Hukuman

1246 Kata
Nayla mengenakan pakaian dengan tergesa, sekarang sudah pukul 06.45 pagi, dia pasti terlambat kali ini. Mungkin akibat kelelahan karena terlalu banyak belajar dan beraktivitas di sekolah, semalam ia merasa sangat pusing dan susah tidur, alhasil pagi tadi bangun kesiangan. "Pak, buruan, Pak, aku udah lambat," ucap Nayla, ia bahkan tidak sarapan. "Kesiangan, Non? Sudah sarapan?" "Belum, ntar aja di kantin sekolah, Pak." Mereka pun berangkat. Berkali-kali Nayla melihat jam tangannya untuk memastikan tidak terlambat sampai di sekolah. Dan benar saja, pintu gerbang sekolah sudah ditutup oleh guru piket. Buru-buru turun dari mobil sambil berlari, lalu bergabung dengan yang lainnya. Dia terlambat bersama lima orang siswi dengan penampilan sangat nyentrik. Rok di atas lutut --nyaris setengah paha, rambut semuanya sama berwarna kemerahan, hanya gayanya beda-beda, dan ukuran baju yang sepertinya kekecilan. Kalau mereka berjongkok pasti terlihat apa yang ada di dalam sana. Beruntung tidak ada Edwin di antara mereka sehingga ia tidak perlu merasa was-was. "Pak, cuma lambat satu menit, bukain dong pagarnya," rengek salah satu murid perempuan berkacamata dengan rambut ikal kemerahan. "Iya, Pak. Kami baru kali ini juga lambat, dispensasi dong!" seru teman lainnya dengan gaya rambut pendek bersusun, sepertinya mereka satu geng. "Heh, kalian ini sudah jelas-jelas terlambat masih protes juga. Ayo, semuanya masuk ke ruang piket!" seru guru piket sembari mengacungkan mistar panjang kepada anak-anak itu. Nayla mengekor di belakang para murid terlambat itu, mereka dihalau ke sebuah gedung yang berada di dekat gerbang. Lalu menulis nama-nama mereka di buku khusus. "Marsya, Lesti, Arini, bersihkan toilet umum bagian depan. Ratri, Julia, Nayla, bersihkan toilet bagian belakang!" seru guru piket. "Apa?! Toilet?!" Serentak para siswi nyentrik itu berseru dengan heboh dan gaya yang dramatis. "Apa, mau menolak? Bersihkan selokan kalau protes lagi!" tegas guru piket lagi dengan wajah garang. "Lain kali perhatikan waktu kalau tau jam sekolah." Guru piket mengomel. "Juga pakaian kalian, perbesar ukurannya!" Mistar panjang guru piket mencoel satu per satu seragam kelima siswi nyentrik itu. Mereka mengkerut dan langsung keluar gedung itu, dua orang guru piket mengawasi mereka menuju toilet umum. "s**l banget, pagi-pagi sudah disuruh bersihin toilet!" gerutu Marsya. "Ini semua gara-gara kamu, konser sampe kemalaman!" Mendorong kepala Julia. "Ih, kenapa aku! Kan kamu vokalisnya!" Julia tak terima, dia ganti menoyor kepala Marsya. "Diam! Berisik sekali kalian ini! Mengganggu kelas yang sudah belajar!" Guru piket menegur. Oh, rupanya mereka anak-anak band, habis konser terus bangun kesiangan? Nayla geleng-geleng kepala. Mereka masuk ke dalam toilet, sontak langsung menutup hidung karena bau pesing yang sangat menyengat. Hampir saja mereka muntah karena aroma busuk itu. "Ish, jorok banget sih anak-anak ini, kencing nggak disiram apa?!" protes Julia. "Pasti si Edwin sama komplotannya yang ngelakuin ini!" tuduh Ratri dengan sengit. Ketika guru piket tidak lagi mengawasi, Julia dan Ratri menyelinap keluar dari toilet, meninggalkan Nayla seorang diri. Nayla hanya menghela napas kesal, lalu mulai menyiram lantai yang super bikin eneg itu. "Hahaha!" Nayla terlonjak kaget mendengar suara tawa dari belakangnya. "Lambat? Ngapain aja kamu sampe lambat? Mikirin aku?" Edwin dengan senyum lebar berdiri di pintu kamar mandi, di tangannya terselip sebatang rokok. "Ngagetin aja!" gerutu Nayla. "Keluar sana, aku mau pipis," ujar Edwin masuk tanpa mempedulikan Nayla yang masih di dalam toilet bersiap hendak menuangkan cairan pembersih. "Nggak bisa cari kamar mandi lain apa? Mau dibersihin di sini." "Udah pergi sana, udah kebelet, nih. Mau nemenin aku pipis?" Edwin menarik sebelah senyumnya. Nayla segera meletakkan alat-alat kebersihan, lalu cepat-cepat keluar toilet, lalu menutup pintunya rapat-rapat sambil menggerutu tidak jelas. Menunggu beberapa saat hingga Edwin kembali membuka pintu. "Kamu masih di sini? Ooo-em-jiii!" Edwin melotot tak percaya melihat Nayla masih menunggu di depan toilet. Nayla hanya diam, bersiap hendak masuk kembali ke toilet, tapi Edwin mencekal lengannya. "Udah, masuk kelas sana. Nggak usah kerajinan, nggak ada juga yang periksa apa kamu beneran bersihin toilet apa enggak." "Aku bukan tukang mangkir!" Nayla menepis cekalan tangan Edwin. "Ck!" Edwin berdecak sebal. "Nanti biar aku yang bersihin, anak shalehah macam kamu pergi belajar aja sana. Jangan ngetek (bolos) kayak aku!" Nayla memicing menatap cowok ganteng di depannya, tak percaya dengan apa yang dia ucapkan. "Yaelah, nggak percaya?" Edwin mendelik. "Beneran kamu mau bersihin toilet?" "Iya, iya. Udah pergi sana sebelum jam pertama mulai!" "Kamu sendiri nggak masuk?" Nayla mengernyit bingung. "Gampang...." Edwin mengibaskan tangan, lalu mengisyaratkan agar Nayla bergegas pergi. *** Bel tanda jam istirahat pertama berdentang. Para siswa segera berhamburan keluar kelas menuju kantin. Nayla juga sebenarnya lapar, tapi ia penasaran dengan Edwin yang membersihkan toilet, apa dia benar-benar membersihkan? "Kamu nggak bawa bekal, Nay? Ngantin, yuk!" ajak Chaca. "Kamu duluan aja, ntar aku nyusul, Cha. Aku mau ke toilet dulu." "Ya udah, buruan nyusul ya. Mau dipesenin apa?" Chaca sangat antusias, jarang-jarang Nayla turut malam di kantin, biasanya gadis itu selalu membawa bekal. "Mmm, nasi goreng aja." Nayla menjawab sambil berlalu meninggalkan kelas. Ia berjalan cepat menuju toilet belakang sekolah. Bukan berarti ia dapat masalah baru dengan guru piket hanya karena terlalu percaya dengan janji Edwin. Sesampainya di sana, ia langsung membuka pintu toilet, harum. Aroma pesing, rokok, busuk, yang tadi begitu menyengat sudah hilang. "Jadi dia beneran bersihin toiletnya?" Ia tersenyum simpul, lalu keluar dari toilet. Sekarang ia melangkah menuju kantin, perutnya sudah keroncongan karena belum sarapan. Terasa getaran di saku roknya, ia merogoh ponsel di dalam sana. Sebuah pesan masuk dari Monster EBK. "Hufft, capek banget bersihin toilet. Bawain minuman dingin dan makanan ke lab komputer." Nayla menatap pesan itu sambil mencibir. "Dasar pamrih!" gerutu Nayla, lalu meneruskan langkah menuju kantin. Ia segera bergabung dengan Chaca, Gisa, dan Jenny yang sudah menunggunya. Mereka semua memesan nasi goreng sama sepertinya. Di atas meja sudah terhidang empat piring nasi goreng dan empat gelas jeruk hangat. "Makasih," ucap Nayla tersenyum senang. Ia sangat gembira, teman-temannya sangat setia kawan, bahkan mereka menunggunya datang baru makan bersama. "Eh, ketua OSIS ganteng banget, coba liat, uhhh, cool dan elegan," bisik Jenny sembari mengarahkan pandangan ke sudut kantin sambil menangkupkan kedua telapak tangannya ke pipi. Di sana dua orang pemuda sedang berhadap-hadapan serius membicarakan sesuatu, tidak mempedulikan mata-mata para cewek memperhatikan mereka. "Siapa kira-kira ceweknya? Aku juga mau daftar," sahut Chaca turut tersenyum lebar. "Pe-de banget mau daftar," cibir Jenny sambil menoyor kepala Chaca. Gisa dan Nayla hanya senyum-senyum mendengarkan obrolan kedua temannya tanpa berminat menyahut atau memperhatikan cowok yang sedang dibicarakan. "Etapi, ketua Rohis juga ganteng, lebih ganteng malah. Ugh, mereka itu memang pangerannya SMA Bina Karya." Ucapan Jenny itu sontak membuat Nayla menoleh ke arah yang ditunjuk. Di sana, Rasya sedang duduk di hadapan ketua OSIS sambil bercakap-cakap. Pada saat yang sama, Rasya juga melempar pandangan ke arah Nayla, pandangan mereka bertemu beberapa saat, lalu Nayla buru-buru menunduk. "Sebenarnya Edwin, Yoga, Brian, mereka juga ganteng-ganteng, sayangnya mereka bukan anak-anak akademik, pecinta kebebasan, seni, dan olahraga." Jenny masih melanjutkan. "Idih, biar ganteng, kalo kayak Edwin ogah banget!" cibir Chaca. Drrrtt... Drrrttt! Ponsel Nayla bergetar menggelepar-gelepar di atas meja. Sontak mereka berempat menoleh ke arah ponsel yang berkedip-kedip itu. Chaca segera menyambar ponsel itu dan melotot melihat namanya. "Monster EBK? Siapa itu, Nay?" selidik Chaca. Nayla segera merampas kembali ponselnya. "Bukan siapa-siapa." Lalu mematikan panggilan itu. Tapi tidak lama kemudian masuk pesan baru. Monster EBK : "Woy! Nggak bawain pesanan aku? Siap-siap besok full foto kita di mading!" Nayla terbelalak. Cepat-cepat mengirim balasan. "Iya, iya! Dasar pamrih! Monster!" "Sorry, aku mau ke lab komputer dulu." Nayla beranjak, mengambil sebotol minuman dingin dan beberapa roti, lalu pergi meninggalkan kantin. Chaca menatap kepergian Nayla dengan pandangan bertanya-tanya, lalu mengangguk-angguk memikirkan sesuatu. Bersambung... Cat : Ngetek : bolos dalam bahasa gaul Balikpapan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN