Arya

1095 Kata
Berat rasanya membuka mata saat telinga mendengar seseorang tengah terisak di sisiku. tubuhku terasa lemas, persendian kaki terasa sangat sakit, kepalaku juga terasa berat. Kuedarkan pandangan, terlihat langit-langit berwarna putih dengan lampu lilin tergantung di tengahnya, kepala masih terasa pusing di manakah aku sekarang? Tempat ini tidak terasa asing bagiku, kusapukan pandangan ke sekeliling. ini kamarku, di sampingku Ibu tersenyum lega melihatku membuka mata. Sedetik kemudian Mita segera meraih tubuhku dalam pelukan air matanya luruh meleleh mengaliri pipi mulusnya. "Adella, kamu nggak apa-apa 'kan? Kita ke rumah sakit ya! aku khawatir sama keadaan kamu dan bayimu." Tanya Mita diiringi tatapan panik semua yang ada di kamar ini, ada Irma yang kini berdiri di sudut ruangan berpelukan dengan Ibu. Juga ada Raka suami Mita yang berdiri di tepi ranjang sambil memegang pundak sang istri. "Aku nggak apa-apa, anakku juga in shaa Allah baik-baik aja," jawabku menenangkan, seketika aku teringat Arya walaupun rasa trauma masih menyelimuti hatiku tapi aku bertanya guna memastikan keadaannya, "Arya gimana apa dia...?" Aku sangat takut, bagaimana kalau Arya meninggal. Aku takut dipenjara, bagaimana nasib anakku jika hal itu terjadi bukankah hidupnya akan lebih buruk jika hal itu sampai terjadi. "Kamu nggak usah takut, nggak usah khawatir kerena kamu nggak salah. Arya masih hidup dia ada di rumah sakit sekarang." Mita menjawab dengan nada geram, sepertinya menahan amarah apakah dia marah padaku karena telah melukai adik iparnya. aku jadi bingung dengan keadaan ini. "Adella, saya minta maaf ya, kerena adik saya kamu jadi begini, dari kecil Arya memang sedikit bandel tapi saya nggak nyangka dia bisa berbuat seburuk ini, saya benar-benar malu karena kelakuan adik saya. Orang tua saya juga benar-benar malu, mereka meminta saya mewakili untuk minta maaf sama kamu Adella." Suami Mita meminta maaf padaku, kelihatan sekali dia merasa terpukul karena sikap biadab adiknya. "Kami udah liat hasil rekaman cctv di gudang, jadi kami udah tau apa yang sebenernya terjadi. Mungkin Arya nggak tau kalo di gudang terpasang cctv jadi dia nekad ngelakuin hal buruk itu di sana. aku bener-bener malu karena kelakuan Arya sama kamu Dell." Mita menjelaskan melihatku kebingungan. tangannya membelai lembut tanganku yang masih sedikit gemetar mengingat kejadian tadi, senyum tulus terkembang di bibirnya. "Semuanya saya serahkan sama kamu Dell, kalau kamu mau membawa masalah ini ke ranah hukum silahkan, Arya memang harus mempertanggung jawabkan perbuatannya. Agar dia jera dan berfikir ribuan kali sebelum bertindak." Raka menimpali kata-kata istrinya, sama sekali tidak membela adiknya. Mereka sadar betul apa yang di lakukan Arya adalah kesalahan besar, apapun alasannya tidak seharusnya dia memperlakukanku seperti itu. Air mataku kembali meleleh, aku merasa lega dan terharu. Aku senang karena dengan mudah semua orang tahu apa yang terjadi sebenarnya hingga tidak ada yang salah paham padaku, dan semua orang terlihat begitu mendukungku.  "Memang sudah seharusnya Arya mendapat hukuman tapi aku nggak mau berurusan sama polisi. Apalagi sekarang aku lagi hamil, Aku nggak mau ribet. kalau masalah ini di bawa ke ranah hukum pasti akan panjang dan melelahkan prosesnya. Yang penting sekarang semua udah jelas siapa yang salah." Aku mencoba mengikhlaskan semua hal buruk yang terjadi padaku, walau mungkin akan memerlukan waktu untuk menghilangkan traumaku. Mungkin semua hal buruk yang aku alami hukuman atas semua dosaku. "Ya udah sekarang kamu istirahat aja dulu, jangan terlalu banyak fikiran. Kapanpun kamu siap kembali ke toko, kamu dateng aja. Arya nggak akan ada di sana lagi. Mungkin begitu keluar dari rumah sakit dia langsung dibawa Ibu dan Bapak mertuaku ke rumah mereka atau ke penjara kalau kamu mau lapor polisi." Mita sepertinya juga sama sepertiku, sekarang membenci pemuda itu walau dia adalah adik iparnya. "Iya, in shaa Allah. kalau aku udah siap pasti kerja lagi, semoga aja nggak akan lagi ada hal buruk, hari-hari ke depan akan lebih baik hari yang telah lalu," ujarku penuh harap. "Aamiin..." serempak kami semua mengaminkan. * Dita Andriyani *  Arman membelai tanganku lembut, di sematkan sebuah cincin bermata indah di jari manisku. angin tertiup halus membuat kain berwarna putih yang menjuntai berhiaskan bunga-bunga indah berwarna senada bergoyang ke sana ke mari. Hamparan rerumputan hijau sejauh mata memandang, menyejukkan hati menambah kedamaian yang terasa saat aku berada di dekatnya. hanya indah dan bahagia yang terasa. meski sebuah rasa bernama rindu bagai sungai yang tidak bermuara selalu mengalirkan rasanya walau raga telah bersama. Anak rambutku menari-nari membelai wajah karena sang bayu yang berhembus menembus jiwa membawa aroma wangi bunga cinta yang tengah bermekaran di sana menguar ke segala penjuru maya. Seulas senyum tercipta seiring jemari yang lembut membelai helai demi helai anak rambutku menyematkannya ke belakang telinga, seulas senyum tercipta usai membelai keningku dengan kehangatan cintanya. Aku terperanjat melihat raga yang tak mampu kudekap terseret sesosok bayangan kelam yang sangat lekat dalam ingat, menjauh dan semakin menjauh. Sekuat apapun mengejar tapi kahadirannya semakin pudar, hilang tanpa jejak ... "Adella ...." "Adella ...." "Adella ...." Semakin nyata, hingga jiwa kembali merasuki raga. "Adella, bangun nduk ...,' suara Ibu, lembut menyadarkan dari lelapku. "Ibu ... Arman, Bu. Arman ...," tangisku pecah dalam pelukan Ibu. Mimpi yang menghiasi malamku harus berakhir, menyedihkan. Dalam mimpi pun kehadirannya tidak dapat teraih. "Sabar nduk, kamu mimpi buruk lagi?" lembut Ibu membelai rambutku. "Arman di mana ya Bu, perasaan Della nggak enak," keluhku pada Ibu, nampak kaca-kaca di kedua mata teduhnya. "Kamu shalat aja sana, kamu do'ain semoga Arman baik-baik aja. kamu harus yakin kalau Gusti Allah memang menentukan dia sebagai jodoh kamu, dia pasti akan datang." Ibu menenangkanku. Kini kupasrahkan segalanya pada Sang Maha Pemilik kehidupan, siang dan malam kusebut namanya dalam do'a. Aku sudah mengalami banyak cerita dan mendapat banyak luka karena cintanya, tidak akan aku biarkan semua berakhir sia-sia. walaupun sampai akhir masa aku akan tetap menantinya. Aku tau tidak ada satu janji pun yang dia ucapkan tidak ada satu katapun yang dia ikatkan tapi kekuatan cintanya adalah sebuah keyakinan, di mana pun dia berada sekarang semoga Tuhan menanamkan keyakinan yang sama dalam hatinya bahwa cintaku adalah tempatnya kembali.   * Dita Andriyani *  "Mbak Adella, kita sarapan yuk." ajakan Irma yang melongokkan kepalanya dari balik pintu kamarku. "Mbak nggak laper, Dek." aku masih betah berlama-lama bermunajat di atas sajadah, enggan bangkit walau subuh telah lama berlalu. "Walaupun Mbak nggak laper, tapi dedek bayi dalem perut Mbak perlu makan. Mbak nggak boleh egois!" paksanya yang kini duduk di sebelahku, adikku ini sekarang sudah dewasa. Aku tersenyum membelai wajahnya, cantik. semoga dia tidak pernah melakukan kesalahan yang sama seperti yang telah aku lakukan, apa salahnya cinta? bila ada yang bertanya maka jawabnya adalah tidak ada salahnya cinta. Karena cinta adalah rasa yang fitrahnya ada dalam hati manusia, hanya saja kadang kala sang pemilik hatilah yang salah jalan membawa cinta
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN