“Sial!”
Seorang lelaki bertubuh kekar tampak baru saja keluar dari dalam sebuah mobil van. Wajahnya yang tampan dengan kumis yang membingkai seantero sisi rahangnya itu tampak mengayunkan tangan, menutupi kepala dan wajahnya dengan topi. Napasnya berembus kasar, sementara sepasang bola mata berwarna biru itu tampak tegang, memandang ke depan; pada sebuah bangunan tiga tingkat di depannya.
“Canadia, aku akan ....”
Hanya sampai di situ dan lelaki tersebut merasa suaranya tersekat. Hilang begitu saja, bagai ada sesuatu yang berusaha merampas suaranya dan membuatnya bisu. Namun, di sisi lain desitan temperamen di dalam otaknya bagai sebuah bom waktu yang menunggu untuk diledakkan.
“Damn it!” geram lelaki itu. Demi apa pun, kedua tangannya terkepal dengan kuat hingga samar terdengar suara kertakkan yang timbul dari sana.
Tampak hidungnya kembang kempis serta kedua sisi rahangnya yang kian mengetat dengan sempurna, menimbulkan bunyi kertakkan gigi yang menggema di dalam tenggorokannya.
Lelaki bertubuh atletis itu kini tengah berdiri di balik sebuah tiang, memandang sebuah ruangan dengan pencahayaan redup tepat di lantai lima. Jakunnya bergerak tatkala lelaki itu menelan saliva. Sungguh pun, jantungnya berdetak meningkat di setiap detiknya.
Tujuh belas tahun dia mengawal seorang anak gadis dan inilah kali pertama dia membiarkan gadis yang telah dijaganya sejak bayi itu pergi sendirian. Lebih parah lagi, gadis itu pergi ke kandang singa dan mungkin ini adalah keputusan paling buruk yang pernah diambil oleh Matheo Diaz.
“Seharusnya aku tak pernah menyetujui ide bodohmu itu, Cana!” Lelaki itu terus saja bergumam.
Napasnya berembus berat setiap kali matanya menyaksikan bagaimana suasana di lantai lima kelihatan sangat hening, tetapi ia tahu persis bahwa keheningan itu memancarkan kengerian yang begitu menakutkan.
Lima belas menit yang lalu ia masih bisa memantau Canadia Van Der Lyn lewat earpiece yang terpasang di telinganya dan terhubung dengan Canadia, tetapi gadis ceroboh itu malah dengan sengaja mematikannya. Tentu Matheo tahu alasannya. Canadia paling benci dinasehati terus-terusan. Namun, gadis itu tak pernah benar-benar tahu bagaimana begitu khawatirnya Matheo saat ini.
Andai ada yang bisa dilakukan Matheo sudah pasti menyeret Canadia dari atas sana dan segera membawanya pulang. Menidurkan gadis itu sambil memeluk tubuh mungilnya dan meletakkan telapak tangan pada punggungnya. Jelas Canadia akan berontak dan marah, tetapi itu jauh lebih baik daripada membiarkan Canadia berada di kediaman seorang mafia paling mengerikan di kota ini.
Richard Alton. Nama yang baru beberapa tahun diketahui oleh Matheo Diaz setelah mengulik fakta mengejutkan di mana seorang pendiri pilar dunia mafia yang setara dengan Fredrick Van Der Lyn, merupakan mantan rekan kerjanya dahulu ternyata memiliki seorang anak.
Semua ini berawal ketika Letty Van Der Lyn, anak sulung dari Fredrick Van Der Lyn dan sepupu dari Canadia mendapatkan misi pertama dari Fredrick sang kepala mafia Black Glow itu untuk pergi ke London.
Letty adalah seorang gadis spesial di mana dia dianugerahi sebuah kekuatan untuk bisa membaca sekaligus mengendalikan pikiran orang lain dan tampaknya Letty yang saat itu baru berumur tujuh belas tahun begitu semangat terhadap misi pertamanya. Terlebih, mengetahui bahwa markas yang akan didatanginya adalah markas milik salah satu bandar narkoba terkenal di London.
Dia adalah Nate St. Jhon, penjahat kelas kakap pertama yang dibunuh oleh Letty Van Der Lyn. Belakangan diketahui bahwa Nate ternyata memiliki seorang putra bernama Richard Alton, anak yang mewarisi seluruh harta kekayaan milik Nate St. Jhon, tetapi juga mewarisi seluruh sifat Nate St. Jhon.
Jika Letty bisa membunuh Nate St. Jhon dengan trik dan kemampuan khusus yang ia miliki, maka Canadia tak punya apa-apa untuk melawan seorang Richard Alton. Dan di sinilah tingkat kekhawatiran Matheo Diaz semakin membludak.
“k*****t!” Lelaki itu tak bisa berhenti memaki. Merutuki keadaan yang memaksa ia untuk tidak bisa berbuat apa-apa. Matheo selalu membenci situasi seperti ini, mana kala ia menjadi tak berdaya hingga tak bisa melakukan apa-apa. Hanya satu keinginan Matheo Diaz saat ini yaitu memastikan keadaan Canadia baik-baik saja lalu ia akan pergi ke dalam mobil Van dan berjaga-jaga di sana.
Namun, Canadia sudah memutuskan semua akses yang bisa memberitahu Matheo keadaan Canadia saat ini. Maka satu-satunya jalan bagi Matheo untuk bisa mengetahui keadaan Canadia adalah dengan menghampiri gadis itu.
“Waktunya pergantian shift.”
Suara yang datang dari arah Selatan itu membuat Matheo bergeming. Lantas lelaki itu menoleh ke samping. Dadanya langsung mengembang tatkala tekanan jantungnya tiba-tiba meningkat. Sekali lagi ia menoleh ke atas dan memastikan pada dirinya sendiri bahwa inilah waktu yang tepat untuk menyerang.
Tanpa membuang-buang waktu, Matheo langsung keluar dari persembunyiannya. Lelaki itu melepas hoodie yang dipakainya lalu mendekat ke barisan para pengawal. Matheo berdiri di barisan paling akhir, sementara di depan sana sedang ada pemeriksaan.
Apartemen tersembunyi ini dijaga ketat oleh para penjaga. Matheo juga tidak yakin bahwa identitasnya akan diterima dan tak akan ada penjaga yang mencurigainya. Namun, Matheo juga tak bisa terus berdiam diri di dalam mobil van tanpa mengetahui apa yang sedang terjadi. Maka di sinilah Matheo akan melakukan tugasnya.
Satu per satu penjaga diperiksa lewat alat sensor, di mana identitas mereka akan diperlihatkan di layar monitor. Matheo terus menelan saliva. Satu tangannya telah siap di belakang punggung, memegang teman pembunuhnya. Dia yakin senjata dengan peredam ini mampu membunuh sebanyak sepuluh orang penjaga ini dalam sedetik. Namun, ketika Matheo menoleh ke atas dia pun semakin gugup saat melihat CCTV yang terpasang pada salah satu tiang.
“Hei kau!”
Teriakan itu langsung membuat Matheo bergeming. Seketika lelaki itu menyadari bahwa dia telah menarik perhatian dengan berdiam diri di tempat dan membiarkan kekosongan di depannya. Matheo berusaha untuk tenang. Dengan d**a yang membusung, ia maju ke depan.
Sebelumnya, Matheo sudah menyelidik bahwa Richard Alton punya banyak pengawal dan di setiap harinya akan ada pergantian posisi. Semua ini dimaksudkan agar seluruh anak buah mengetahui titik-titik rawan di apartemen milik Richard dan semuanya harus siaga.
Matheo menggunakan kesempatan itu. Berpikir bahwa tak mungkin 150 orang itu bisa mengenali wajah rekan kerja mereka hanya dalam sekali tatap. Maka Matheo pun merancangkan sebuah rencana yang dia yakin telah matang. Matheo tak sendirian di sini.
“Hei, Diaz, menoleh ke atas, dasar i***t!”
Matheo pun bergeming dan dibuat kaget oleh suara yang baru saja keluar dari earpiece miliknya. Ini jelas bukan suara Canadia. Matheo pun menoleh ke kiri dan kanan, seolah mencari sumber suara.
“Apa yang kau cari, hah? Cepat menoleh ke atas. Sensornya akan segera bergerak ke arahmu!”
Setelah mendengar lebih jauh, Matheo pun mendengkus. ‘Sialan Mike!’ batin Matheo.
“Alright handsome, cepatlah mendongak. Aku tak sabar untuk segera berpesta!”
Kali ini suara seorang gadis, tetapi dia juga bukan Canadia. ‘Si jalang bertato,’ batin Matheo.
“Well, well, well ... tampaknya keluarga Van Der Lyn telah benar-benar kehilangan kejayaannya. Hem ... sepertinya setelah ini aku akan mendirikan sindikatku sendiri. Bagaimana menurutmu, Mikhaila?”
“Diamlah Joe!”
“Astaga! Itu saja marah. Beginilah kalau wanita tak menikah.”
“Joe!”
“Okay, okay!”
Matheo kembali mendengkus. Andai saja dia bisa, Matheo pasti akan menegur dua orang kakak beradik yang sedang adu mulut itu, tetapi situasi kembali menyudutkannya hingga Matheo tak bisa berbuat apa-apa selain berdiam diri dan mengikuti rencana mereka.
“Can we focus on mission?” Si wanita menegur.
“Of course. Ini misi pertamaku setelah sekian lama hanya meretas satelit NASA.”
“Oke, kalau begitu bantulah pria malang itu. Sensornya akan bergerak ke arahnya.”
Jantung Matheo kian berdegup dengan kencang. Berharap dua orang kakak beradik itu akan melakukan tugas mereka dengan baik, atau Matheo akan membuat kekacauan di sini dan memosisikan Canadia dalam bahaya.