Seorang pria duduk menghadap meja dengan buku teka teki silang terbuka di depannya. Di depannya, temannya sedang bermain Solitaire di komputer. Mereka saling bersahut - sahutan menguap menandakan kantuk yang melanda sudah menguasai lebih dari lima puluh persen kapasitas otak.
Beberapa orang lainnya yang bernasib sama dengan mereka berdua ada yang tidur di musholla di pojok ruangan, atau bahkan ada yang sedang push rank di permainan online mereka. Semua itu adalah pemandangan wajar yang bisa ditemukan pada para petugas jaga malam di Kepolisian Kota Jogja. Berusaha tetap terjaga di cuaca tengah tahun yang super gerah hingga goyangan kipas angin di langit - langit pun tak terasa mengaduk udara sama sekali. Hanya bunyi berisik dan keriyet yang terdengar di ruangan itu.
"Bikin kopi lah aku. Kalo kayak gini bisa - bisa aku nyusul Pak Wit di musholla belakang nggeletak (rebahan) terus lama - lama merem." Salah satu dari mereka yang awalnya bermain Solitaire berdiri merenggangkan badannya yang seperti pegal luar biasa karena terus duduk di atas kursi.
"Ndak ngopi terus. Tadi udah dua cangkir loh, Pak. Nanti tensinya naik Nyonya bingung lagi." Salah satu temannya menyahut tanpa mengalihkan fokusnya pada pada permainan ponsel online dalam genggamannya.
Nyonya adalah panggilan mereka untuk para istri. Biar keren, panggilannya Nyonya.
"Lha itu. Kalo kayak gini tuh, kadang suka iri sama Pak Adit. Berasa kayak balik lagi jaman bujang."
Adit yang namanya disebut adalah polisi yang sedari tadi diam menekuri permainan teka teki silang yang terbuka di depannya terkekeh datar. Saking tak lucunya guyonan temannya sejawatnya itu. Dia hanya menanggapi datar agar teman - temannya berhenti membicarakan hal itu. Walaupun kejadiannya sudah amat lama, tapi mengingatnya tetap saja membuat hatinya sedih dan teriris.
Tugas jaga malam akhir - akhir ini berat sekali karena teror klitih kembali merebak. Malam nahas itu pun mirip seperti malam ini. Dia sedang jaga malam karena kasus Klitih yang semakin sering terjadi terutama di kawasan kota Jogja. Mereka sedang melakukan pengejaran ke markas terduga pelaku Klitih, seingatnya.
Flashback Sebelas Tahun Yang Lalu
Namanya Aditama. Dia baru saja naik pangkat, dan baru setahun lalu melepaskan masa lajangnya dengan gadis pujaan hati yang dipacarinya sejak tahun pertama menjalani pendidikan kepolisian. Dan kurang dari dua bulan lagi mereka akan resmi menjadi orang tua. Istrinya saat ini tengah hamil besar. Perkiraan dokter, bayi yang mungkin berjenis kelamin laki - laki itu akan lahir pada minggu ke dua bulan depan. Sebagai calon orang tua yang siap dan siaga, semua persiapan si jabang bayi sudah mereka sediakan. Dia juga sudah mengajukan paternity leave atau cuti untuk mendampingi istri melahirkan sejak jauh - jauh hari. Hidupnya sedang berada di puncaknya.
Malam itu dia pamit pada istrinya untuk jaga malam, dia berangkat lebih sore dari biasanya karena ada operasi penggerebekan markas pelaku klitih. Tapi sayangnya kedatangan mereka sudah terendus entah bagaimana. Tempat itu kosong saat mereka datang. Dan entah bagaimana, istrinya yang berprofesi sebagai guru malam itu harus keluar untuk mendatangi rumah salah satu muridnya. Dan saat perjalanan pulang, kejadian nahas itu menimpanya. Dia bertemu dengan rombongan Klitih yang diincar Adit dan timnya, dan berakhir kurang baik.
Dia mendapat sayatan panjang dan dalam di punggung yang menyebabkan istrinya kehilangan banyak darah dan membuat kehamilannya harus di caecar dini untuk menyelamatkan keduanya. Tapi sayang, keduanya tak mampu bertahan.
Mereka berdua pergi meninggalkan Aditama sendirian dengan duka dan penyesalan yang mendalam.
Flashback End
Dengung samar percakapan masih terdengar di sekitarnya. Teka teki silang yang masih terbuka di depannya dengan beberapa kotak kosong belum terisi. Dia sudah tak mood lagi dengan permainan itu. Padahal dia masih punya banyak koleksi buku teka teki silang di laci mejanya yang belum tersentuh, menunggu untuk diselesaikan.
"Pak Adit, jangan dimasukin ke hati, Pak. Pak Kadir emang kalau bercanda nggak itungan. Mau bilang maklumin, tapi keterlaluan, dibilangin juga nggak bisa." Salah satu temannya yang lain menanggapi setelah si Pak Kadir, teman polisi yang mengiri ingin jadi bujang seperti dirinya pergi ke dapur. Menjalankan misinya untuk membuat kopi.
Adit sendiri hanya diam, menanggapi dengan senyum kecil dipaksakan. Meskipun kejadian tersebut sudah lama berlalu, tapi baginya masih terasa baru kemarin. Dia belum baik - baik saja. Malah sepertinya dia tak akan pernah baik - baik saja lagi. lebih dari separuh jiwanya di bawa oergi dengan paksa saat istri dan bayinya pergi. Meninggalkan dia sendirian di dunia ini. Masih terekam jelas di dalam ingatannya tubuh istrinya yang terbujur kaku tak lagi bernyawa, di sampingnya, ada tubuh mungil bayinya yang membiru. Tubuh kecil yang terpaksa harus dikeluarkan dari tempatnya bersemayam selama ini untuk menyelamatkan nyawanya, tapi sayang, tak berhasil bertahan. Aditama kehilangan keduanya; istri dan anaknya tepat di masa dia mengira hidupnya sempurna dan dia sudah memiliki segalanya.
Semua duka itu masih terasa nyata baginya. Rasa sakitnya, rasa kehilangannya, rasa hampanya, putus asanya, masih. Hal itu lah yang membuatnya tak betah sendirian lama - lama di rumah yang kini sepi seperti kuburan. Alasan utama yang membuatnya nyaris tak pernah mengambil cuti lebih dari sepuluh hari dalam belasan tahun terakhir.
Saat dia harus pulang untuk berbakti kepada Ibunya, satu - satunya orang tua yang masih dia miliki, dia hanya akan mengunjungi Ibunya sebentar. empat sampai lima hari saja di kampung halaman. Sudah. Tapi itu paling dilakukannya saat lebaran, setahun sekali. Seringnya dia yang memboyong Ibunya ke Jogja untuk menemaninya.
"Iya, Pak." Jawabnya pendek. Lebih agar untuk bisa mengakhiri pembicaraan ini.
Tapi ternyata belum rejeki.
"Iya itu, Pak Kadir kalo ngomong suka asal nyeplos. Mbok ditimbang dan ditaksir dulu dampaknya. Untung cuma jadi polisi nggak jadi menteri atau Presiden. Bisa kacau Indonesia kalau sama dia." Temannya yang lain menyahut.
"Iya, Pak." Lagi - lagi hanya itu jawabannya.
Dan kali ini akhirnya berhasil. Pembicaraan selesai. Suasana ruangan kembali hening dan tenang. Dia mencoba kembali memfokuskan diri pada tabel teka teki silang di hadapannya. Mencoba untuk tidak memikirkan apapun yang akan membawanya pada kejadian belasan tahun yang lalu. Dia baru saja mulai mengerjakan teka teki silangnya lagi, baru menjawab dua pertanyaan saat line telpon aduan masyarakat berdering, membuat semua orang seketika siaga.
"Halo." Salah seorang dari me mengangkat telpon tersebut.
Adit tetap duduk di tempatnya, mencoba menghalau perasaan tak enak yang mendadak dia rasakan. Dan sekitar dua menit berikutnya, firasatnya terbukti benar, membuat perutnya mulas seketika dan dadanya bergemuruh penuh kemarahan dan tekad yang membara.
"Tim bersiap. Ada korban klitih baru ditemukan di daerah Kotabaru."