Jam kantor memang sudah berakhir beberapa jam yang lalu, pekerjaan juga sudah dapat kuselesaikan sejak tadi. Namun, masih enggan diriku beranjak pulang, tidak seperti hari-hari biasanya di mana aku akan merasa ingin cepat-cepat pulang menemui istri tercinta yang setia menunggu kepulanganku di rumah.
Aku masih setia di sini, menikmati perasaan yang mulai menyiksa setia kali aku teringat masa yang sudah lama sekali berlalu itu, memang benar kata orang, jika manusia itu bisa berubah. Seseorang yang sangat kau damba kehadirannya bisa saja suatu saat begitu tidak kamu inginkan kehadirannya.
Seperti dia.
Kehadirannya saat ini sungguh tidak sesuai harapan, aku tidak siap jika harus berada dalam kerumitan. Aku sungguh tidak mengira kalau dia akan kembali mengungkit kisah yang dulu memang terasa manis tetapi telah lama aku kubur dalam-dalam, hingga segala kenangannya juga tidak pernah aku biarkan melintas walau hanya sekilas.
Saat ini aku hanya ingin hidup tenang bersama orang yang kucintai, memulai kisah cinta baru tanpa ada kisah bayangan masa lalu, masa lalu yang dulu memang membuat aku merasa bahagia tetapi itu dulu, telah lama aku ingin masa lalu itu berlalu.
Aku memejamkan mata dan menyandarkan punggung di sandaran kursi, menarik dan menghembuskan nafas dalam-dalam, saat sekelebat demi sekelebat bayangan masa lalu menari-nari di otak dan mulai membuat sesak di d**a.
Beberapa tahun yang lalu, saat kuliahku sudah hampir selesai.
"Saudara Bapakku sudah menunggu aku mendapatkan gelar sarjana, lalu membantunya mengembangkan usaha di kota kelahiranku," ujarku pada gadis manis yang duduk di kursi hadapanku di sebuah kedai kopi, di Jakarta, kotaku menuntut ilmu.
Bukan di kota kelahiranku tidak ada universitas yang bagus tetapi ibu dan bapak selalu ingin memberikan yang terbaik untukku hingga aku juga bisa menjadi yang terbaik bagi mereka.
"Terus kamu mau ninggalin aku, Sayang? aku nggak bisa LDR-an sehari aja nggak ketemu kamu rasanya aku udah kangen banget! kamu tega?" katanya menuntut aku memberi jawaban akan kelangsungan hubungan kami, hubungan yang telah lama kami bina dalam sebuah ikatan cinta.
Dia Anissa, putri tunggal dari pemilik kost tempat tinggalku selama di Jakarta, selama lima tahun kami menjalin asmara, lima tahun memang bukan waktu yang sebentar.
Dia sangat banyak membantuku di kota ini, baik secara moril maupun materil saat orang tuaku belum sempat mengirim uang untuk bayar kost ataupun kuliahku maka dialah yang senantiasa membantuku, orang tuanya juga sudah sangat baik padaku, sudah menganggapku seperti anak sendiri kata mereka.
Kami saling mencintai dan saling membutuhkan, waktu yang telah kami lewati sebagai sepasang kekasih bukanlah waktu yang sebentar, wajar saja kalau perpisahan ini sangat berat bagi kami. Tapi walau bagaimana pun aku adalah seorang laki-laki, segala tanggung jawab berada di pundakku hal itulah yang membulatkan tekadku untuk fokus meniti karier terlebih dahulu sebelum mengemban tanggung jawab yang lebih besar lagi sebagai seorang suami.
"Aku nggak bisa pisah sama kamu, Sayang, pokoknya kamu nikahin aku dulu, sebelum kamu pergi." Dia merengek sambil meremas kedua tanganku yang bertumpu di atas meja dengan kedua tangannya atau lebih tepatnya menekanku.
"Sayang, aku mohon pengertian kamu, aku baru selesai kuliah, belum kerja. masa mau langsung nikah, mau di kasih makan apa anak-anak kita nanti," aku terus meminta pengertiannya, karena pernikahan memang tidak semudah itu, tidak bisa hanya bermodalkan cinta atau rasa takut berpisah saja.
"Kamu juga 'kan masih kuliah, bukannya kamu masih ingin mengejar cita-cita kamu menjadi seorang dokter, itu juga yang di idam-idamkan orang tua kamu 'kan sayang. kamu nggak boleh egois kamu anak satu-satunya tumpuan harapan mereka, jangan hanya karena cinta kita kamu membuat mereka kecewa," lanjutku menyakinkannya, berharap dia bisa mengerti akan posisiku sekarang.
"Aku janji, kalau sudah tepat waktunya. kalau aku udah sukses meraih cita-citaku, aku bakal balik lagi ke Jakarta, mengajak orang tuaku untuk melamar kamu, percayalah semua ini juga demi masa depan kita," aku terus saja meyakinkannya, sesaat bisa kulihat ketegangan di wajahnya mulai mereda.
"Kamu janji ya, nggak akan pernah lupain aku! jangan pernah kamu bikin aku kecewa, aku janji aku akan selalu nungguin kamu di sini. nunggu kamu jemput aku untuk kita bersama melangkah menuju masa depan yang bahagia." Pintanya menuntutku. aku mengangguk pasti penuh keyakinan lalu seulas senyum terpatri di wajah cantiknya.
* Dita Andriyani *
Tak terasa hari itupun tiba di mana aku sudah menyelesaikan semua urusan pendidikanku, di kota kelahiran wanita yang pada masa itu paling kucintai.
Malam ini adalah malam terakhir aku di sini besok pagi aku sudah harus pulang Bapak dan Ibu sudah menungguku di kampung halaman. beserta usaha di bidang ekspedisi yang siap kami rintis bersama adik laki-laki Bapakku.
Semua teman-teman berkumpul di tempat kostku untuk berpesta kecil-kecilan sebagai pesta perpisahan denganku, berbagai makanan dan minuman ringan dihidangkan untuk menemani canda tawa kami.
Tak terasa waktu sudah menjelang dini hari saat sebagian teman kami pamit pulang dan ada sebagian teman lelaki yang sudah tertidur di sofa ruang tamu.
Aku tidak melihat Anissa ceria seperti biasanya bisa kupahami karena pastilah dia satu-satunya orang yang berduka karena kepergianku. walaupun jarak yang memisahkan kami tidak terlalu jauh, bisa di tempuh dengan beberapa jam perjalanan. tapi kami sudah terbiasa selalu bersama hingga terasa ada yang hilang saat harus terpisah ruang dan waktu darinya.
Tidak bisa dipungkiri karena selama lima tahun terakhir ini aku lah yang senantiasa menghiasi hari-harinya, tidak ada hari tanpa aku sejak pertama kali aku menginjakkan kaki di Jakarta memutuskan menyewa kamar kost yang terletak di lantai dua rumahnya, satu kamar di huni berdua bersama teman kuliahku demi menekan pengeluaran bulanan.
"Sayang, aku mau bicara sama kamu berdua aja." Ujarnya seraya menarik tanganku memasuki kamarnya lalu mengunci pintu dari dalam.
"Mau bicara apa sayang?" pertanyaanku tidak dijawab olehnya, dia hanya memelukku erat seolah tidak ingin melepaskan untuk selamanya.
Dia menceritakan segala keluh kesahnya, segala ketakutannya dia menangis tersedu sambil menyandarkan kepalanya di bahuku seolah ingin menahanku dengan air matanya berkata penuh harap agar aku tidak pernah meninggalkan cintanya, selalu menjaga cintaku hanya untuk dirinya, aku berjanji sepenuh jiwa untuk kembali menghalalkannya, samar kulihat senyum tipis di wajahnya mendengar janji setia dan luasnya harapan yang aku berikan padanya.
Namun, yang terjadi adalah ...
Pesannya untuk kembali melamarnya saat aku sudah sukses semakin lama semakin pudar dari ingatanku seiring kesibukanku meniti karier di sini, rasa cinta yang dulu pernah ada pun menguap entah ke mana, kami sudah semakin jarang berkomunikasi sejak terakhir dia menelpon menagih janjiku menikahinya, sekitar dua atau tiga tahun yang lalu, aku kurang mengingatnya, tetapi aku jawab aku belum siap untuk berkomitmen.
(Mas ,ini Anissa, Mas enggak lupakan sama aku?)
lagi, kuterima pesan darinya, dan lagi-lagi hanya k****a. Aku pun tidak pernah berniat menjawab panggilannya yang selalu dia lakukan belakangan ini.
Bagiku dia hanyalah penggalan dari kisah masa laluku, dan Adella adalah masa depanku, aku yakin itu.
Kenapa dia harus hadir di saat semuanya telah berbeda, apakah dia tidak bisa melupakanku seperti aku telah melupakannya. Terlebih lagi sekarang cintaku sudah milik istriku.
Mungkin memang benar aku egois tetapi bukankah ada kalanya perpisahan jadi satu-satunya jalan terbaik jika dalam hati sudah tidak ada rasa.
Aku masih memandangi kontak telepon bergambarkan seorang wanita berjilbab merah muda, memiliki lesung di kedua pipinya, kulitnya sawo matang menambah kesan manis pada dirinya, giginya yang putih tertata rapi membuat senyumnya serasa sempurna dengan jas berwarna putih dan stetoskop tergantung di lehernya rupanya dia berhasil meraih cita-citanya menjadi seorang dokter, aku tersenyum ikut bahagia untuk kesuksesannya namun rasa itu sudah tidak ada untuknya, hinggaku putuskan menekan tulisan BLOKIR pada kontak bernama Anissa tersebut.