CHAPTER 7

1957 Kata
“Ke mana bos kalian pergi?” tanya Aaron mengancam, marah tak bisa menemukan Manaka saat ia pulang dari sebuah misi. Meskipun suaranya terdengar halus dan wajahnya masih berbalut dengan senyuman, tapi kesan jahat menakutkan tetap terasa lebih dominan di depan anak buah Manaka. Sedikit demi sedikit, pengikut Manaka itu mulai bisa melihat dibalik bulu domba Aaron. Terutama ketika laki-laki cantik ini tengah berdebat dengan bos mereka. Mereka bahkan sudah bisa menebak alasan kaburnya Manaka, tapi mau diancam seperti apa pun juga ... mereka tetap saja tak tahu. “Kami benar-benar tak tahu. Bos hanya bilang akan pergi merantau sementara. Dulu juga sering seperti itu. Pergi entah ke mana dan kembali tanpa kabar,” jelas salah satu dari perwakilan. “Tifa, sudah dapat lokasinya?” Aaron lalu melemparkan pertanyaan pada Tifa. Asistennya disuruh melacak Manaka dari benda-benda yang dipasang Aaron secara diam-diam. Tifa menggeleng. “Dia merusak semuanya, atau berada di tempat tanpa jaringan.” Hasilnya nihil. Bukan Manaka yang merusak, ia bahkan masih belum sadar. Memang kebetulan saja, kampung halaman Manaka itu tak punya jaringan apa pun. Cara andalan Aaron sudah gagal. Sang domba begitu emosinya, bersumpah akan merantai Manaka kalau sudah ketemu, tak akan mengampuni hanya dengan sedikit hukuman ringan seperti yang sudah-sudah. “Lacak semua kamera pengawas dari sini, cari sampai tempat yang bisa terjangkau.” Aaron sudah meminta. Perintah mutlak tuannya memang sulit, tapi tidaklah mustahil. Tifa tahu apa yang harus dia lakukan untuk mencari Manaka. Dimulai dari kamera pengawas depan kantor, lalu mengikuti kamera lalu lintas dan fasilitas umum lainnya. Tifa berhasil menemukan rekaman terakhir Manaka hingga stasiun tempat ia turun. Selanjutnya ia menyelidiki properti Kusaka yang mungkin berada di kota itu, hingga apa pun hal terinci mengenai Manaka sejak laki-laki itu lahir. Dari situlah, alamat kakek dan nenek Manaka di temukan. Dari catatan kunjungan liburan musim panas Manaka beberapa tahun silam. “Ini, Tuan Aaron. Alamat tempat mainanmu bersembunyi. Mau kutemani pergi menjemputnya?” Tifa memberikan secarik kertas tulisan tangannya, menyalin dari data hasil penelusuran itu. Aaron segera mengambilnya, memakai mantel dan memutuskan untuk pergi saat ini juga. “Siapkan saja helikopter, kautinggal di sini menjaga Emery,” perintah Aaron. Sebelum ia keluar dari kantor Manaka menuju sebuah hotel milik ayahnya. Tempat helikopter pribadi itu diparkirkan. “Apa yang akan bosmu lakukan pada bos kami!” Jadinya ya begitu, Tifa yang disergap oleh sekumpulan laki-laki garang itu. Bukannya takut, yang dia Tifa menyeringai licik. “Sesuatu yang sangat berkesan seumur hidup. Ah, sangat menyenangkan! Mengikuti Tuan Aaron memang pilihan hidup terbaik yang kupilih.” Ia tertawa jahat, sama seperti bosnya. Setidaknya, itulah yang terlihat oleh anak buah Manaka. *** Aaron sampai ke depan rumah kakek Manaka dalam satu jam. Ia turun dari helikopter dengan mencolok. Membuat penduduk lokal mengelilinginya untuk melihat. Baru pertama kali ada helikopter datang ke sana, di depan halaman rumah orang pula. Belum lagi penumpangnya, begitu tampan berbalut setelan jas serba hitam. Sepatu pantofel mengkilap, dengan tataan rambut yang begitu rapi. Lalu mantel panjang yang membungkus tubuhnya dengan sempurna. Sosok Aaron saat bekerja memang khas mafia sekali. Namun, tak sedikit pun wajah mudanya itu menghilangkan kesan karismatik yang mendominasi padanya. Aaron yang saat ini terlalu marah, bahkan tak peduli lagi dengan akting domba imut andalannya. Yang ia tunjukkan adalah dirinya yang sesungguhnya, laki-laki berbahaya begitu posesif penuh obsesi pada Manaka. “Masuk, cari dan seret keluar gangster itu,” perintah Aaron pada dua orang bawahan yang ia bawa. Mereka segera menerobos masuk, mencari ke seluruh rumah dan halaman. Sementara Aaron menunggu di depan pintu helikopter yang terbuka, bersiap melemparkan masuk Manaka begitu tertangkap. “Tuan Aaron, tak ada siapa pun di dalam,” lapor kedua orang itu begitu kembali lagi dalam lima menit. Jadi begitu, Manaka pastinya sudah kabur dan bersembunyi saat melihat helikopter mencolok itu terbang rendah. Namun itu bukan masalah, desa kecil seperti ini tak akan sulit untuk digeledah. “Berpencar, cari sampai ketemu!” Aaron hanya perlu menyurut dua orang itu mencari ke sekeliling, bertanya pada penduduk lokal di mana keberadaan Manaka. Dengan tampang preman dan badan besar itu, pastinya sangat mudah untuk diingat oleh orang-orang. Pada saat orang-orangnya mulai bergerak, mata Aaron menemukan gelagat aneh dari seorang laki-laki setengah baya. Ia lari dari sana, padahal penduduk lain masih berkumpul di sini. Saling bertanya sama lainnya apa yang sebenarnya terjadi. Hanya ada satu alasan. Orang itu tahu Aaron datang mencari Manaka, orang yang mungkin tahu keberadaan pacar tukang kabur itu. Aaron lantas segera berlari, mengejar orang itu dengan segala kemampuan yang ia punya. Menangkapnya begitu berhasil disusul. Tak sulit, dia hanya perlu melompat ke punggung orang itu, menggunakan berat tubuhnya untuk menindih tawanan. “Kenapa kau lari? Kautahu di mana Manaka, bukan?” Aaron tak berbasa-basi, langsung mencengkeram rambutnya memaksa kepala pria itu mendongak. Dia menggeleng dengan kuat. Paman penjual ramen itu mengira Aaron mencari Manaka untuk mencelakainya, mengingat seperti apa kelakuan Manaka selama ini. Gangster bodoh yang sudah sering dicari orang untuk balas dendam. “Aku tanya sekali lagi, di mana pacarku yang bodoh itu berada?” tanya Aaron, mengulangi dengan kalimat berbeda. Pria itu tertegun. “Pacar ...?” Siapa? Manaka? Tapi bukannya orang ini laki-laki juga? Atau jangan-jangan wanita? Berhubung wajahnya cantik sekali dan terkadang wanita asing memang banyak yang tinggi-tinggi. “Um, permisi ... aku kalau kalian sibuk, tapi boleh aku tanya jalan?” Pas itulah, satu laki-laki berpenampilan terlalu rapi di kampung begini muncul, bertanya jalan. Tak merasa terganggu sama sekali melihat adegan penyergapan itu. “Sebenarnya istriku kabur dari rumah dan seingatku rumah orang tuanya di desa ini. Kenal Haruna Kisaki? Itu namanya saat dia masih tinggal di sini dulu.” Malah bertanya soal istri sekarang. Si Paman sampai berkeringat dingin. Kenal pasti kedua orang yang mereka cari, tahu juga kalau Manaka dan Haruna akhir-akhir ini sedang jalan berdua. Makan di kedainya dengan mesra, atau sebut saja sedang berselingkuh. “Apa kamu tahu?” Suami Haruna bertanya ulang. Aaron mengamati perubahan reaksi paman itu, dia segera bisa membaca keadaan. “Orang ini tahu di mana istrimu dan pacarku sedang berselingkuh, benarkan?” Tuding Aaron, lebih ke sebuah jawaban pasti. “Hah!?” Suami Haruna tercengang. Lihat Aaron dari ujung kaki sampai ujung kepala, tak yakin orang ini laki-laki atau perempuan, tapi yang pasti lebih tinggi darinya.   Di saat itulah, bawahan pria itu datang menghampiri mereka. “Tuan Direktur, tolong jangan menghilang seenaknya.” Disusul orang bawahan Aaron dari arah berlawanan. “Tuan Aaron, kami telah menemukannya. Dia berada di kedai ramen dekat sini.” Kedua orang itu segera melapor, membuat paman pemilik kedai tak sanggup melakukan apa pun lagi. Aaron melepaskan pria itu, merapikan baju saat berdiri. “Tunggu apalagi. Ke sana dan tangkap. Jika ia melawan, patahkan kakinya,” perintah Aaron. Akhirnya terjawab juga rasa penasaran suami Haruna. Nama dan suara rendah itu telah menegaskan, kalau Aaron laki-laki. “Tapi masa istriku sungguh berselingkuh dengan pacarmu? Tidak apa-apa mematahkan kaki seorang wanita, itu terlalu kasar.” Sudah itu gampang penasaran, nekat bertanya pada orang yang sudah jelas-jelas berbahaya seperti Aaron. “Kasar? Kurasa aku malah terlalu lembut padanya. Pacarku tersayang itu, seorang laki-laki. Putra yakuza dengan kelakuan buruk.” “Jadi begitu, mereka sungguh berselingkuh.” “Aku yakin 100%, tapi tak perlu cemas. Aku tak akan menyakiti istrimu, selama kau mengurusnya dengan benar.” “Terima kasih, kau sungguh murah hati.” Aaron rupanya mau menanggapi, tahu-tahu saja berjalan santai dengan laki-laki itu. Mereka saling berbicara mengenai pasangan mereka, mengabaikan bawahan sang suami yang sudah ketakutan bersama dengan paman pemilik kedai di belakang mereka. Mereka sampai kurang dari tiga menit. Bawahan Aaron sudah terkapar di tanah depan kedai. Pelakunya Manaka yang melawan, terlihat sok hebat di depan wanita bersuami itu. “Bawahanmu kalah, bagaimana? Bawahanku tak bisa berkelahi.” Aaron makin marah, tak lagi mendengarkan sekeliling. “Tiga kali. Beraninya kau berselingkuh dari ku sampai tiga kali,” desis Aaron. Manaka akhirnya sadar juga akan keberadaan Aaron. Dari tadi ia pikir orang-orang berjas hitam itu suruhan suami Haruna, tak tahu kalau Aaron punya anak buah lain selain prajurit di rumah itu. “A-Aaron!? Aku tahu! Kau memang sudah menjual jiwamu ke iblis. Bisa melakukan apa saja dan tahu apa saja. Aku kabur tanpa bawa kartu kredit dan tak memberitahukan pada siapa pun!” Namun Manaka masih belum sadar semarah apa Aaron, dikira kemarahan seperti yang biasa. Melihat Aaron menjalan mendekat, bawahannya segera ke pinggir memberi jalan. “Berteriaklah semaumu, Manaka. Karena hari ini aku akan memotong batangmu, agar kau tak kegatalan terus seperti kucing di musim kawin.” Salah satu di antara mereka menyodorkan sebuah pisau pada Aaron, paham kalau itu yang tuannya inginkan setelah mendengar kata-kata Aaron untuk Manaka. Aaron menerimanya tanpa ragu, berjalan dengan cepat mendekati Manaka. Akhirnya Manaka paham juga, kemarahan Aaron kali ini jauh lebih parah dari biasanya. Refleks ia melarikan diri, lupa pada keberadaan Haruna yang tadinya mau ia lindungi. Sayangnya Aaron bisa mengejar dengan cepat, menyerang dengan kuat. Memukul wajah Manaka hingga tubuhnya terjungkal jatuh ke tanah. Kemudian ditendang hingga bergelinding menabrak dinding kedai. “BERHENTI AARON! KEGILAANMU ITU SUDAH BERLEBIHAN SEKARANG! POSESIFMU ITU TAK WAJAR TAHU!” teriak Manaka putus asa. “ARGHHH!” Detik berikutnya, teriakan protes itu berubah jadi teriakan kesakitan saat pisau Aaron menancap di pahanya. “Ups. Aku melesat, lain kali tidak lagi. Satu perselingkuhan, 1 cm yang kupotong.” Pisau itu ditarik lagi, diangkat tinggi untuk ditancapkan sekali lagi. “Kumohon hentikan!” Haruna menahan tangan Aaron, mencoba melindungi Manaka. “Jadi, kau rela kutusuk untuk menggantikannya? Bagaimana kalau aku minta jari kelingkingmu?” Aaron mulai menguji, merasa kalau perempuan kali ini beda dengan w************n sebelumnya. Kalau mereka memang tulus, Aaron mungkin akan mengampuni. “Ka-kalau begitu ambillah!” Haruna benar-benar menyerahkan tangan kirinya pada Aaron, rela kehilangan jari demi Manaka. Aaron menurunkan pisaunya segera, kehilangan segala emosinya. Dia lemah pada orang yang tulus, tak tega melukai sosok yang dipenuhi oleh cinta. “Kau berjanji tak akan melukainya, jangan bawa-bawa Haruna pada pertengkaran kekasih kalian. Akan kubawa istriku pulang, disiplinkan pacarmu sendiri.” Belum lagi suaminya itu, berani menawan Aaron untuk melindungi wanita yang sudah mengkhianatinya. “Aku benci pasangan bodoh. Kalian boleh pergi, aku tak akan mengambil jari siapa pun,” kata Aaron. Ia melepaskan mereka setelah melihat bagaimana sepasang suami dan istri itu saling meminta maaf, berbaikan ketika bisa melihat ketulusan pasangan masing-masing. Ia bisa tahu, kalau mereka memang saling mencintai dan akan bisa menjalani hidup bahagia saat pulang. Perselingkuhan dengan Manaka hanyalah perasaan sesaat dan pengorbanannya itu mungkin hanya rasa tanggung jawab saja. Namun, bagaimana dengan hubungannya sendiri? Adakah rasa tulus atau cinta di dalamnya? Apa mungkin, kali ini juga ... Aaron harus melepaskan mainan favoritnya sebelum rasa tertarik itu berubah menjadi cinta? Ketika Aaron menoleh kembali ke Manaka, pria itu malah mencoba kabur lagi. Tak peduli dengan kaki yang terluka. Selama bisa lari darinya. “Manaka, apa kau sebegitu inginnya putus denganku? Sebenci itu kau padaku?” Aaron tak tahu kenapa ia bertanya, tapi ia tahu kalau ia ingin tahu jawabannya. Perasaan Manaka yang sesungguhnya. “Masih tanya juga!? Itu sudah jelas. Kau egois, sadis, posesif, obsesif, bermuka dua! Siapa yang mau jadi pacarmu? Sejak awal juga kau yang mengancamku untuk berpacaran denganmu!” Ah, jadi begitu ... sekarang Aaron tahu kenapa ia bertanya. Rasa sakit saat mendengar jawaban dari Manaka telah menjawabnya. Dia telah jatuh cinta kepada Manaka, itulah kenapa dia begitu keras memperlakukan laki-laki itu. Kenapa dia begitu marah saat Manaka kabur darinya. Semua yang ia rasakan selama ini bukan rasa tersinggung, tapi cemburu. Aaron tak pernah jatuh cinta sebelumnya, jadi dia tak bisa membedakannya dengan jelas, hingga semuanya telah terlambat untuk diperbaiki. Ia sudah terlanjur menumbuhkan racun dan rasa benci untuknya di hati Manaka. “Aku mengerti. Kita putus sekarang, kau bebas.” Aaron menyerah, pulang dengan tangan kosong meninggalkan Manaka dengan kebebasan yang laki-laki itu inginkan. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN