Bab 10 Apa yang papa tahu itulah yang harus papa yakini

1024 Kata
"Sore om..." sapa Rendi pada Rama Wibawa, dan terlihat Rama pun menyungging kan senyumannya. "Sore Rend...maaf ya om tidak bisa lama lama, om masih mau membelikan kado Yura." Ucap jujur papa Yura. Lalu Rendi mengangguk sembari melambaikan tangannya mengantarkan kepergian mobil teman alamarhum kakaknya, sampai mobil itu menjauh dari tempatnya. "Semoga kamu baik baik saja Yura, aku baru pertama melihat gadis yang sangat tegar dan dewasa sepertimu." Ucap Rendi dalam hatinya saat tatapannya masih memandang mobil yang smar samar masih bisa ia lihat oleh tatapan matanya. "Ra...kenapa kamu diam saja sayang? ada apa? apa kamu sedang tidak enak badan nak?" tanya papa Yura saat menyadari sepanjang perjalanan Yura tengah diam saja, meski sesaat ia menanggapi obrolan papanya dengan senyumannya, ya hanya senyuman yang tersungging di bibirnya, serta anggukan atau sekedar kata kata 'ya' atau 'tidak' yang anak gadisnya itu ucapkan, dan Rama pikir puterinya memang sedang tidak mood untuk mengobrol, bahkan Rama mengira jika Yura masih merasa tidak nyaman karena kecelakaannya yang tempo hari. "Tidak apa apa pah...Yura sepertinya lelah sekali hari ini, bisakah kita pulang saja pah?" tanya Yura dengan suara pelan dan terkesan menghilang yang samar samar papanya dengarkan. Tidak ada cara lain selain menyanggupi apa yang puterinya inginkan, bahkan Rama sudah berniat membatalkan perjalanan bisnisnya sampai waktu yang tidak di tentukan, karena ia ingin menemani sang puteri, ia pikir Yura akan terbuka jika ia sedikit lebih lama dengannya. Rama pun akhirnya mengajak puterinya untuk putar balik dan menuju ke rumahnya. Ia merasa memang ada yang sedang tidak beres, namun ia tidak bisa menggalinya lebih dalam lagi, Rama akan menunggu anak gadisnya itu untuk mengatakan sendiri padanya. Usai mobil yang di tumpangi keduanya berhenti di tempat parkir rumah Rama, Yura segera berpamitan pada papanya untuk masuk kedalam rumah, ia ingin langsung menuju ke kamarnya secepat mungkin. "Pah...Yura ke kamar dulu ya..." ucap Yura seketika sembari membuka pintu mobilnya dan berlalu pergi dari sana begitu saja tanpa mendengar kata kata dari papanya. Rama pun hanya termangu sesaat menatap punggung puterinya yang kian menjauh dan hilang dibalik pintu rumahnya. "Sayang...lihatlah puteri kita, ada apa sebenarnya? apa kamu melihatnya dari syurga sayang? bantu suamimu ini untuk menjaga buah hati kita." Ucap dalam hati papa Yura yang masih terdiam disana, dan sesekali tangannya mengusap bergantian tetesan air mata yang tiba tiba jatuh dari pelupuk matanya. "Apa yang sedang terjadi nak? apa yang papa tidak ketahui?" lagi lagi ucap dalam hati Rama. Lalu ia pun turut keluar dari dalam mobilnya dan masuk kedalam rumah. Dikamar Yura, Yura segera menutup pintunya rapat rapat, menguncinya dari dalam, ia mengingat kembali kepura puraan teman temannya padanya, terlebih lagi perlakuan m***m yang dilakukan gurunya padanya, ia mengingat semua sentuhan yang ia alami, bahkan terpaksa ia tidak bisa berteriak meminta tolong saat itu, sampai isakannya benar benar pecah disana, pukulan demi pukulan terus menghujaninya di hari yang sama. "Mama, mama melihat semuanya? mama tahu Yura sedang di tindas? mama tahu semua yang Yura alami? dan Yura makin sedih saat Yura tidak bisa bercerita pada papa, Yura tidak bisa menceritakannya pada papa mah...Yura memendamnya sendirian." Ucap Yura dengan isakannya, sampai...ia merasa lemas disana, ia lupa bahwa ia hanya mengisi perutnya tadi pagi saja, siang sampai sore ia tidak mengisi perutnya dengan apapun, dan sebentar lagi sudah waktunya makan malam. Yura sadar ia tidak boleh menangis, ia harus kuat...jangan sampai papanya yang sudah mempunyai banyak beban makin terbebani saat menyadari dirinya tengah bersedih. "Aku harus berhenti menangis, aku harus berusaha kuat dan tegar, papa tidak boleh melihat air mata ku ini. Papa tidak boleh melihat kedua mataku merah karena menangis." Ucap Yura yang seketika itu bangkit dari tempatnya lalu beranjak pergi menuju ke kamar mandi, tidak lupa ia membawa pakian mandinya dan membawanya serta. Usai dengan mandinya, sebisanya ia membuat matanya yang sedikit bengkak itu agar terlihat kempes, dan matanya yang memerah ia beri obat tetes mata yang biasa ia kenakan saat matanya sedang merah karena debu. Benar saja, baru sebentar saja, pintu kamarnya pun di ketuk seseorang, ternyata papanya lah yang tengah mengetuk pintu kamarnya. "Ra...kamu tidur apa bngun?" tanya papa Yura pada puterinya, dengan tangan yang masih mengetuk beberapa kali di daun pintu. "Iya pah...ada apa ya? apa sudah waktunya makan malam?" ucap Yura yang asal asalan karena ia tidak ingin papanya khawatir padanya, karena tadi sore ia telah kelewatan bersikap di depan papanya. "Buka dulu sayang pintunya..." ucap papa Yura yang lngsung membuat anak gadisnya itu beranjak menuju ke arah pintu kamarnya yang masih tertutup. "Ada apa pah? kalau belum waktunya makan malam, Yura masih ingin memakai bedak pah...beberapa hari ini Yura stres hingga membuat kulit wajah Yura menjadi kering." Ucap Yura yang ngasal lagi, ia sengaja berkata demikian karena ingin menghindari pertanyaan papanya. "Apa kamu sedang jatuh cinta sayang? hingga membuatmu stres dan terkesan lemah seperti ini?" tanya papa Yura yang merasa apa yang anak gadisnya itu rasakan seperti seorang yang tengah jatuh cinta atau putus cinta. "Papa tahu dari mana?" tanya Yura yang merasa apa yang papanya tahu itu akan papanya yakini demikian, Yura tidak ingin sampai papanya tahu bahwa ia sedang ada masalah dengan teman temannya apa lagi sampai tahu bahwa ia di lecehkan oleh pak Bowo guru di sekolahnya, Yura takut jika sampai papanya mengetahuinya, pak Bowo akan habis membusuk di penjara. Karena ia tahu betul watak papanya. "Sikapmu sayang...persis papa dulu saat di tolak mama kamu, lalu kamu gimana? apa lelaki yang kamu sukai menolakmu juga?" tanya papa Yura dengan seriusnya, dan Yura hanya mengangguk mengiyakannya saja agar papanya lega, dan jujur dalam hati Yura saat itu ia tidak sedang suka seseorang apa lagi di tolak oleh seseorang. "Apa boleh papa tebak?" tanya papa Yura lagi yang hanya di angguki oleh anak gadisnya itu. "Apa dia adalah lelaki yang tempo hari mengantarkan kita pulang? lelaki adik dari teman akrab papa itu?" tanya papa Yura dengan seriusnya, dan Yura hanya mengangguk seolah olah ia mantap melakukannya, ia hanya bermaksud agar papanya menyerah untuk bertanya dan membiarkannya saja sampai ia lupa untuk bertanya apa lagi membahasnya kembali, Yura berharap papanya hanya tahu bahwa ia sedang jatuh cinta namun tidak kesampaian, dan terkesan galau karena di tolak.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN