kita melakukannya lagi?"
"Tentu saja bisa. Kau mau kita melakukannya di mana? Hotel atau di apartemenmu?"
Pria itu sama seperti Hande. Pria gila s*x yang tidak bisa berhenti melakukannya barang sehari pun. Jadi, mendapat ajakan dari Hande membuatnya sangat senang.
"Hotel saja. Aku tidak ingin Lake curiga."
Mungkin sekitar dua atau tiga kali mereka melakukannya di apartemen Lakeswara. Meskipun semua terlihat aman tanpa ada rasa curiga dari suaminya. Akan tetapi, Hande tetap harus waspada.
"Oke. Mau pagi atau siang?"
Jika pagi, maka ia akan langsung bersiap tanpa pergi ke kantor lebih dulu. Jika siang, maka ia akan pergi ke kantor dan bergegas menyelesaikan pekerjaannya lebih dulu agar bisa melakukannya berkali-kali.
"Pagi saja. Aku sudah tidak bisa menahannya lagi."
Sekarang saja ia sudah kelabakan meminta kepuasan. Apalagi harus menunggu sampai siang.
"Memangnya malam ini kau tidak melakukannya dengan suamimu?"
"Tidak. Sepertinya Lake sedang banyak masalah dan dia menolak melakukannya."
"Sayang sekali. Kalau aku yang ada di posisi Lake, aku akan memintamu untuk memuaskanku. Setelah itu, masalah akan langsung bisa diatasi."
Orang bilang, melakukan hubungan intim bisa membuat seseorang merasa lebih relaks, mengurangi stres, dan lain sebagainya.
"Kau tidak tahu masalah apa yang Lake hadapi, Baby. Ya sudahlah, sampai ketemu di hotel biasa."
Hande mengakhiri panggilan bertepatan dengan Lakeswara keluar dari kamar mandi. Dengan raut canggung, wanita itu lekas meletakkan ponselnya di nakas.
"Sudah selesai?" tanya Hande basa-basi. Padahal ia berusaha memastikan, apakah Lakeswara mendengar pembicaraannya dengan selingkuhannya di telepon atau tidak.
"Mmm," sahut Lakeswara sambil mengeringkan rambutnya.
Pria itu keluar dari kamar mandi mengenakan kimono. Padahal biasanya, ia hanya memakai handuk putih yang hanya dililitkan di pinggangnya. Ia sengaja mengganti kimono agar tubuhnya lebih tertutup. Ia tidak ingin Hande semakin tergoda setelah melihat tubuhnya dan berbuat nekat dengan menerkamnya.
"Aku pakai baju dulu di ruang ganti," pamit Lakeswara.
"Kenapa? Biasanya kau pakai baju di sini, di depanku," tanya Hande heran.
Biasanya, sepasang suami istri itu suka sekali saling menggoda. Terkadang, Lakeswara membuka handuk yang melilit di pinggangnya sambil menunjukkan belalainya yang sudah mengeras. Terkadang juga Hande melakukan hal yang sama dengan membuka kimono dan menunjukkan aset berharganya.
"Aku lupa mengambil baju sebelum mandi, Sayang," sahut Lakeswara lembut berusaha agar Hande tidak curiga dengan perubahan sikapnya.
"Oh. Ya sudah cepat sana pakai baju. Setelah itu, kita tidur karena besok kau harus tetap pergi ke kantor," ujar Hande sambil mengayunkan tangannya agar suaminya bergegas pergi ke ruang ganti.
Tidak lama kemudian, Lakeswara kembali dengan memakai piyama berwarna biru dongker. Pria itu langsung merebahkan tubuhnya dan Hande langsung bergerak cepat menarik tangannya dijadikannya sebagai bantal. Memeluknya erat dan menghirup dalam-dalam aroma tubuhnya.
Ingin sekali rasanya bagi Lakeswara untuk menjauhkan tubuh Hande dan ingin sekali memunggunginya. Namun, ia takut istrinya akan curiga dengan perubahan sikapnya yang sangat kentara. Jadi, ia akan berusaha merubah sikapnya secara perlahan. Akan tetapi, ia akan langsung membuat alasan ketika Hande mengajaknya bertempur dalam peluh. Ia benar-benar jijik meski hanya membayangkannya saja.
"Tidurlah! Ini sudah terlalu malam," tukas Lakeswara mengecup kening Hande singkat. Tanpa penghayatan dan tidak ada rasa apa pun.
"Kau juga," balas Hande sambil membenarkan posisinya dan semakin menenggelamkan wajahnya di d**a bidang suaminya.
***
"Sepertinya aku akan pulang terlambat. Jadi, kau tidak perlu menungguku makan dan tidurlah lebih awal," kata Lakeswara sambil menyeka sudut bibirnya setelah selesai menikmati sarapan paginya.
"Iya," balas Hande singkat.
Wanita itu beranjak berdiri dan berencana untuk mengambil tas kerja Lakeswara yang ada di kursi sebelah. Namun belum sempat meraihnya, sang suami sudah lebih dulu mengambilnya. Ia menatap tangan kosongnya sejenak. Kemudian, ia berjalan mengikuti suaminya ke pintu depan.
"Apa aku perlu kembali ke perusahaan?" Akhirnya meluncur juga pertanyaan seperti itu dari bibir Hande.
"Tidak perlu. Aku masih bisa mengatasi segalanya sendiri," tolak Lakeswara sesuai dugaan Hande.
Jawaban pria itu memang sesuai yang Hande pikirkan. Namun, bukan jawaban singkat yang ia inginkan. Ia ingin suaminya marah seperti dulu karena ia membahas masalah kembali ke perusahaan.
"Baiklah. Hati-hati di jalan dan semoga harimu di perusahaan menyenangkan," ucap Hande mengulurkan kedua tangannya.
Seperti kebiasaan di setiap paginya. Lakeswara akan memeluk Hande dan mengecup keningnya. Namun kali ini, pria itu tidak ada niatan untuk melakukan kebiasaan itu. Akan tetapi, ia tetap harus melakukannya meski dengan sebuah keterpaksaan. Mengurangi rasa curiga yang hanya akan membuatnya kesulitan untuk menyelidiki Hande dan selingkuhannya.
Sementara Lakeswara beranjak keluar menuju lift, Hande bergegas masuk ke kamar dan bersiap. Ia tidak bisa berlama-lama di rumah dan terus menahan hasratnya.
"Kau mau pergi ke mana pagi-pagi begini?" tanya Lakeswara mengejutkan istrinya.
Ketika Hande berjalan menuju pintu dengan sangat terburu-buru karena tidak ingin terlambat. Tiba-tiba, Lakeswara sudah berada tepat di depannya. Entah apa yang membuat suaminya kembali padahal belum lama berangkat.
"Kenapa kau kembali, Sayang? Apa ada barang yang tertinggal?" Tidak tahu harus menjawab apa membuat Hande melempar pertanyaan balik. Ia lebih memilih mengabaikan pertanyaan suaminya.
"Ponselku ketinggalan di kamar." Lakeswara menatap Hande dari atas ke bawah, "Jadi, kau akan pergi ke mana?" ulang Lakeswara curiga.
Sebenarnya, Lakeswara sudah sampai di parkiran. Bahkan ia sudah masuk ke dalam mobil. Namun, ketika ia memeriksa saku jasnya. Ia tidak menemukan ponselnya di sana. Kemudian, ia teringat telah melewatkan ponselnya di kamar.
"Tunggu sebentar, biar aku ambilkan." Hande langsung berbalik pergi ke kamar dan mengabaikan dua kali pertanyaan yang sama dari Lakeswara.
Bagaimana bisa wanita itu mengabaikan pertanyaan suaminya sampai berkali-kali? Apa ia tidak takut dengan sikapnya ini akan membuat suaminya curiga?
"Aku tidak akan salah. Aku yakin, pasti Hande akan menemui selingkuhannya," batin Lakeswara dengan kedua tangan yang terkepal kuat.
Lakeswara berusaha menebak karena melihat gelagat aneh Hande. Terlebih, istrinya itu tidak meminta izin hendak pergi keluar rumah. Tidak seperti kebiasaan sebelumnya yang selalu meminta izin ke manapun ia pergi.