10. Scarry Situation

1171 Kata
Matheo tak kunjung bergeming. Tubuhnya membeku dengan wajah yang tertegun memandang sepasang bola mata berwarna cokelat yang mulai berubah gelap, berdiri menatapnya dengan wajah tegang. Tampak kedua sisi rahang lelaki itu mengencang dengan kuat, bahkan angin yang berembus dari hidungnya bisa dirasakan oleh Matheo sekalipun jarak mereka berada cukup jauh. Leonard Van Der Lyn. Entah bagaimana lelaki itu bisa berada di sini. Sekelumit pemikiran pun mulai menampar pemikiran Matheo. Bagaimana mungkin seorang Leonard bisa berada di tempat ini, bukankah lelaki itu sedang berada di Turki? Mengejar haknya sebagai seorang ayah. Apa pun alasannya. Namun, kehadiran si pemilik julukan ‘eL diablo’ itu tentu saja bukan karena mengikuti arah angin. Dilihat dari ekspresi wajah serta atmosfer yang tiba-tiba berubah, tercium bau peperangan sengit yang dibawa oleh Leonard ke tempat ini. Keheningan meliputi tempat itu serta semilir angin yang membuat Matheo Diaz bergidik ngeri. Dalam keheningan yang mencekam tersebut, sempat terlintas dalam benak Matheo, jika Leonard dan The Redfox berada di sini, maka seharusnya mereka sudah memiliki rencana. Namun, entah mengapa sampai saat ini ketiganya belum kunjung bergerak. Asumsi Matheo, mereka kemari adalah untuk menangkap Richard Alton sekaligus menyelamatkan nyawa Canadia, tetapi entah alasan apa yang membuat mereka masih tak bergerak sampai saat ini. Ting .... Dentingan pintu lift membuat Matheo bergeming. Sontak ia pun memandang ke samping lantas terbelalak ketika melihat tubuh seseorang bersimbah darah di dalam sana. “What the hell!” Tampaknya bukan Matheo saja yang terkejut, tetapi semua anak buah Richard Alton langsung membubarkan barisan dan berhamburan menghampiri pintu lift yang terbuka. Matheo ikut panik. Kaki kanannya telah maju, hendak mengambil langkah. Namun, hati Matheo tiba-tiba berkedut oleh perasaan aneh yang membuatnya mendongakkan wajah. Matheo kembali mengerutkan dahinya saat melihat Leonard hanya berdiam diri sambil memandang ke atas. Merasa penasaran, Matheo pun memutar pandangan lantas mendongak ke atas. Masih dalam kebingungan, Matheo hanya bisa mengerutkan dahinya saat melihat arah tatapan mata Leonard yang ternyata hanyalah sebuah televisi. “Jhony!” Suara Scarlett seketika membuyarkan segenap lamunan Matheo. Lelaki itu kembali bergeming dan saat ia memutar wajah, ia pun melihat dua orang anggota Rubah Merah yaitu Jhonny dan Scarlett mendekati kerumunan anak buah alton dan mendorong mereka semua ke dalam lift. “Hei, apa yang kalian lakukan?!” Salah satu anak buah Alton yang sedari tadi sibuk mengurusi si pria berlumuran darah lalu berdiri tegap. Ia memandang Jhony dan Scarlett dengan pandangan sinis. Seketika sang penjaga menyadari bahwa kastil ini sedang disabotase. Ia pun menekan earpiece yang menempel di telinganya, tetapi sebelum dia berhasil mengeluarkan sepatah kata, Jhony telah lebih dulu mengayunkan siku tangannya dan menghantam wajah pria itu. Seketika ia terjatuh. “Hei, apa-apaan?!” teriak seorang anak buah lainnya. “Mereka penyusup!” sambung temannya. Seketika terjadi kegaduhan di dalam ruangan sempit itu, tetapi Jhony dan Scarlett tampak begitu tegang. Bahkan dengan santai mereka menghantam para pengawal itu hanya dengan siku tangan dan tongkat senjata yang mereka ayunkan ke wajah para pria tersebut. Anehnya, tatapan mereka tertuju pada Matheo seolah sedang berusaha mengintimidasi dirinya. Seolah dalam tatapan itu, mereka ingin menyalahkan Matheo, sementara Matheo tak tahu di mana letak kesalahannya. “Matheo!” Suara itu membuat Matheo teringat bahwa dia kemari bersama kakak-beradik psikopat yang mengaku sahabat dari Letty Van Der Lyn. “It’s okay, Diaz! Tampaknya kau kebingungan. Tapi ya! Ini benar-benar sabotase yang membingungkan sekaligus brutal,” ujar Jonathan. Matheo mengerutkan dahi dan masih memandang ke depan ke arah Leonard, tetapi kemudian insting Matheo segera membawanya pada tujuannya menyabotase tempat ini. “Canadia!” gumam Matheo. Menyebutkan nama itu, seketika menyeret seantero kesadaran penuh dari Matheo Diaz. Tubuhnya pun bergerak mengikuti insting dan mencari jalan untuk bisa ke lantai lima. Matheo sudah tak peduli lagi dengan siapa lelaki yang hanya berdiri sambil berdiam diri memandang situasi yang sekejap telah berubah menjadi kacau ini. “Wait, wait! Matheo, where you going?!” tanya Jonathan. “Entahlah. Seharusnya kalianlah yang memberikanku petunjuk!” ucap Matheo dengan terburu-buru sambil berlari, berusaha mencari alternatif untuk bisa membawanya ke atas karena lift sudah berhenti di lantai dasar dan sepertinya Matheo bisa mengetahui dengan jelas apa yang sedang terjadi di bawah sana. “Ck!” Terdengar desahan napas kasar dari Jonathan. “tenanglah, Diaz! Leonard sudah membereskan situasi di atas.” DEG Ucapan yang baru saja terlontar dari mulut Jonathan kembali membuat Matheo terdiam. Langkahnya terhenti dan tubuhnya pun terdiam dengan irama jantung yang bertalu dengan kencang. “What?” gumam Matheo. Kedua sisi alisnya melengkung ke tengah, membuat dahinya terlipat. “Ya, Diaz! Astaga! Maaf aku lupa memberitahumu, tapi ... ini benar-benar di luar dugaan. Terlebih apa yang dilakukan Leonard benar-benar brutal!” “Berhenti mengucapkan omong kosong dan katakan padaku apa yang sebenarnya terjadi!” ucap Matheo. Demi apa pun, dia nyaris mati di bawah sini, tetapi tak ada dari dua orang itu yang bisa menjelaskan apa yang sedang terjadi. “Oke, handsome!” “Dan berhenti memanggilku demikian!” bentak Matheo, menyergah ucapan Michaela. “Cih!” Wanita itu mendengkus, membuat Matheo menggeram. “well, what ever with you. Yang jelas Leonard sudah membereskan situasi di atas. Entah apa yang terjadi, semua orang tiba-tiba pingsan dan muntah darah, kecuali Canadia dan Alton.” Penjelasan Michaela bukannya menenangkan Matheo, tetapi malah membuatnya semakin panik. “Cana!” gumam Matheo. Dia kembali tersadar dan sekali lagi kedua kakinya bergerak cepat, mencari-cari jalan untuk bisa keluar dari labirin ini. “Ck! Tenanglah, Matheo. Kamu hanya buang-buang energi.” “Persetan dengan kalian! Aku tidak peduli lagi. Nyawa Canadia sedang dalam bahaya, tapi kalian malah ....” Matheo berhenti berucap. Sejujurnya ia mulai putus asa. Napasnya berembus dengan kasar dan brutal, membuat Mike dan Jo bisa merasakan dengan jelas bagaimana kekhawatiran begitu besar dalam hati Matheo. “Agh, sial!” teriak Matheo. Dengan kedua tangan yang mengepal kencang, ia pun menonjok dinding lalu membenturkan dahinya di sana. “Katakan padaku di mana jalan untuk ke sana!” teriak Matheo. “Okay, okay!” Jonathan ikut berteriak. “dasar bawel!” “Katakan sekarang juga!” Matheo kian membentak. “Astaga!” Jonathan pun menjadi panik. Oke, dia seorang psikopat yang jika semakin didesak maka amarahnya pun akan semakin membludak. “Putar tubuh ke arah jam sembilan.” Matheo tak berpikir dua kali. Dia langsung berbalik dan berlari ke arah yang disebutkan oleh Jonathan. Ia pun melihat salah satu dinding kaca terpisah dari tempatnya lalu terbuka. Tak berpikir panjang, Matheo pun segera ke sana. Saat masuk ke dalam, angka lima dari deretan tombol sudah menyala pertanda bahwa Jonathan sudah menyabotase lift tersebut. Bilik kecil yang disepuh aluminium itu berjalan dengan cepat membawa Matheo ke lantai lima dan ketika pintu terbuka, Matheo pun segera melangkah dan melesat keluar. Namun, baru beberapa langkah dia berjalan, langkahnya kembali terhenti saat melihat apa yang sedang terjadi di depannya. “Oh ... my ... God!” pekik Matheo. “KATAKAN PADAKU!” Teriakan itu membuat Matheo mendongakkan wajahnya. “Canadia!” sebut Matheo. Dengan instingnya, ia pun melangkah memasuki ruangan itu. Sebuah ruangan dengan pencahayaan redup. Matheo pun harus berhati-hati, melewati orang-orang yang terkapar di lantai sambil bersimbah darah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN