Ketika masa lalu menjelma di hadapannya, masa depan Ares berhenti dan membeku di sana. Wajah itu mengusik ketenangannya. Hingar bingar musik tiba-tiba saja menguap menjadi sunyi. Iris keemasannya berkilat terarah ke wajah si pelayan.
“Apa yang kau lihat?” tanya pelayan itu dengan aksen Inggrisnya yang kental.
Ares masih terpaku. Apa ada dua wajah yang benar-benar mirip di dunia ini? pikirnya.
Si pelayan itu berdiri. Ia terus menggerutu sambil memegang erat nampan di kedua sisinya agar tidak tumpah lagi. Sementara itu, Ares masih bergeming di posisinya beberapa saat sampai ia menyadari bahwa si pelayan telah menghilang dari hadapannya. Ares segera berdiri. Dengan indera penciumannya yang melebihi ketajaman penciuman vampir dan manusia serigala biasa, ia mencoba mencari jejak. Namun, harum tubuh si pelayan tadi menguap begitu saja. Ares kesulitan mendeteksinya. Ia menyesali kenapa ia hanya mampu terpaku menatapnya tadi.
Ares menyisir pandangannya ke seluruh penjuru hall. Si pelayan tadi seperti hilang tanpa jejak. Beberapa menit ia mengamati dan tak membuahkan hasil, frustrasi mulai mengancam ketegarannya. Ares bersumpah dalam hati akan menemukan si pelayan itu. Jika tidak malam itu, malam berikutnya ia pasti akan berhasil.
Ares berjalan ke luar dari kelab menuju pelataran parkir diiringi ingatan akan si pelayan tadi. Malam yang dingin dan sunyi. Tidak terdengar suara langkah-langkah manusia maupun desahan napas mereka di sana. Bahkan, angin malam pun enggan berdesir. Tatapan tajam Ares menangkap sesuatu yang tidak biasa dari malam-malam kebanyakan selama ia tinggal di Jakarta. Malam yang aneh, batinnya.
Kraaak! Suara ranting patah memecah kesunyian. Iris keemasan Ares berkilat semakin terang lalu beredar mencari asal suara. Kelab itu berada di tengah kota. Satu-satu pohon yang memungkin mempunyai ranting kering adalah pohon mahoni yang berdiri tegak di antara tanaman pagar di sebelah utara di sudut pelataran parkir. Letaknya yang menjorok ke dalam lahan parkir memungkinkan patahan ranting kering yang jatuh terlihat oleh Ares. Namun, Ares tidak melihatnya.
Kraaak! Sekali lagi telinga Ares menangkap suara yang sama. Perlahan, pria bertubuh tinggi lebih dari 185 cm itu mencium sesuatu yang mirip dengan bau tubuh lycannya.
Damn! Ia memaki dalam hati.
Netranya menangkap bayangan makhluk besar dari balik pohon Mahoni. Semakin jelas, ia melihat makhluk besar berbulu cokelat dengan telinga runcing menyerupai telinga serigala dan taring tajam yang berkilat. Makhluk itu menggeram. Kilat mata gelapnya menantang Ares dan Ares mengetahui hal itu.
Kuku Ares memanjang tajam secara otomatis, taringnya terbentuk tanpa dikomando, dan maswatanya berkilat terang seperti lampu pijar berwarna kuning. Ia siap melawan makhluk itu. Saat lycan cokelat itu lompat hendak menerjangnya, Ares berhasil menghindar. Dengan gerakan super cepat, ia menendang lycan itu tepat di bagian dadanya. Jatuh terjengkang dan meremukan beberapa meter persegi pavin blok yang menghampar di pelataran parkir, lycan itu berusaha bangkit lagi. Makhluk itu kembali mengerahkan kekuatannya untuk menyerang Ares. Ia menghambur mengarahkan cakarnya ke wajah Ares. Namun, lagi-lagi Ares mampu menguasai keadaan. Tanpa bertransformasi ke bentuk lycan, Ares mampu menghindar dan meraih pinggang makhluk itu. Ia berhasil membanting tubuh makhluk yang lima kali lebih besar darinya. Makhluk itu masih dalam posisi terlentang ketika Ares duduk dengan sebelah lutut dan mencekik lehernya. Lambat laun, makhluk itu bertransformasi ke bentuk manusia. Ia seorang pria berkulit hitam berambut keriting.
“Katakan siapa kau? Apa maumu?”Ares menginterogasi.
“A-aku... aku ....” Pria itu tampak gugup.
Ares tidak biasa bertele-tele. Ia mengangkat satu tinjunya dan siap melayangkan ke arah pria itu, namun tiba-tiba ia dikejutkan oleh jeritan yang membuatnya mengurungkan niat.
“Aaauw! Tolong! Ada yang berkelahi di sini!”
Ares memalingkan pandangannya ke arah si pemilik suara. Dia. Pelayan yang wajahnya mirip Crystal. Refleks, Ares melepas cekikannya di leher pria lycan itu. Tanpa tedeng aling-aling, pria lycan itu bangkit lalu melarikan diri.
Si pelayan tampak syok. Beruntung, di tempat itu cahaya sangat minim hingga kuku-kuku panjang dan tajam Ares yang kembali ke bentuk semula tak terlihat. Begitupun, dengan warna mata Ares yang berkilat terang.
Ares berdiri. Tubuh si pelayan gemetaran dan ia kembali menjerit saat Ares melangkah mendekatinya.
“Jangan dekati saya! Saya tidak punya uang! Jika kau mau, ambil saja tas ini.” Si pelayan mengulurkan tangan yang memegang sling bag-nya.
Ares bersyukur dalam hati si pelayan hanya menganggapnya orang jahat yang ingin merampok. Lalu, sebuah ide berkelebat di kepalanya.
“Gara-gara kau perampok itu lari,” ucap Ares dengan berpura-pura ketus.
“Bukankanya kau perampok—“
“Mana ada perampok berpakaian keren seperti ini?” potong Ares sambil menunjuk diri sendiri dengan matanya.
“Jadi, bukan kau—“
“Tentu saja bukan. Kau ini tidak bisa membedakan penampilan perampok atau bukan, ya?”
“Ya, kupikir kau perampok.” Pelayan itu mengembus napas kasar dan sesaat kemudian ia menyadari tentang Ares. “Hei, bukankah kau yang tadi menabrakku di dalam sana?"
Ares mengangguk. “Kenapa memangnya?”
“Kau membuatku kehilangan sepuluh persen gajiku. Aku minta ganti rugi,” cetus si pelayan dengan lantang.
Ares menarik kedua ujung bibirnya tersenyum. Gadis di hadapannya begitu polos. “Berapa gajimu?”
“Dua juta lima ratus ribu rupiah.”
“Semalaman kau bekerja, selama satu bulan, dan kau hanya dibayar sebesar itu?” tanya Ares dengan nada merendahkan.
“Aku hanya bekerja dari hari Rabu sampai Minggu. Tidak satu bulan penuh.” Pelayan itu melipat tangan di depan d**a. “Lagipula, aku beruntung mendapat pekerjaan ini. Aku bukan orang Indonesia. Aku hanya mahasiswa yang menyambi kerja.”
“Kau jauh-jauh datang dari negara asalmu ke sini hanya untuk kuliah sambil bekerja ....” Ares mengangkat alisnya dan menunjuk kelab dengan dagunya. “Di tempat itu?”
“Sudahlah jangan banyak tanya. Kau mau ganti rugi atau aku laporkan kau ke satpam bahwa kau yang memecahkan gelas dan botol bir itu?” Si pelayan mulai melancarkan intimidasinya.
“Aku ganti dua kali lipat gajimu.”
Mata si pelayan itu berbinar-binar. Ia senang bukan kepalang. “Kau tidak sedang bercanda, ‘kan?”
“Apa aku terlihat sedang bercanda?” Ares mengeluarkan ponsel dari saku celananya. “Berapa nomer rekeningmu?”
“Kau serius?” Si pelayan berjingkrak senang. Ia tersenyum penuh kemenangan.
“Berapa?” tanya Ares lagi.
“3240 ....” Si pelayan menyebutkan nomer rekening bank-nya.
Ares tertegun beberapa saat memandangi layar ponselnya. Ia menelan ludah dengan susah payah mencoba untuk tidak terpengaruh oleh apa yang tertera di layar ponselnya.
“Chrysant,” sebut Ares pelan hampir berbisik. Bahkan, nama si pelayan itu pun hampir sama dengan nama gadis pujaannya.
“Iya, namaku Chrysant Delvin. Kenapa? Ada yang salah dengan namaku?” Dahi pelayan bernama Chrysant itu berkerut.
Ares mengerjap-ngerjap. “No. Nothing. Aku hanya teringat nama kawan lamaku.”
“Baiklah. Kalau begitu kau bisa mentransfer ganti rugimu sekarang,” tutur Chrysant sedikit menekan.
“Done,” balas Ares setelah menekan tombol kirim dalam aplikasi Mobile Banking-nya.
Nada notifikasi terdengar dari ponsel Chrysant. Setelah ia memeriksa ponselnya, ia pun bersorak bahagia. “Thank you, Ares de Lioncourt. Oh iya, aku harus memanggilmu apa? Ares?”
“You are welcome. Kau bisa memanggilku Ares. Tapi, aku tidak cuma-cuma memberimu ganti rugi itu,” tutur Ares sambil menguburkan tangan ke saku celananya.
“Uang yang sudah masuk ke rekeningku tidak bisa diganggu gugat,” tandas Chrysant.
“Seandainya pihak berwajib tahu kau menyalahgunakan visamu—“
Chrysant memotong ucapan Ares sambil memelotot. “Kau mengancamku?”
“Tidak. Aku hanya ingin mengajakmu makan malam. Besok.” Ares tersenyum.
Chrysant membalas senyuman Ares dengan tingkahnya yang sedikit genit. “Untung kau tampan. Baiklah, kita makan malam besok. Kau yang traktir, ya.”
“Tentu saja. Mahasiswa miskin sepertimu mana punya uang.”
Chrysant mencubit kecil lengan Ares. Gadis itu meleburkan rasa was-was dan amarah Ares lantaran perkelahiannya tadi dengan lycan yang tidak dikenal. Ares melupakan sejenak siapa dirinya.
=====
Alice Gio