Bab 11 Gemas bercampur geram

1060 Kata
"Sepertinya dia perhatian padamu sayang." Ucap papa Yura yang seketika membuat wajah Yura yang mulanya menunduk itu kembali terjaga dan menatap heran pada papanya. "Apa maksud perkataan papa?" tanya Yura yang memang tidak tahu maksud kata kata papanya. "Tuh...dia ada di teras luar, dia bilang kesini karena mencarimu, sepertinya dia juga suka padamu Ra, kalau dia tidak menyukaimu...pasti dia tidak akan jauh jauh datang, sendirian lagi. Temui gih sana...sebenarnya papa mengetuk pintu kamarmu hanya untuk memberi tahumu bahwa ada Rendi di luar sedang mencarimu." Ucap papa Yura yang seketika membuat mata Yura terbelalak lebar saking kagetnya. "Astaga! mati aku! tamat aku." Ucap Yura dalam hatinya, karena sebenarnya ia berkata begitu karena main main saja, Yura tidak bermaksud sungguhan. Memang benar Yura suka saat melihat Kak Rendi, tapi ia tidak ingin lebih apa lagi memasukannya dalam hati. "Gawat! aku harus apa ini? bagaimana jika papa sampai menanyai kak Rendi? astaga...kenapa makin runyam saja sih." Ucap Yura dalam hatinya lagi, yang saat itu ia masih terdiam disana. Mematung di tempatnya. Sampai... "Ra...Yura! tunggu apa lagi sayang? pastinya kamu sedang menungguinya kan? ayo temui sana." Ucap papa Yura yang menyadarkan lamunan gadis itu. "Akh...baik baik pah, Yura dandan dulu pah...sebentar ya...eh pah...jangan tanya macam macam ya sama kak Rendi...Yura malu pah..." ucap Yura sebelum papanya benar benar pergi dari sana dan papanya hanya manggut manggut saja. Barulah Yura menutup kembali pintunya rapat rapat. "Gawat...gawat...bagaimana ini? bisa bisanya aku berkata yang tidak tidak, dan kenapa lagi sampai kak Rendi pun datang kemari mencariku? apa yang ingin dia ketahui lebih jauh lagi? haruskah kita membahas pak Bowo di sini?" ucap Yura dalam hatinya, bukanya ia dandan atau menata rambutnya yang masih berantakan, tapi malah mondar mandir di kamarnya dengan bayangan yang tidak tidak. "Akh...aku tidak tahu lagi harus berbuat apa...sudah kepalang basah, sudah kepalang tanggung." Ucap Yura yang lalu menuju cermin riasnya. Ia menambal bedaknya lagi disana. "Kenapa aku malah menambal bedak sungguhan sih...astaga." Ucap Yura yang lalu meletakan bedaknya dan beranjak pergi dari tempatnya. Di teras rumah keluarga Wibawa. Terlihat lelaki tampan yang tengah duduk sendirian di kursi teras yang di sampingnya sudah ada beberapa camilan dan juga jus buah, ternyata bibi asisten rumah tangga Yura telah menyuguhkannya untuk Rendi. "Rend...apa kamu tidak nyaman dengan om?" tanya Rama pada lelaki yang puterinya sukai, itulah kenyataan yang Rama yakini. Rendi pun hanya tersenyum saat Rama tiba berkata demikian. "Rend...yakinlah...Yura adalah anak yang baik, dia ceria dan juga penyayang, dia persis seperti mamanya dulu, jika dia menyukai seseorang, dia akan memendamnya, jadi kamu sebagai lelaki harus peka akan hal itu." Ucap Rama yang makin membuat Rendi tidak mengerti, Rendi pun lagi lagi hanya tersenyum untuk menanggapinya. "Rend...jangan sakiti puteri om ya, hanya dia harta om satu satunya, om bisa melepas semuanya, tapi om tidak akan membiarkan Yura sampai terluka. Mengerti!?" ucap Rama yang membuat Rendi meneguk ludahnya sendiri disana. "Ada apa ini? ada apa sebenarnya? kenapa aku merasa seperti aku telah mencampakan puterinya?" ucap dalam hati Rendi. "Rend..." ucap Rama tertahan karena Yura sudah datang dan berdiri tepat di samping nya. "Papah! papah apa yang papa lakukan?" ucap Yura seketika saat ia tahu ada sesuatu yang ia lewatkan. "Yasudah...kalian urus masalah kalian sendiri ya kalau begitu...papa mau masuk kedalam dulu, ingat Rend...apa yang om ucapkan barusan." Ucap Rama yang membuat Rendi mengangguk, meski ia tidak tahu apa yang om Rama itu maksudkan. "Aku pasti sudah gila! bisa bisanya aku kemari malam malam, om Rama pikir aku sedang kencan dengan puterinya, akh...jika saja ia tahu...mungkin masalah ini akan makin runyam." Ucap dalam hati Rendi. "Maaf kak...jika papa aku membuat kakak tidak nyaman." Ucap Yura yang meminta maaf atas apa yang papanya lakukan. "Apa kau tahu apa yang papamu lakukan? sampai kau meminta maaf padaku seperti ini?" tanya Rendi pada gadis yang baru saja duduk disampingnya, di kursi yang tadi papa Yura tempati, di seberang bangku yang ada di samping Rendi. Saat itu Yura hanya menggeleng tanda ia tidak tahu, karena memang kenyataannya demikian, dan Yura benar benar tidak menyukai situasi seperti itu. "Jangan dengan mudah meminta maaf pada orang lain, jika itu bukan kesalahanmu, mengerti?" ucap Rendi yang lngsung di angguki oleh Yura. "Ada apa kak? kenapa kakak kemari? aku ingin sekali besok izin tidak masuk ya kak, tapi aku khawatir papa akan bertanya macam macam, dan hari ini pun saat papa menyadari perubahanku, dia terus bertanya dan mencoba mencari tahu. Tapi aku berusaha agar tetap tegar dan tidak memperlihatkan kesedihanku. Dan..." ucap Yura yang tertahan karena Rendi sudah menyelanya. "Dan kamu bilang pada papa kamu, bahwa aku telah menolakmu? begitu?" ucap Rendi yang seakan akan bisa membaca apa yang akan Yura katakan. Yura hanya terpana dengan kedua mata melotot tidak berdaya, lalu mengatupkan bibirnya rapat rapat. "Kenapa kakak tahu? aku tidak mungkin berkata yang sebenarnya pada papa, bahwa aku di cabuli, bahwa aku hampir..." ucap Yura yang tertahan karena satu jari telunjuk Rendi sudah menempel tepat di tengah tengah bibirnya. Membuat Yura seketika menghentikan ucapannya. Dan...saat itu pula... "Sayang...papa...!" ucap Rama dengan tiba tiba yang keluar dari dalam rumah, lalu segera menghentikan langkah kakinya saat ia melihat tingkah anak muda di depannya yang kenal baru beberapa hari, namun sudah saling menyukai. "Akh...tidak jadi sayang, kalian lanjutkan saja, papa masuk lagi." Ucap Rama yang lalu berbalik sembari membawa pisang goreng hangat yang baru bibi asisten rumah tangganya goreng. Rama kembali masuk kedalam dengan perasaan canggungnya, baru pertama kalinya ia melihat anak gadisnya bersama dengan lawan jenisnya. "Astaga! makin parah lagi pasti ini ceritanya!" ucap Rendi dalam hatinya. Sembari menarik kembli satu tangannya yang terulur. "Kak...maaf ya..." ucap Yura lagi dan lagi lagi membuat Rendi makin geram disana. "Ra...sudah aku bilang kan? kalau kamu itu jangan meminta maaf, atas kesalahan yang tidak kamu lakukan, memangnya apa yang kamu lakukan sampai kamu meminta maaf seperti itu?" ucap Rendi dengan nada geramnya. Dan tiba tiba saja... "Eheeem...eheeemmmz!" tiba tiba terdengar deheman dari balik pintu di sebelah Rendi. "Aku benar benar bisa gila kalau seperti ini terus." Ucap dalam hati Rendi lagi. "Ra...bisakah kita membahas sesuatu di luar saja? maaf ya...aku sudah kasar padamu, aku sangat gemas saat kau tiba tiba dengan mudah mengucapkan kata kata maaf seperti itu, padahal jelas jelas itu bukan salahmu." Ucap Rendi lagi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN