Yura hanya menatap sesaat lelaki di depannya, perasaannya berat kala itu, ia belum bisa mempercayai lelaki manapun selain papanya, terlebih lagi, ia masih trauma saat itu, jangankan untuk pergi keluar rumah, melihat papanya saja ia merasa tengah di tuduh, seolah olah semua kesalahan adalah salahnya.
"Maaf kak...aku kira kau mengerti situasiku saat ini, bagaimana jika kakak ada di posisi aku? hemmmz...tubuh kakak di gerayangi oleh tangan wanita, bahkan hampir menyentuh bagian inti kakak...apa kakak akan santai dan baik baik saja seolah tidak terjadi apa apa? bisakah?" ucap Yura yang membuat Rendi terdiam dan termangu sejenak.
Ia membayangkan saat Yura menyentuhnya, memeluknya, dan...bahkan menciumnya.
"Akh aku pasti sudah gila!" ucap Rendi yang tidak tahu akan bicara apa.
"Fokus Rend...fokus! apa tujuan kamu kemari mencari Yura, kenapa bisa berbuntut panjang begini." Ucap Rendi yang lagi lagi di dalam hatinya.
"Ra...tapi aku khawatir jika kita mengobrol disini akan ada yang menguping pembicaraan kita." Bisik lirih Rendi, karena ia mengingat deheman yang tiba tiba ia dengar dari balik pintu. Dan Rendi pun tahu pasti Yura pun mendengarnya.
Lalu Yura pun tiba tiba beranjak berdiri dari duduknya, melangkah pergi dengan mengambil tangan Rendi dan membawanya, Yura mengajaknya ikut bangkit dari duduknya dan pergi meninggalkan tempatnya.
"Ra...kita mau kemana?" tanya Rendi yang tidak tahu gadis itu akan mengajaknya kemana. Yang pasti tidak keluar dari area rumah tersebut.
"Aku pasti sudah gila! kenapa aku mau maunya mengikut saja saat gadis ini menarik tanganku!" ucap Rendi dengan hati yang bertanya tanya.
Hingga keduanya sampai di taman samping rumah Yura, disana terdapat satu ayunan yang menghadap ke kolam renang, tepatnya di samping kolam renang.
Yura mengajak Rendi duduk di ayunan tersebut, dari sana keduanya bisa melihat kearah rumah Yura, letaknya lumayan jauh dari pintu samping rumah, dan jika ada orang yang datang dari pintu atau arah manapun, pasti keduanya langsung tahu, mengingat letak ayunannya yang bisa menatap ke segala arah.
"Kita bisa bicara disini saja kak, aku mohon...aku sedang tidak ingin keluar..." ucap jujur Yura.
"Baiklah Ra...emmmb...pihak yang berwajib meminta kamu untuk datang sebagai saksi Ra...meskipun ada bukti rekaman kamera CCTV, sana juga menginginkan kesaksianmu Ra, bisakah?" ucap Rendi yang langsung pada intinya.
"Oh...apa harus besok kak? aku benar benar masih tidak enak hati kak..." ucap Yura yang merengek seperti anak kecil. Membuat Rendi iba padanya.
"Tapi Ra...kalau kamu tidak secepatnya kesana dan memberi kesaksian, hukumannya tidak akan di proses cepat nanti Ra..." ucap Rendi yang mencoba meyakinkan gadis di sampingnya.
"Tapi kak..." ucap rengekan Yura lagi, dan Rendi merasa tidak asing akan hal seperti itu.
"Kenapa aku merasa kita seperti sepasang orang yang mencoba saling meyakinkan satu sama lain ya?" ucap Rendi dalam hatinya.
"Baiklah baiklah Ra...kalau kamu merasa sudah siap...kamu bilang saja padaku, aku akan mengantarmu nanti." Ucap Rendi yang lalu harus mengalah pada gadis di sampingnya itu.
Dan Yura hanya mengangguk angguk saja.
"Yasudah Ra...aku balik dulu ya kalau begitu, kamu baik baik ya, dan semoga bisa mengatasi traumamu Ra." Ucap Rendi yang lalu beranjak dari ayunan dan akan pergi. Namun Yura mencoba mencekal satu tangan Rendi.
"Kak...mkasih banyak ya...aku belum mengatakan terimakasih." Ucap Yura pada lelaki tampan yang tangannya masih Yura pegangi. Rendi pun segera mengngguk dengan senyum yang tersungging di bibirnya, lalu satu tangannya yang lain terangkat dan menyentuh sesaat puncak kepala Yura. Baru Yura melepaskannya. Rendi pun segera pergi dari tempatnya, senyum senang pun juga tergambar dari wajah Yura, tanpa keduanya sadari, sedari tadi papanya telah melihat tingkah keduanya dari balkon lantai dua rumahnya yang berada tepat di atas keduanya, namun dengan jaraknya, Rama hanya bisa melihat tingkah keduanya saja. Tanpa tahu apa yang Rendi dan puterinya obrolkan.
"Kenapa aku memperlakukannya seperti anak kucing tadi? apa karena dia terlihat menggemaskan?" ucap dalam hati Rendi selama perjalanan menuju rumahnya.
"Akh...capeknya...kenapa hari ini aku merasa sangat lelah setelah mengurus berkas berkas di sekolahan? ditambah lagi urusan pak Bowo itu, astaga...tulang tulangku rasanya remuk sekali." Ucap Rendi dengan gerutunya saat ia sudah masuk kedalam rumahnya. Namun tiba tiba...
"Rend...malam malam baru pulang dari mana? sampai kakek makan malam sendirian lagi malam ini!" ucap suara serak kakek Rendi yang membuat Rendi menghentikan kakinya dan berbalik menatap kursi goyang yang berada di sudut ruangan di depan kaca jendela lebar yang menatap ke arah taman luar rumah.
"Kakek...Rendi jelas sedang mengerjakan kerjaan di sekolah...kakek kan yang memintanya? lalu Rendi bisa apa?" ucap Rendi yang memang benar kenyataannya demikian.
"Kakek sudah tua Rend...siapa lagi yang meneruskan warisan turun temurun itu kalau bukan kamu?" ucap kakek dengan suara datarnya.
"Andai kakek tahu bahwa di tempat warisan turun temurunnya itu ada pencemaran, pasti kakek akan sangat sedih dan kecewa." Ucap dalam hati Rendi.
"Jawab jujur kakek Rend...kamu dari mana? segiat giatnya orang pun tidak ada yang ngelembur karena kerjaan sekolah di sekolahan Rend...semua kerjaan sekolah bisa di bawa pulang!" ucap kakek Rendi yang masih sama dengan suara datarnya.
"Kencan kek!" ucap Rendi yang tiba tiba tanpa ia pikirkan, lalu pergi begitu saja meninggalkan kakeknya sendirian disana.
"Syukurlah Rend...jika memang demikian kenyataannya, mengapa kamu tutup tutupi segala, kakek bahagia Rend...sebelum kakek pergi, kakek melihat ada yang mengurusmu nanti." Ucap kakek dalam hatinya, meski kakek bersikap datar dan bahkan terkesan dingin, tapi kakek berhati hangat dan penyayang, apa lagi pada cucunya. Ia meminta Rendi untuk meneruskan warisan keluarganya hanya karena ingin dekat dengan sang cucu setiap hari, karena sebelumnya Rendi selalu sibuk mengurusi urusan bisnisnya yang ada di beberapa kota dan juga di luar Negeri, bahkan untuk pulang ke rumah pun ia jarang, hampir satu bulan sekali itu pun jika ia sempat.
Tapi saat beberapa bulan yang lalu ia menyanggupinya karena kakeknya jatuh sakit, setiap hari Rendi selalu berada di dekat kakeknya dan setiap hari itu pula ia pulang ke rumah.
"Akh sial! kenapa sampai aku salah bicara pada kakek? bagaimana jika kakek memintaku untuk membawa pulang teman kencan yang aku sebutkan tadi? akh masa bodo...bilang saja tidak jadi, atau baru saja putus, kan beres..." ucap Rendi sembari masuk kedalam kamarnya dan mengambil pakaian ganti yang akan Rendi kenakan setelah mandi, baru ia akan turun dan makan malam. Meski sudah terlambat untuk makan malam, ia tidak merasa malas, karena memang ia merasa lapar saat itu.