bc

His Possession

book_age18+
2.0K
IKUTI
21.3K
BACA
murder
BDSM
possessive
mafia
gangster
drama
twisted
mxb
like
intro-logo
Uraian

[Angelo Series book 11]

[Peringatan : Mengandung konten l***q]

Setelah Aaron berhasil membuat Manaka menjadi pacarnya, ia memutuskan untuk pindah permanen ke Tokyo. Sejak itulah kehidupan Manaka menjadi kacau, kebebasannya terkekang. Bisnis peminjaman uang ilegal miliknya mulai dicampuri oleh Aaron. Bahkan dengan siapa ia berteman, pakaian apa yang ia pakai dan makanan apa yang ia makan pun, harus Aaron yang tentukan.

Manaka terbiasa hidup bebas, maka dari itu ... seorang pacar dengan sifat posesif di luar batas bukanlah apa yang ia inginkan. Manaka menjadi muak pada Aaron, ia mulai menyesal membuat perjanjian berpacaran dengan laki-laki itu.

Ia mulai melakukan segala cara untuk membuat Aaron mencampakkannya. Mulai dari memberontak, menghilang sesukanya, hingga berselingkuh di depan Aaron. Apa pun itu, selama ia bisa memutuskan ikatan bernama berpacaran dengan Aaron.

“Aku seorang yakuza, seekor binatang buas! Bukan anak kucing yang bisa kaukurung di dalam kandang!” – Manaka.

“Lalu kenapa? Itu menurutmu. Menurutku, kau memang anak kucing yang manis. Mainan favoritku.” – Aaron.

Kisah cinta gelap penuh kegilaan antara yakuza dan mafia.

Siap ikut terbawa ke dalam cerita penuh luapan emosi dan intensitas?

© 2019 Dhew

chap-preview
Pratinjau gratis
CHAPTER 1
Di sebuah gang yang sepi, Manaka terduduk memegangi kepalanya. Terasa sakit dengan darah bercucuran dari pelipis. Ia baru saja lolos dari kejaran orang-orang yang berkelahi dengannya. Habis kabur dari Aaron, dia malah tak sengaja perpapasan dengan sekelompok orang yang ia hajar bulan lalu. Ya, iyalah mereka ingin balas dendam. Mumpung Manaka sendirian, tak bersama dengan sekumpulan anak buahnya. Beginilah hasilnya, dia dikeroyok hingga babak belur. Terpaksa lari bersembunyi di gang sempit. “Cari dia! Jangan biarkan lolos!” Mendengar suara itu, Manaka masuk semakin ke dalam gang. Menyembunyikan badannya di balik sebuah celah antara bangunan. Ia menutup mulutnya rapat, menahan napas ketika suara langkah kaki perlahan mendekat padanya. “Ada bercak darah di sini,” kata salah seorang pengejar. Jantung Manaka sudah berdebar kencang, takut-takut bakal tertangkap. Minimal kali ini, ia bakal patah tulang. Mengingat apa yang ia lakukan pada teman mereka bulan lalu, membuat pria itu masuk ruang ICU dan hingga kini belum sadarkan diri. “Aku menemukannya!” teriak orang itu lagi, memanggil teman-temannya yang berada di jalan besar. “Sial!” umpat Manaka. Mengepalkan tinju memukul orang itu, lalu lari ke dalam gang. Berbelok ke gang lainnya, hingga ia bertemu dengan jalan buntu. Kepala Manaka semakin sakit dan pandangan matanya sudah sangat mengabur ketika ia melihat seseorang berlari ke arahnya. Suara jeritan dan makian menggema dalam kepalanya, bercampur aduk begitu kabur. Ketika orang itu berhasil menyentuh tubuhnya, Manaka kehilangan kesadaran. “Dasar bodoh, inilah akibatnya kalau lari dari ku.” Rupanya itu Aaron, si domba jahat yang berhasil menyusulnya setelah memukul habis sekelompok orang yang menyerang Manaka tadi. Tak sia-sia Aaron memasang alat pelacak di dompet Manaka, sepatu, anting dan bahkan jam tangannya. Apa pun yang biasa pria itu bawa ke mana-mana. Tindakan pengekangan itu tentu saja tanpa sepengetahuan Manaka. Aaron terlalu pintar untuk bisa terbaca oleh Manaka, terlalu berhati-hati untuk bisa dipergoki. Dan inilah hasilnya, dia selalu bisa dengan mudah ditemukan tiap kali berupaya kabur dari jeratan pacar posesif itu. Aaron lalu menggendong Manaka di punggungnya, membawanya ke rumah sakit untuk diobati. Dia duduk di samping tempat tidur, baca buku kutukan aneh sambil menunggu Manaka siuman. Dokter bilang itu hanya luka luar, bisa pulang setelah Manaka sadar. Beberapa jam berlalu. Manaka membuka matanya, bangun sambil memegangi kepala. Hal pertama yang ia lihat adalah senyuman memesona Aaron, tapi jangan salah! Senyuman itulah tak membuat Manaka senang, justru sebaliknya. Membuat bulu kuduknya merinding. Soalnya senyuman Aaron selalu berbumbu racun. Semakin manis, semakin berbahaya pula. Lihat saja manik mata cokelat itu, begitu mengancam. “Sakit? Sudah kusuruh diam di rumah dan kau malah keluar, itulah akibatnya,” kata Aaron dengan nada bicara halus, tapi tetap terasa mengancam bagi Manaka. Manaka menelan ludah. “Siapa yang betah seharian di rumah! Kau itu selalu saja begitu, seenaknya padaku! Pulang ke rumahmu sendiri, jangan tinggal di tempatku hanya untuk bertingkah seperti ibuku!” Ia memaksakan nyalinya untuk melawan, protes atas sikap semena-mena Aaron. Di awal berpacaran, Manaka menerima karena tahu Aaron tak tinggal di Jepang. Ia kira mereka bakal LDR, ketemu setahun dua atau tiga kali. Kalau tahu Aaron bakal menetap di sini, dia tak akan menyetujui kesepakatan sialan itu. “Kamu mengusirku?” Sekarang Aaron pasang wajah terluka, mata berkaca-kaca seakan tetesan air mata akan jatuh kapan saja. “Kenapa kau menangis!? Kaulah yang mengancamku, tapi selalu kau juga yang bertingkah seperti korban!” Manaka emosi seketika. Kepalanya masih sakit dan Aaron sialan itu malah membuat drama. “Aku tak menangis. Hiks,” bantah Aaron, tapi menangis palsu. “Kalau kau mengusirku, lalu aku harus tinggal di mana?” Manaka jelas makin emosi. “Ke rumah kakakmu! Dia tinggal di dekat rumah ayahku! Di hotel keluargamu, atau beli saja rumah sendiri! Kau kaya raya!” Dia tidak mengusir seorang tunawisma. Aaron punya segalanya, isi dompetnya banyak kartu kredit hitam tanpa batas. “Emery sudah mengusirku dan sekarang kau juga tega?” “Kau sialan sekali, pantas saja diusir!” Manaka tak mau bersikap baik, dia tahu Aaron sedang menipunya. Manaka pernah curi dengar saat ibu Aaron menelepon pacarnya itu, mereka bicara soal Aaron bisa pakai uang tanpa batas. Nikmati hidup dan lakukan apa yang dia mau sebelum menjadi dewasa dan harus memegang tanggung jawab. Bajingan itu dimanja luar biasa. Kasihan padanya adalah sebuah ketololan. Mana ada remaja umur 17 tahun sebebas dan seenak Aaron? Punya penjaga pribadi yang bisa melakukan apa pun untuknya. Manaka saat seumur Aaron malah dipukul terus sama ayahnya, gara-gara hampir tiap minggu ditangkap polisi. Tak naik kelas dua kali, terkena tekanan batin setiap kali ada ujian. Ini si Aaron? Tak sekolah saja tak apa-apa! “Jahatnya!” Aaron makin drama, sudah menangis manja minta dihajar. Pas itu, tirai yang menutupi mereka terbuka dari samping. Seorang penghuni tempat tidur sebelah. “Bagaimana bisa kau berkata sejahat itu pada pemuda baik-baik seperti itu? Dia sudah susah-payah menggendongmu kemari.” Seorang kakek kolot tak dikenal, tapi suka ceramahi anak muda nakal seperti Manaka. Pantas saja Aaron berpura-pura cengeng dari tadi, rupanya dia sudah tahu kalau di ruangan ini tak hanya ada mereka berdua. Demi setan! Manaka sudah muak! “Ayo pulang, aku sudah sembuh!” teriak Manaka. Ia menarik tangan Aaron mengikutinya, tak mau mendengar saat si kakek mulai ceramah. Pas itu, Aaron menyeringai licik. Puas berhasil membuat Manaka tak jadi mengusirnya. “Oke, kita bisa langsung naik taksi. Ada banyak di luar, aku sudah bayar biaya pengobatanmu,” jawab Aaron sok manis. “Kalau punya uang untuk bayar rumah sakit dan naik taksi, sewalah tempat tinggal!” Manaka kesal lagi, tangan Aaron di genggamannya sudah memutih diremas kuat-kuat.   “Aku tak mau,” jawab Aaron jujur. Tak ada orang, jadi dia tak berpura-pura. “Cih! Sudah kuduga.” Manaka lelah, tiba-tiba kepalanya sakit lagi. Ia berhenti melawan untuk kali ini. Besok saat sudah sembuh, baru dia pikirkan cara lain untuk putus dengan Aaron. *** Ketika bangun di pagi hari, sosok Aaron lagi yang ia lihat. Menyakitkan mata dan melelahkan hati. Baru kali ini ia sebegitu tak inginnya melihat laki-laki dengan kecantikan universal. Wajah yang terlihat maskulin, tapi begitu cantik. Di lain waktu, bisa amat manis dan seksi. Bahkan tubuh Aaron begitu bagus. Ramping setinggi 180 cm, berotot pas. Mau dilihat dari arah mana saja, selalu tampak bagus. Lebih menarik dari model pakaian dalam laki-laki. Kulit yang bersih, tanpa noda maupun bekas luka secuil pun. Manaka sampai kadang tak percaya, kalau Aaron anak mafia. Aaron menoleh, tersenyum culas. “Sudah puas mengagumi pesonaku?” Tahu saja sedang diperhatikan oleh Manaka. Padahal pria itu sedang duduk minum teh di beranda dan Manaka ada di atas tempat tidur. Ada gorden melambai-lambai yang menjadi pembatas di antara mereka. “Kau terlalu percaya diri. Wajah seperti perempuan saja sombong!” Manaka segera bangun, pergi ke kamar mandi untuk mengecek bekas luka di pelipisnya. Luka itu tak dalam, sudah kering dalam dua hari. Membuatnya lega, meskipun memar-memar di tubuh belum pulih. Saat ini mereka berdua tinggal di lantai atas kantor Manaka, dijadikan rumah tinggal karena banyak penjaga dan punya sistem keamanan bagus. Tengah kota juga, mau beli makan gampang. Meskipun sejak Aaron tinggal di sini, selalu saja laki-laki itu yang memasak. Memaksa Manaka untuk makan makanan rumahan yang dia benci. Yang benar saja? Dia itu berandalan sejak kecil. Makanan andalan Manaka ya makanan cepat saji, minumnya bir atau sake. Sejak ada Aaron di sinilah, Manaka pertama kalinya minum teh dan makan makanan sehat dengan kalori terkontrol. Kalau saja Aaron tak becus masak, akan lebih mudah menolak makanannya. Masalahnya Aaron jago, semua nama makanan yang ia sebut pasti bisa dimasak dengan sempurna. Sampai Manaka tak bisa menemukan kata-kata hinaan saat memakannya. “Hari ini mau sarapan apa?” Pertanyaan seperti itu selalu jadi tantangan bagi Manaka, sebab pria itu akan dibuat berpikir keras memikirkan menu yang tak Aaron ketahui. Hanya untuk menertawakannya, agar bisa berkata ‘kalau kau tak bisa memasaknya, aku akan makan di luar’ dengan sombong. “Tunggu sebentar, aku mandi dulu baru pikirkan,” elak Manaka. Segera tutup dan kunci pintu kamar mandi ketika Aaron berjalan mendekat. Dia berendam dalam bak sambil browsing. Mencari nama makanan mancanegara secara asal, yang penting bisa dengar Aaron bertanya seperti apa masakan itu. Karena sudah gagal dengan makanan dari negara terkenal atau makanan lokal, kali ini Manaka mencoba makanan tradisional Mongolia.  Setelah selesai mandi, dia berlari ke dapur. Di sana Aaron sudah sibuk sendiri, cuci sayur dan buah. “Budaatai khuurga, bisa buat?” Manaka sengaja memilih menu dengan nasi dan daging di dalamnya, biar kerja Aaron sia-sia. “Bisa. Mau dari daging kambing atau domba?” Manaka melongo, periksa ponsel-nya sekali lagi. Sungguhan, memang masakan itu pakai daging domba atau kambing. Tadi dia hanya lihat nama dan gambar, dikira pakai daging sapi. Ya sudah, terlanjur kepalang basah. “Domba! Kalau pakai daging lain aku tak mau.” Sok bilang mau domba, padahal seumur hidup belum pernah makan domba. Di Jepang, masakan berbahan domba hampir tak bisa ditemui, kecuali di restoran asing. Dan itu artinya, Manaka percaya diri kalau Aaron tak bisa membeli daging domba dengan mudah juga. “Kalau begitu tunggulah satu jam,” sahut Aaron masih bisa tersenyum sombong. Manaka dari agak tercengang. Memang di mana dia bisa mendapatkannya? “Ya sudah, satu jam.” Namun ia masih bisa bersikap percaya diri, merasa Aaron hanya menggertak saja. Detik berikutnya, Aaron menghubungi Tifa. Menyuruh asistennya pergi mengambil daging di lemari pendingin ruang penyimpanan hotel mereka. Daging yang diimpor langsung dari peternakan pamannya. Sudah hampir semua cabang hotel keluarga mereka, menyediakan masakan berdasar daging domba. Manaka saja yang kurang info, tak pernah ingin mencoba mencari tahu mengenai pacarnya. Alhasil, dia kalah telak. Satu jam berikutnya, makanan itu sudah ada di depan matanya, rasanya enak lagi. Bentuknya sama persis dengan yang difoto. Tifa juga tak pergi, malah duduk makan bersama sambil bertanya kenapa tiba-tiba saja Manaka mengotot ingin makan domba sebegitunya seperti ibu-ibu hamil. “Diamlah! Kau dan bosmu memang sialan sekali! Kalian itu tak punya kelemahan apa?” Manaka frustrasi, mulai curiga kedua orang itu telah menjual jiwanya ke iblis hingga bisa begitu sempurna jadi manusia. Aaron dan Tifa menyeringai senang, melihat penderitaan Manaka itu menyenangkan.    

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

✅Sex with My Brothers 21+ (Indonesia)

read
953.7K
bc

See Me!!

read
88.2K
bc

MANTAN TERINDAH

read
8.1K
bc

The Alpha's Mate 21+

read
148.5K
bc

LEO'S EX-SECRETARY

read
122.1K
bc

Kujaga Takdirku (Bahasa Indonesia)

read
76.9K
bc

Mrs. Rivera

read
47.1K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook