Lia Aku menghempaskan badanku di atas ranjang, lalu menatap langit-langit kamar dengan senyum mengembang lebar. “Tadi aku salah dengar nggak, sih?” gumamku sambil memejamkan mata erat dan berguling di kasur beberapa kali. ‘Sepertinya saya keberatan Li, kalau kamu menganggap saya teman.’ Memang, setelah mengatakan itu Mas Aji langsung pergi begitu saja, tidak menjelaskan apa-apa lagi. Tapi apa aku boleh berharap lebih? Maksudku, apa aku boleh mengartikan ucapan Mas Aji kalau dia ingin hubungan kami lebih dari sekedar teman? “Aaaa!” Aku menjerit tertahan, lalu bangun sejenak untuk melepas jaket kulit yang kebesaran di badanku. Perlahan aku mencium aroma yang menguar dari jaket itu, dan ya, aroma Mas Aji sangat kental menguar. Jel