9.Kembali

1527 Kata
Siang hari Sabrina yang tengah disibukkan dengan tugas kampus mengalihkan konsentrasinya saat ponselnya bergetar tanda panggilan seseorang ia melihat nama ibunda menelponnya tapi Sabrina membiarkan karena kelas belum berakhir, lima belas menit berlalu Sabrina langsung kembali menelpon mamanya, karena mamanya tak biasa biasanya memanggilnya sampai berkali kali, bunyi nada sambung dari seberang telpon itu hanya beberapa detik langsung diangkat suara lembut wanita paruh baya itu. |"Sabrina kamu dimana Nak?"| |"Aku sedang berada di kampus Ma, ada apa?"| |"Kamu bisa pulang kerumah sekarang?"| |"Ada apa Ma, apa yang terjadi?"| |"Nanti Mama jelaskan dirumah."| sambungan telepon langsung terputus Sabrina memandang ponsel yang sudah menunjukkan layar gelap seperti semula ia bergegas membereskan perlengkapannya untuk cepat pulang. "Kita mau kemana nih??" tanya Vera yang sudah menanti kedua sahabatnya. "Aku balik duluan ya, soalnya Mama nelpon aku harus pulang sekarang juga." "Ada apa bri??" "Aku juga gak tau, Mama langsung tutup gitu aja telponnya." "Ya udah aku antar ya." Vera berjalan mengikuti Sabrina dan juga Alisa. "Boleh, tapi gak ngerepotin kan??" "Ya enggak lah lagian kita kan se arah!!" Sabrina hanya mengangguk lalu mempercepat jalannya. ** Kalila mendekati pria itu secara perlahan menyodorkan tangannya untuk menyentuhnya dan mencium tangan itu dengan khidmat pria yang sudah tak lagi muda itu menatapnya dengan sorot tajam Kalila hanya memandang papanya dengan datar ia juga harus marah ia tetap tidak terimah meskipun papanya marah dihadapannya saat ini. "Masih ingat pulang kamu?" Amier memandang putri sulungnya dengan raut wajah memerah menahan amarah. "Kenapa Papa bilang gitu sih, tentu saja Lila bakalan pulang, ini kan rumah Lila." Dengan raut tak berdosa Kalila menjawab enteng dihadapan ayahnya. "Kenapa kamu bilang??" Nada suara Amier sudah tak bisa di tahan lagi ia berteriak dengan keras. "Sudah lah Pa, Kalila minta maaf atas kesalahan Kalila, tapi kenapa Papa tega menikahkan Ayaz dengan Sabrina,," Kalila yang juga emosi ikut membentak papanya. "Anak kurang ajarr!" Amir mengangkat tangannya hendak menampar tapi terhalang oleh Siska yang memegang tangannya. "Jangan Pah, tolong bicarakan dengan baik baik!" "Baik baik kamu bilang, terus saja belain anak kamu itu, biar dia tidak pernah bisa dewasa, aku tidak pernah membedakan cara didik ku dengan mu dan Sabrina tapi kenapa anak ku bisa menjadi seperti ini." Amir mengucapkan dengan nada sarat akan kesedihan. "Kamu pergi dihari pernikahanmu, tanpa memikirkan orang tua, setelah mencoreng muka kami, kau datang dengan marah marah karena Ayaz menikah dengan Sabrina, itu semua karena ulah mu coba kalau kamu bisa berpikir jernih dan tidak kekanak kanakan apa semua ini bakalan terjadi?" "Oh jadi Papa menyalahkan aku, dimana anak sialan itu?" "Dia bukan anak sialan Kalila dia adik mu!" ucap Siska yang sudah menangis melihat keributan antara anak dan ayah itu. "Heh, aku tidak pernah menganggapnya adik, jika Mama tau itu." tangis Siska kembali pecah mendengar ucapan putrinya. "KALILA," Amier menatap berang putri sulungnya yang emosinya sudah di abang batas. "Apa, bukan kah memang benar dia bukan adik ku!" "Jaga ucapan mu Kalila, Papa tidak pernah mengajarimu untuk berbuat kurang ajar!" "Lalu apa, kenyataannya memang Sabrina bukan adikku, kalian membawanya pulang kemari saat aku berusia lima tahun, aku masih ingat betul kalian membawanya kemari dan menyayanginya lebih dari anak kalian sendiri!" "KALILA CUKUPP,,!!" Amier menampar Kalila karena telah emosi. Kalila malah tertawa mendapatkan tamparan dari papanya ia menatap penuh kebencian kepada orang tuanya. "Kenapa? apa kau puas sudah menampar ku? heh, sampai kapanpun aku tetap akan mengambil Ayaz dari Sabrina aku tidak peduli meskipun Papa, Mama dan semua orang menentang ku, aku tidak perduli, karena Ayaz dan aku saling mencintai, sudah cukup anak sialan itu merebut semua apa yang aku miliki kali ini aku tidak ingin diam begitu saja." Kalila mengucapkan kata katanya dengan menatap kedua orang tuanya tanpa rasa takut. "Nak, jangan seperti itu, kalian adalah saudara, Mama tidak pernah membedakan kasih sayang Mama padamu." "Mama tidak pernah tau hal itu tanpa Mama sadari!" Kalila menangis histeris menatap mamanya yang juga tengah menangis, sedangkan Amier ia terduduk memijit pelipisnya ia tidak mengerti mengapa putrinya sekeras ini. mereka tidak mengetahui bahwa Sabrina telah berada diluar sejak tadi dibalik pintu masuk yang sedikit terbuka, ia sedang menangisi keadaannya benarkah ia bukan anak dari Amier Husein dan mama Siska lantas anak siapa dirinya ini, kenyataan itu membuat Sabrina merasa semangkin sakit ia terisak dibalik pintu itu sambil menutup mulutnya, mengapa takdir Tuhan begitu mempermainkannya sampai ia tidak menyadari sosok pria dibelakangnya memandangnya heran. Ayaz mencoba mendekati Sabrina merasa heran mengapa gadis itu tidak masuk malah berdiri menutup wajahnya Ayaz menepuk pundak Sabrina pelan dan membuat Sabrina terkejut memandang Ayaz dengan berurai air mata. Ayaz terkejut melihat Sabrina yang langsung memeluknya dan menangis didalam pelukan Ayaz ia semangkin bingung ia datang kemari memenuhi panggilan mertuanya tapi malah bertemu Sabrina yang tengah menangis sesegukkan, ia melepas pelukan Sabrina menyisakan kemeja Ayaz yang sedikit basah akibat air matanya. "Ada apa Sabrina??" "Aaku,," Sabrina tidak sanggup menjawab ia masih sesegukkan berusaha menormalkan perasaanya. "Aku tidak apa apa, masuk lah Papa sudah menunggumu." ucap Sabrina. "Kau mau kemana? Bukannya kau juga akan masuk?" "Iya, aku akan menyusul nanti," ucap Sabrina yang langsung melangkah menjauh, ia harus menghilangkan bekas jejak air matanya agar mereka semua tak curiga. Ayaz memandang Sabrina khawatir tapi ia juga merasa penasaran atas apa yang terjadi, ia masuk mengucapkan salam dan melihat Kalila berdiri dihadapan ibunya serta Amier yang tengah menunduk lesu. "Kalila," lirih Ayaz saat menatap wanita cantik dihadapannya yang seketika membalikkan tubuhnya memeluk Ayaz dengan erat saat itulah Sabrina masuk kedalam rumah melihat Ayaz yang juga memeluk Kalila, seketika ia menjadi orang yang paling bersalah hadir diantara kedua orang yang saling mencintai, Ayaz tersadar dari perbuatannya tidak seharusnya ia berbuat seperti itu didepan mertuanya dan langsung melepas pelukan Kalila. Kalila memandang Ayaz dengan wajah bertanya. Kalila hendak memeluknya kembali tapi suara Amier menghentikannya. "Kalila cukup, Ayaz bukan lagi kekasih mu, dia suami Sabrina!" "Aku tidak perduli," "KALILA!" Suara Amier langsung membentak Kalila merasa prustasi dengan sikap anaknya. "Pah, sudah biarkan saja," ucap Sabrina dengan nada lirih memegang lengan pria itu mengusapnya pelan. "Apa yang kau bicarakan nak,,ini tidak benar," "Sudah lah Papa istirahat saja, biar aku Mas Ayaz dan Mbak Lila yang akan menyelesaikannya," Sabrina melihat mamanya berusaha berkata untuk membawa papanya pergi dari sana. "Ayo, Mas kita bahas lagi nanti," ucap Siska menenangkan. Amier mengikuti Siska yang menuntunnya menuju kamar. Hanya Sabrina, Ayaz, dan Kalila yang masih berada disana. "Bicarakan apa yang ingin kalian bicarakan aku tidak akan mengganggu," ucap Sabrina akhirnya. "Kalau aku ingin mengatakan bercerai sekarang juga dengan Ayaz kau mau apa?" "Mbak,_" "Lila, kenapa kamu berbicara seperti itu?" "Kenapa, bukannya seharusnya begitu??" "Aku mengerti, tapi kamu juga salah kenapa kamu pergi dihari itu?" "Sayang, aku memiliki pekerjaan yang tidak bisa ku tunda ini menyangkut karier ku," "Lalu kamu menganggap aku apa??" Ayaz seketika merasa emosi "Bukan begitu, saat itu aku benar benar terdesak," Kalila mencoba membujuk Ayaz yang tampak mulai marah sambil memegang kedua tangan Ayaz. "Apa kamu tidak bisa bicara padaku, apa aku tidak perlu tahu apa yang ingin kamu mau dan kamu lakukan, kamu tau sifat mu itu kekanak kanakan Lila," "Sayang aku mohon maaf kan aku." Kalila menahan Ayaz yang hendak beranjak dengan memeluknya, Ayaz melirik Sabrina yang juga melihatnya Ayaz merasa bersalah pada Sabrina berusaha melepas pelukan Kalila, "Apa yang kamu lakukan selama sebulan ini tanpa kabar?" "Aku hanya bekerja, percayalah aku melakukan semua ini demi karierku, dan sekarang aku kembali, ayo kita menikah aku sudah siap." Ayaz mendegus singkat mendengar ucapan Kalila. "Kamu kira semudah itu, lalu kamu mau aku jadikan istri kedua ku, begitu maksudmu?" "Tentu saja tidak, kamu harus ceraikan dia dulu, kamu pikir aku mau berbagi dengannya." Kalila memandang Sabrina tajam mendekati Sabrina yang duduk melihat mereka berdua. "Kau pikir aku tidak tahu kelicikan mu, heh, kau bisa bersembunyi dibalik wajah polos mu itu kepada semua orang tapi tidak dengan ku," "Mbak, aku tidak pernah menutupi apapun yang mbak Lila maksudkan." "Dasar memuakkan! Terus saja bersikap polos kau gadis menjijikan." ucap Kalila sambil menarik kerudung Sabrina, Ayaz langsung melepas tangan Kalila yang mencoba menarik Sabrina. "Kalila apa yang kau lakukan?" "Lepas kan aku," sahut Kalila saat tangannya di halangi oleh Ayaz. "Aku akan membunuh gadis sialan ini!" Kalila tetap menarik narik kerudung Sabrina hingga membuatnya berantakan Sabrina hanya menangis tanpa melawan ia lelah dengan keadaannya ia bahkan masih memikirkan dimana orang tuanya saat ini. "Apa kau sudah gila hah!" Ayaz yang juga emosi membentak Kalila. "Ya aku gila, gila karena gadis sialan ini," Kalila mencoba menarik kembali kerudung Sabrina tapi dengan cepat Ayaz menarik tangan Kalila. membawanya menjauh dari Sabrina yang menangis sendiri meratapi nasib yang tidak tau kemana arahnya. setelah merasa lebih baik ia berjalan menuju kamarnya untuk menenangkan dirinya. ia terduduk merenungi apa yang telah terjadi jika ia harus berakhir menceraikan Ayaz ia siap melakukannya mungkin memang harus begini jalannya, Sabrina berjalan menuju jendela ia berdiri termenung hingga akhirnya melihat dua orang yang mungkin tengah berdebat saling adu argumen. Ia melihat Ayaz dan Kalila di halaman belakang sepertinya tengah bertengkar, Sabrina memperhatikan suaminya dan saudarinya disana hingga akhirnya perdebatan itu berakhir dengan Ayaz memeluk Kalila dan mengecup puncak kepalanya mengapa melihat itu membuat hati Sabrina sakit ia dengan sadar tau bahwa disana suaminya tengah memeluk seseorang yang bahkan ia sendiri tidak pernah mendapatkan perlakuan seperti itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN