8.Satu Bulan

1551 Kata
Hari sabtu tiba Sabrina tidak ada jadwal kuliah sama sekali ia menghabiskan waktunya di apartemen Ayaz, sedangkan Ayaz sendiri sudah pasti menghabiskan waktunya dikantor meskipun ini adalah akhir pekan, hari sudah menjelang sore saat Sabrina melirik jam dinding menunjukkan pukul tiga lewat ia beranjak dari ruang tv menyudahi acara menontonnya dan berlalu kekamar. saat Sabrina selesai melaksanakan kewajibannya ia sedikit terganggu suara bising dari mesin blender Sabrina mengerutkan dahinya siapa orang yang sedang ada didapur nya asisten mereka sudah kembali dari siang tadi mungkinkah itu Ayaz, Sabrina beranjak mengambil ponselnya ia melihat jam menunjukkan pukul empat sore ia bergegas keluar menggunakan kerudungnya melihat siapa orang dibalik kebisingan itu, saat sudah mendekati pantry ia melihat sosok itu pria yang masih menggunakan setelan kantornya yang hanya menyisakan kemeja putihnya Sabrina melihat jas dan keperluan Ayaz masih tergeletak di sofa ruang tv, tanpa sadar Sabrina berdiri terus memperhatikan pria dihadapannya ia melihat pria tampan itu tengah disibukkan membuat jus mengambil es didalam lemari es menuangnya lalu terlihat Ayaz tengah mencuci blender yang baru ia gunakan ada perasaan bersalah pada diri Sabrina, bukankah dia adalah istrinya dan pria yang mungkin sedang kehausan pulang bekerja itu adalah suaminya, mengapa mereka terlalu bermain main dengan ikatan pernikahan yang sudah berjanji di atas nama Allah bahkan satu bulan lamanya pernikahan ini tidak memberikan perubahan apapun, Sabrina menghela nafasnya ia merasa melakukan dosa untuk setiap hari yang ia lakukan tanpa mengurus suaminya tapi ia juga tidak bisa berbuat apa yang ingin ia lakukan jika Ayaz terus menolak akan pernikahan ini, kenapa harus ia sendiri yang berjuang bukannya ia lah yang menjadi korban dari mereka, Sabrina berhenti berfikir dan berjalan mendekati Ayaz ia langsung mengambil alih tabung blender yang masih dibersihkan oleh Ayaz "Apa yang kau lakukan??" "Pergilah, biar aku yang membersihkannya, kau harus mengganti bajumu dulu kalau nanti terkena air dari buah ini nodanya akan susah hilang." Ayaz mengerjabkan mata nya terkejut melihat Sabrina berada dirumah ia pikir Sabrina tidak dirumah mengingat gadis ini selalu menghabiskan akhir pekannya bersama teman temannya. Ayaz masih terdiam memandang gadis yang mengambil alih pekerjaannya ia tersadar dan membiarkan Sabrina melanjutkannya sementara ia mengambil jus yang sudah ia isi dengan es lalu membawanya menuju ruang tv. Ayaz terus memperhatikan gadis yang masih membersihkan sisa sisa air jus yang berjatuhan di meja pantry lalu mencuci tangannya setelah itu Sabrina juga berbalik memandang Ayaz yang juga sedang melihatnya Ayaz yang kepergok sedang melihatnya seketika membuang muka mengalihkan pandangannya menuju dinding kaca transparan yang menampilkan keramaian kota Jakarta. Sabrina mengeluarkan sebuah cake yang sempat ia beli lalu memotong nya untuk beberapa bagian menempatkannya di piring kecil lalu berjalan mendekati Ayaz menyodorkan cake itu untuk pria yang mungkin tengah dilanda kelaparan. karena asisten rumah tangga mereka tak sempat memasak jadi dengan baik hati Sabrina memberikan cake yang ia punya untuk suaminya jika ia memang dianggap istri oleh Ayaz. Ayaz memandang cake itu dengan dahi berkerut ia memang sedang kelaparan karena belum sempat makan siang hingga menjelang sore tapi ia juga tidak bisa memasak sesuatu jadi ia memutuskan membuat jus saja karena ia juga tengah haus berat di cuaca yang panas ini. "Apa kau sudah makan??" Ayaz terdiam mendengar pertanyaan itu sudut hatinya menghangat apa Sabrina mengetahui ia tengah kelaparan. "Makan lah, ini untuk mengganjal perut Bik asih tidak sempat memasak ia terburu buru pulang karena suaminya sakit," Sabrina menjelaskan kepada Ayaz agar tak salah paham dengan perhatian yang ia berikan. Ayaz hanya memandang cake dihadapannya dilema ia memang tengah lapar tapi ia juga sedikit malu pada Sabrina jadi ia memutuskan untuk bangkit membersihkan dirinya baru ia akan memikirkan apa yang akan ia makan mungkin ia akan memesan makanan saja batinnya, sebelum mencapai kamar suara Sabrina menghentikan langkah nya. "Apa kau lapar? Jika kau mau aku bisa memasakkan mu?" Ayaz hanya terdiam tanpa membalikkan tubuhnya menghadap Sabrina tampak sedang berpikir hingga ia berkata. "Terserah kau saja," lalu berlalu kekamarnya untuk membersihkan diri. Sabrina mengulum senyumnya ia tahu Ayaz pasti sedang lapar cuma merasa gengsi jadi tidak menunjukkan secara terang terangan. Sabrina mulai sibuk dengan bumbu bumbu masakan ia sambil bersenandung kecil ia akan memasak sup untuk Ayaz. Wangi aroma sup itu menguar di ruangan apartemen Ayaz, ia yang tengah memakai bajunya langsung bergegas karena perutnya yang sudah keroncongan. saat keluar ia langsung menuju pantry dimana Sabrina tengah sibuk mencuci alat alat masak yang ia gunakan sedangkan semua masakan sudah siap dihidangkan di meja makan, Ayaz memandang nya dengan menelan ludah dia sudah sangat lapar, Sabrina langsung memberikan piring kepadanya agar Ayaz makan, "Kau tidak makan??" tanya Ayaz memandang Sabrina yang masih membersihkan meja pantry yang masih basah. "Makan lah, setelah ini aku akan makan, lagi pula aku masih sedikit kenyang," Ayaz mengangguk dan mulai makan ia makan dengan lahab membuat Sabrina tersenyum lalu melanjutkan pekerjaannya. Selesai makan Ayaz duduk sambil menghadap laptopnya, tidak ia pungkiri bahwa masakan Sabrina memang lezat dan membuat ia tidak bisa makan sedikit saja, Sabrina berjalan melalui Ayaz sambil membawa cokelat panas yang biasa ia minum, ia duduk di sofa yang tak jauh dari Ayaz sofa panjang dan lebar itu langsung menghadap dinding kaca besar yang menunjukkan keramaian kota Jakarta yang mulai gelap dan menunjukkan sebagian lampu lampu sudah menyala. Ayaz menatap punggung Sabrina yang tengah menikmati secangkir coklat panas di genggamannya sudut bibirnya tersenyum memandang gadis cantik itu, ia akui bahwa Sabrina bukan gadis menyebalkan yang selalu ingin tahu dan ikut campur segala urusannya Sabrina gadis yang baik, ia merasa bersalah telah melibatkan masalahnya dengan mempertaruhkan masa muda gadis itu. Ayaz menghela nafasnya mungkinkah ia coba saja menerima kenyataan ini. dan mungkin saja ini adalah campur tangan Tuhan bahwa ia dan Sabrina memang berjodoh. Ayaz menghela nafasnya lagi ia akan memperbaiki sikapnya terhadap Sabrina dan melupakan Kalila semoga keputusan yang tepat. *** Keramaian di Bandara International Jakarta tidak menyurutkan tekat seorang wanita dengan penampilannya yang memukau ia menggunakan kacamata hitamnya dan menggunakan kemeja serta jins tak lupa juga sepatu hak tingginya mengayunkan langkahnya dengan pasti, dengan percaya diri ia berjalan menggeret kopernya memandang ke segala arah mencari seseorang yang sudah ia hubungi untuk menjemputnya, saat ia berjalan lebih keluar lagi ia melihat orang yang ia cari berdiri bersandar di sebuah mobil mini sport ia mendekati wanita itu, sahabatnya serta asistennya yang ia percaya mengelola butiknya saat ia di Bali Nadia memandang sahabatnya dengan tersenyum dibalas Kalila dengan senyuman kembali. "Kamu sudah lama nunggu??" "Gak juga, cuma sorry aku gak masuk males liat bandara rame banget untung kamu inisiatif langsung keluar." "Its oke gak apa apa, karena aku yang memang butuh jadi gak masalah, gimana butik lancar?" Mereka berbincang bincang sambil melajukan mobilnya membelah kota jakarta. "Lancarr, jadi gimana kamu mau langsung balik aja atau mampir ke apartemen aku?" "Langsung balik aja." ucap Kalila yakin "Kamu yakin??" "Yakin, kenapa gak yakin??" "Kamu mau capek capek habis jetlag gini langsung kena marah Papa dan Mama mu?" "Aku malah uda gak sabar pingin jumpa mereka, dan bertanya apa maksud mereka menikahkan Ayaz dengan anak sialan itu!!" "Kamu gak boleh seperti itu, Sabrina itu juga adik kamu loh." Kalila menyibakkan rambut panjangnya menyelipkannya dibalik telinga seraya menghela nafas. "Aku gak pernah anggap dia adik aku, apapun itu dia tetap bukan adik ku!!" ucap Kalila menoleh memandang sahabatnya yang juga sesekali memandangnya sambil mengemudi Nadia menggelengkan kepalanya ia sangat hapal sikap Kalila yang keras kepala. "Terserah kamu saja, tapi ingat jangan menjadi orang ketiga di pernikahan adik mu." "Kenapa semua orang selalu mengatakan hal itu," "Karena mereka sudah menikah Lila." "Lantas aku bagaimana??" "Itu semua kesalahanmu kau sendiri yang memutuskan untuk pergi, sudah aku bilang itu ide gila, kau mungkin bisa berpikir bahwa Ayaz akan menunggu mu dan mencintaimu tapi keluarganya tidak." "Apa pun yang terjadi Ayaz akan tetap kembali kepada ku, ini belum terlambat, ia bisa menceraikan Sabrina." "Kau tidak bisa seperti itu, ini menyangkut masa depan Sabrina." "Aku tidak perduli,," ucap Kalila sedikit berteriak ia sudah sangat emosi menahan kemarahannya berhari hari. Nadia melajukan mobilnya lebih cepat ia sudah berusaha membujuk Kalila tapi wanita ini sangat keras kepala, mereka memasuki kawasan perumahan elit, dan Nadia menghentikan mobilnya didepan rumah berpagar putih menjulang tinggi ia tidak bermaksud mampir hanya ingin mengantar Kalila. Kalila keluar dengan cepat mengambil kopernya di jok belakang lalu menutup pintu mobil itu sedikit keras Nadia hanya menggelengkan kepalanya ia melajukan kembali mobilnya meninggalkan Kalila yang masuk kedalam rumah berpagar itu. Kalila masuk menggeret kopernya ia menatap rumah bercat putih itu mengingat dekorasi pernikahannya yang ia minta diadakan dirumah saja karena ia memang berniat pergi meninggalkan pernikahannya agar tidak terlalu memakan kerugian tentu saja permintaannya itu sedikit aneh apalagi dari pihak keluarga Ayaz sangat tidak setuju tapi akhirnya semua terpenuhi dengan iming iming bahwa ia akan melakukan resepsi sebulan setelahnya menikah dengan Ayaz dan mengundang seluruh keluarga dan relasi mereka tapi ia tidak menyangka keputusan ia pergi dihari pernikahannya karena mengejar karirnya malah berantakan akibat mempelainya harus digantikan oleh Sabrina. Mengingat nama itu darah Kalila mendidih emosi apa mereka telah melakukan resepsi atau mereka belum melakukannya, semoga saja belum terjadi, saat ini yang ia pikirkan harus menemui orang yang melakukan dalang dibalik semua ini ia berjalan cepat memasuki rumah itu ia mendorong pintu dengan kuat hingga pintu itu terbuka lebar, Kalila terkejut melihat sosok yang berada dihadapannya ia memandang pria yang duduk dihadapannya dengan raut yang sama terkejutnya tapi lebih menunjukkan wajah marah karena dengan jelas wajah dengan rahang keras itu menatap Kalila dengan tajam.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN