8. What Are You?

1125 Kata
 How badass I am! Ares mengumpati dirinya sendiri. Sorot kecewa sekaligus bahagia terpancar dari iris keemasannya. Pertanyaan apakah ia pantas bersenang-senang malam ini dengan Chrysant, sementara orangtua dan adiknya serta seluruh anggota pack-nya sedang berjuang mencari bukti ketidakbersalahannya terus bergelung di kepalanya. Di seberang meja kayu bundar Chrysant duduk dengan anggun. Gadis berambut cokelat itu mengangkat kedua ujung bibirnya membentuk senyuman. d**a Ares berdegup kencang menyadari betapa menakjubkannya senyuman itu. Senyuman itu milik Crystal. Ares mengerjap untuk mengembalikan kesadarannya. Ia mengalihkan pandangannya ke deretan jendela besar berwarna-warni dan bermotif mozaik di belakang Chrysant. Hatinya masih enggan untuk mengakui bahwa gadis itu, sedikitnya, sudah menguapkan ingatannya akan Crystal. Crystal is my true love. “Apa kau sekaku ini jika sedang berkencan?” celetuk Chrysant. Ares tersenyum tipis. “Apa kau sebut ini sebuah kencan?” “Biasanya, makan malam berdua, romantis....” Chrysant memutar bola mata hijaunya ke atas memandangi lampu kristal yang menggelayut di langit-langit restoran Italia tempat mereka makan malam, lalu melanjutkan ucapannya. “Ya, aku anggap ini romantis. Orang akan menyebutnya dengan kencan.” “Kencan biasanya berakhir dengan berciuman atau di tempat tidur. Kita hanya makan malam.” “Aku tidak keberatan jika kau menciumku.” Semburat merah mewarnai pipi Chrysant. Gadis itu tersenyum malu-malu. “Wow! Aku terkejut,” canda Ares. “Siapa yang menolak dicium pria tampan sepertimu. Apalagi kau sudah membayar ganti rugi dua kali lipat.” “Ternyata kau gadis yang menyenangkan.” “Kebanyakan pria yang mengajakku makan malam pasti menginginkan—” “Aku tidak. Belum.”Ares memotong sambil tersenyum. Ares hampir tidak bisa menikmati lasagna yang tersaji di atas meja. Konsentrasinya terpecah oleh ingatan akan Crystal yang melekat dan terus menghantuinya. “Kau tidak memakan lasagna-mu? Apa rasanya tidak enak?” pertanyaan Chrysant mengembalikan konsentrasi Ares. “Aku merasa jadi si kucing Garfield. Kau tahu, lasagna adalah makanan favorit si kucing lucu itu.” Ares mencoba mencari alasan. Chrysant mengedikkan bahu. “Seharusnya tadi kau tidak memesan lasagna. Fettucini Alfredo lebih baik untukmu,”  Fettucini Alfredo? Ares menyipitkan mata. Ia mendorong punggungnya menjauh dari meja lalu bersandar. Ucapan Chrysant tadi menyentaknya. Bagaimana mungkin gadis itu tahu makanan Italia favoritnya? Pikirnya. “Dari mana kau tahu aku suka makan makanan itu?” tanya Ares dengan suara mengintimidasi. Mata Chrysant membulat dan berbinar. Mulutnya terbuka sedikit seolah terkejut oleh kemenangan. “Jadi kau suka fettucini Alfredo? Harusnya kau pesan itu tadi.” Ares mengembus napas panjang. Bodoh sekali ia sudah berpikir jika Chrysant mengetahui apa yang hanya diketahui Crystal dan keluarganya. Ia berada ribuan mil jauhnya dari Brasov dan Summerdale. Chrysant adalah orang asing yang kebetulan bertemu dengannya dan berasal dari Inggris. Sungguh pemikiran yang tidak waras jika ia menganggap Chrysant mengetahui sesuatu tentang dirinya. Namun, suara detak jantung Chrysant yang kencang dan memekakan telinganya tidak bisa ia asumsikan sebagai sebuah kebetulan. Setelah makan malam dan menghabiskan beberapa jam mengobrol di sebuah kafe, Ares mengantar Chrysant pulang ke rumah indekos-nya di pinggiran kota. Dengan tangan terkubur di dalam saku celana jeans-nya Ares berjalan menyusuri gang sempit yang gelap dan sepi. Chrysant mengikuti langkah Ares di samping pria itu. Ia tampak santai berjalan di gang yang terbilang sedikit creepy tersebut. “Kau yakin tinggal di tempat seperti ini?” Pandangan Ares beredar ke tembok-tembok tinggi dan bagunan tua yang mengapit gang tersebut. “Mencari tempat tinggal murah sangat sulit di kota ini. Ya, ada harga ada barang.” Chrysant membalas dengan perumpamaan yang menjelaskan kondisi keuangannya. Malam belum matang, tapi tidak seorang pun terlihat melintas di gang sempit yang mempunyai panjang sekitar seratus meter itu. Hanya suara hewan pengerat yang menggaruk kayu dan tanah yang menyapa pendengaran Ares. “Apakah suasana di gang ini selalu seperti ini?” selidik Ares. “Tidak. Biasanya, ada saja yang melintas, bahkan beberapa pemuda kampung sini biasanya ada yang berkumpul di pinggiran gang untuk sekadar mengorol atau bernyanyi dengan gitar mereka. Namun, sepertinya malam ini mereka mengerti karena ada kau dan aku yang mau lewat.” Chrysant tertawa riang. Tawa ini bukan tawa Crystal. Perlahan Ares menyadari perbedaan antara Chrysant dan Crystal. Crystal tidak pernah seterbuka itu. Meskipun ceria, tapi ia selalu membatasi diri. Suara dentuman terdengar memecah langit. Ares dengan cekatan menarik tubuh Chrysant ke dalam dekapannya. “Ada apa?” tanya Chrysant terkejut. Ares mengedarkan pandangannya ke sekeliling tempat itu. Kewaspadaan muncul bagai perisai. “Ares, ada apa?” Chrysant mengulang pertanyaannya. “Dentuman itu.” “Dentuman apa? Aku tidak mendengar apa-apa,” tandas Chrysant. Ares mengerutkan dahinya. Ia melepaska Chrysant dari dekapannya. “Kau tidak mendengarnya?” Chrysant tertawa. “Jangan modus, ah. Kalau kau ingin memelukku, bilang saja. Tidak usah beralasan.” Ares masih memandangi Chrysant dengan tatapan heran. “Suara sekencang itu dan kau tidak mendengarnya?” “Suara apa?” Chrysant merentangkan tangannya. “Apa? Tidak ada apa-apa. Kurasa kau perlu memeriksakan telingamu ke dokter THT.” Ares masih meyakini apa yang ia dengar barusan. Dentuman itu terdengar jelas sekali di telinganya. Ia tidak mungkin sedang berhalusinasi. Ia pandai mengendalikan diri, kecuali malam itu bersama Crystal. Baru saja menghela napas dan mengalah pada keadaan jika ia memang salah mendengar, tiba-tiba ia melihat sekelebat bayangan di ujung gang. Oh, sial!   Ares menarik tangan Chrysant lalu berbalik dan berjalan cepat ke arah berlawanan. “Ares, rumah indekosku di sana!” teriak Chrysant. “Kita pergi dari sini.” “Ares!” Chrysant menepis cekalan Ares dari tangannya. Ia berhenti melangkah dan wajahnya terlihat geram. “Tidak ada waktu untuk menjelaskan. Kalau kau tidak mau mati di sini, ikut aku.” Ares berusaha meraih tangan Chrysant, namun gadis itu menepisnya. Raut wajah geram Chrysant berubah menjadi raut wajah penuh ketakutan. Dadanya naik turun dengan cepat dan tubuhnya gemetaran. “Siapa kau?” “Chrysant, aku mohon. Ikut aku sekarang.” “Tidak. Tidak mau!” “Chrys.” Tatapan Ares menangkap pria berwajah pucat, bertudung, dan  berjubah hitam yang semakin mendekat. Dalam beberapa detik, pria itu sudah berdiri di belakang Chrysant. “s**t!” Ares menarik tangan Chrysant hingga gadis itu berada dalam dekapannya lalu berputar dengan kecepatan secepat kecepatan gelombang suara dan membiarkan Chrysant berada di belakangnya. Chrysant kebingungan melihat ada pria di sana yang tiba-tiba muncul. “Ares—“ “Diam.” Potong Ares, membuat Chrysant tak lagi bertanya. Kini, Ares dihadapkan pada dilema. Ia bingung bagaimana harus bertindak. Pria itu tidak bisa mempelihatkan jati diri sebenarnya pada Chrysant. “Siapa kau?” tanya Ares pada pria berjubah itu. “Kau tidak perlu tahu siapa aku. Yang jelas kau harus mati malam ini di tanganku.” “Vampir sialan!” Ares menerjang vampir berjubah itu. Tanpa ia sadari ia bertransformasi ke dalam bentuk lycan. Pergulatan terjadi antara Ares dan vampir itu. Ares meninju dan menendang. Cakarnya berhasil merobek pipi vampir tersebut. Ares terus mendesak vampir itu hingga tidak berdaya dan tersudut ke salah satu dinding rumah tua yang mengapit gang itu. Tangan lycan Ares mencengkeram leher vampir itu lalu ia kembali bertransformasi ke bentuk manusia. “Siapa yang menyuruhmu, Alter sialan?!”  Ares mengintimidasi. “Tidak ada.” Ares mengencangkan cengkeramannya dan membuat vampir alter itu mengerang. “Siapa?” “Kings.” Akhirnya vampir alter itu membuka suaranya. Ares tersentak. Dadanya tiba-tiba dipenuhi rasa cemas. Ayah Crystal ternyata tidak menerima keputusan Valkyries. Orang tua itu menginginkan kematiannya. Ares melepas cengkeraman tangannya dan membiarkan vampir tak bertuan itu melarikan diri. Ia mundur beberapa langkah. Kepalanya masih dipenuhi rasa tidak percaya. Ferdinant tidak memercayai apa yang dilihat dewi-dwei kebijakan itu. Ares berbalik. Ia melihat wajah pucat Chrysant yang ketakutan. Tubuh gadis itu seperti terserang hipotermia, bergetar hebat. Mata hijaunya melebar dan mulutnya terbuka. “Chrys ....” “Makhluk apa kau?” tanya Chrysant dengan suara bergetar. ===== Alice gio
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN