Sate apa?

1308 Kata
"Iya, Mas. Ini aku on the way ke klinik. Maaf agak telat soalnya setelah jam mengajar kepala sekolah ngajakin rapat." "Kenapa tidak kirim pesan? Kamu bikin para pasien klinik khawatir." "Sekali lagi aku minta maaf, Mas. Saking sibuknya aku lupa memberi kabar sama Mas." "Ya, sudah tidak perlu buru-buru. Pelan saja naik motornya. Aku tidak mau mendengar kamu jatuh dari motor lagi." Mas Agung mematikan sambungan telepon sebelum aku menjawab dan mengucapkan salam. Kebiasaan buruk yang membuatmu kesal. Kemana perginya Mas Agung yang dulu? Ah, mungkin hanyut di sungai yang ada di belakang peternakan sapi. Sebelum aku menyalakan mesin motor kepala sekolah memanggilku. Memberi kotak yang ukurannya cukup besar. Padahal aku sudah menolak dan sengaja meninggalkan kotak di atas meja. "Pak, saya tidak bisa menerima hadiah ini. Sungkan sama sesama guru kontrak. Hanya saya yang sering mendapatkan oleh-oleh dari Bapak." "Tidak apa-apa, Bu Dyah. Soal guru lainnya tenang saja. Semua kebagian hanya isinya saja yang berbeda sesuai kebutuhan masing-masing." Terpaksa aku menerima hadiah dari kepala sekolah sekaligus pemilik yayasan pendidikan tempat aku mengajar. Namanya Pak Dikta, umurnya sudah 34 tahun namun belum ada niatan untuk berumah tangga. Pak Dikta sudah menunjukkan ketertarikannya padaku semenjak pertama bertemu. Tepatnya saat aku melakukan interview setelah dinyatakan lolos tes tertulis calon guru baru. Meski wajahnya tampan dan memiliki banyak uang aku sama sekali tidak tertarik dengannya. "Terima kasih, Mbak Dyah," ujar pasien klinik saat akan pulang. Senangnya bisa melayani pasien murah senyum dan tidak galak. "Sama-sama, Ibu. Semoga lekas sembuh Mochi.” Semenjak bekerja di klinik hewan aku jadi hafal jenis-jenis kucing. Mereka datang ke sini dengan keluhan berbeda-beda. Semuanya terawat dengan baik oleh pemiliknya. Hmmm, jadi rindu dengan kucing peliharaan Bunda. Hari ini, badanku terasa lelah. Sebelum berangkat ke sekolah aku mengantarkan bekal makan siang untuk Mas Agung lebih dulu. Aku titipkan ke Pak satpam karena dia belum datang. Jika hari biasa aku akan mulai bekerja pukul 2 siang hingga jam 8 malam. Sabtu-minggu mulai jam 8 pagi hingga 8 malam. Saat istirahat aku membantu pekerjaan temanku yang habis melahirkan. Begitu banyak tugas yang harus diselesaikannya membuatku tak tega. Akhirnya, aku yang menyelesaikan setengah dari tugasnya. “Kotak apa ini?” tanya Mas Agung sehabis dari pantry. Tumben dia bikin es kopi sendiri. Aduh, aku lupa menyimpan kotak hadiah dari Pak Dikta. Bakal kena omelan aku. “Oleh-oleh dari teman, Mas,” jawabku. “Teman mu yang mana? Seingat ku temanmu hanya Mimi, Amanda dan Siva.” “Teman guru. Beliau baru pulang dari luar kota.” Mas Agung mengambil paper bag yang aku taruh di pojok meja kerjaku. Dengan santai dan tanpa mau repot meminta ijin dia membuka kotak lalu menenteng isinya ke atas. Ternyata oleh-oleh yang diberikan Pak Dikta adalah sebuah tas. Merk terkenal dan harganya pasti sangat mahal. Besok aku akan mengembalikan oleh-oleh itu. “Bukan aku yang minta, Mas. Lagipula, aku tidak tahu isi kotak itu adalah tas.” “Apa semua guru di sekolahmu selalu diberi oleh-oleh semahal ini?” tanya Mas Agung dengan wajah garang. Aku menggeleng. “Kata Pak Dikta semua guru mendapatkan oleh-oleh namun isinya beda. Mungkin selain tas, beliau juga memberikan barang mahal lainnya pada guru di sekolahnya.” “Kamu percaya dengan yang dikatakannya?” Lagi-lagi aku mengangguk. “Memangnya Pak Dikta berbohong?” tanyaku balik. Bukannya menjawab Mas Agung justru berdecak kesal. Memasukkan kembali tas ke dalam kotak dan memintaku mengembalikan oleh-oleh dari kepala sekolah ku. Setelah itu, dia masuk ke dalam ruangannya. Meninggalkanku yang masih bingung dengan pertanyaannya tadi. *** Tepat pukul 8 malam hujan turun dengan derasnya. Aku sudah bersiap untuk pulang setelah menyelesaikan pekerjaan dan juga membersihkan ruang kerja Pak Bos. Di sini pegawai baru 4. Aku dan Bella sebagai resepsionis merangkap menjadi kasir, Pak satpam dan OB. Untuk bagian obat Mas Agung sendiri yang mengurusnya. Maklum klinik baru dan kami masih bisa bekerja serabutan. Sebenarnya ada Dokter yang membantu Mas Agung, tapi dia sedang cuti dalam waktu yang sangat lama. Maklum titipan orang dalam jadi bisa bertindak sesuka hati. Jarak kos dengan klinik lumayan jauh. Mas Agung sudah sering mengomel, memintaku mencari kos sekitaran sini agar tidak kejauhan jika pulang malam. Namun, aku belum mendapatkan kos dengan harga miring. Daerah kota semua kos harganya di luar kemampuanku. “Sudah makan malam?" Aku mendongak ke atas saat Mas Agung berdiri di sampingku. Kini aku sedang menunggu hujan reda di depan klinik. Duduk di kursi yang biasa digunakan para pasien menunggu antrian. “Belum, Mas.” “Mau pesan sate?” “Tidak usah, Mas. Di rumah ada makanan tinggal dipanaskan saja.” Helaan nafas Mas Agung terdengar di telingaku. Aku menolak bukan karena mode irit tapi di rumah masih ada lauk yang aku masak tadi pagi. Kenapa dia tidak pulang dulu? Dia bawa mobil tidak akan basah kuyup. Sementara aku bawa motor jadi alangkah baiknya menunggu hujan sedikit reda baru pulang. Mas Agung memanggil Abang sate yang biasa mangkal di sebelah klinik. Biasanya kalau malam dia akan makan di rumah. Mungkin karena banyaknya pasien hari ini membuatnya kelaparan. “Mau sate apa?” tanyanya padaku. Bukannya aku sudah menolak? Masih saja dipaksa untuk makan malam di sini. “Dyah, kamu mendadak tuli atau bisu?” Dih, mulutnya kalau bicara kayak cabai setan. Oh, jangan-jangan dia kerasukan setan makanya bicara suka sembarangan. Abang sate terkekeh pelan melihatku memberengut kesal. “Ada sate ayam, sate kambing, sate kelinci, Mbak Dyah,” ujarnya. “Eh, satu lagi menu spesial dari saya ...” “Apa?” tanya Mas Agung dan aku pun penasaran dengan menu spesialnya. “Sate-rusnya dengan saya jika Mbak Dyah mau.” Brak!!! Mas Agung menjatuhkan tas berisi laptop. Kedua matanya melotot galak ke arah ku. Abang sate yang menggoda ku malah aku yang kena tatapan tajam. Aneh banget! “Sate ayam dua porsi. Sekalian kasih lontongnya,” ujar Mas Agung. “Minumnya apa Pak Dokter?” “Teh hangat jangan pakai gula. Hidup saya sudah terlalu manis. Kalau Dyah tanya sendiri sama orangnya.” Aku meminta teh hangat manis pada Abang sate. Apa-apaan Mas Agung, pesan teh manis sampai menerangkan jika hidupnya sudah terlalu manis. Ya, beginilah aku. Hanya bisa menggerutu dalam hari jika kesal dengan Bos menyebalkan. Kelakuannya makin hari semakin membuatku kesal. Ada-ada saja permintaannya yang tidak masuk akal. “Gimana rasa menu sate spesial?” tanya Mas Agung tapi terdengar seperti sindiran. “Mas juga makan menu sate spesial. Pasti sudah tahu rasanya tanpa ku jawab.” “Ck, wajahmu terlihat bahagia setelah di goda tukang sate.” Aku mengerucutkan bibir. Menatap kesal Mas Agung. “Mas sendiri yang memanggilnya. Kenapa malah menyalahkan ku?” Langsung kicep kalau sudah kalah bicara. Tidak mau menjawab apalagi mengakui kesalahan. Tipe Bos otoriter, kalau nggak butuh uang buat bertahan hidup aku bakal resign dari klinik. “Tidak usah memakiku dalam hati, Dyah,” ucap Mas Agung. “Harusnya kamu bersyukur bisa kerja di sini dengan gaji besar. Cicilan motor butut bisa cepat lunas dan pembayaran kos reyot mu tidak pernah telat.” Aku memutar bola mata ketika Mas Agung menghina kendaraan dan tempat tinggal ku. “Terima kasih atas kebaikan yang telah Mas Agung berikan.” “Besok aku mau menu makan siang bebek goreng sambal hijau, cah kangkung dan tempe mendoan.” “Aku belum belanja. Mas jangan mengganti menu makan siang dadakan dong.” “Tinggal pergi ke supermarket dan membeli semua bahan. Apa susahnya?” Sabar Dyah. Kamu harus menahan sabar agar tidak terkena hipertensi. Pria di depanmu memang sangat menyebalkan tapi dia adalah Bos mu, ujarku dalam hati. “Iya, Mas. Besok menu makan siang seperti yang Mas sebutkan tadi.” “Aku mau nasinya ditambah. Kamu ini irit sekali, kasih aku nasi hanya satu porsi.” Ngomel lagi dan ngomel terus! “Iya, besok aku bakal kasih satu bakul,” jawabku. “Dyah, kamu sengaja ingin membuatku gemuk biar terlihat jelek, iya?!” “Astagfirullah, Mas. Kamu kerasukan hantu sate?”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN