Hampir dua jam lamanya Ares masih bertahan duduk di birai jendela sambil memandangi jalanan yang gelap dan mulai sepi. Suara hiruk pikuk yang menjejali telingannya berangsur mereda. Hampir pagi dan semua orang sepertinya sudah bermimpi. Tidak pernah terbayang jika ia harus mengalami masa sesulit ini. Masa di mana ia harus terpisah dari orangtua, adik, dan juga wanita yang sangat dicintainya. “Ares ....” Panggilan lirih dari suara yang sangat familier di telinganya membuat Ares tersentak. Crystal. Ares celingukan mencari wujud dari si pemilik suara. Jantungnya berdetak kencang ketika otaknya berputar mencari solusi untuk meyakinkan diri jika suara itu hanya halusinasi belaka. “Ares, tolong aku!” Suara itu kembali terdengar dan semakin jelas. Idiot. Ares mengumpati dirinya sendiri. I