bc

Bukan Sang Muhalil

book_age18+
1.3K
IKUTI
21.1K
BACA
HE
doctor
heir/heiress
blue collar
sweet
bxg
brilliant
campus
love at the first sight
like
intro-logo
Uraian

BLURB

.

Menjadi janda di usia muda membuat hidupku berantakan. 

.

Aku difitnah telah melakukan hubungan terlarang dengan seorang pria oleh suamiku. Dia pun marah lalu mengucapkan talak tiga sesaat setelah akad nikah.

.

Kemalangan ku tak sampai di situ saja. Setelah diceraikan, aku di usir oleh Ayahku tanpa uang sepeserpun.

.

Untungnya ada Mas Agung yang menolongku dan memberiku tempat tinggal sementara. 

.

Mas Agung adalah pria yang aku cintai dalam diam. Harapanku bersamanya harus pupus saat aku dijodohkan paksa oleh Ayah.

.

Kini kami bertemu kembali dalam sebuah ikatan antara Bos dan Karyawan. Sikapnya yang dulu lembut dan santun berubah menjadi menyebalkan. Bukan seperti Mas Agung yang aku kenal dulu.

.

Jadilah saksi kisah manis antara Agung dan Dyah dalam berita yang berjudul "Bukan Sang Muhalil"

chap-preview
Pratinjau gratis
Bos Menyebalkan
"Alhamdulillah, segarnya minum es teh tawar." Akhirnya, aku bisa menikmati makan siang dengan tenang. Suara Bos Menyebalkan tidak terdengar lagi dari pantry. Semoga dia tak bisa menemukan aku sampai makanan di dalam kotak bekal habis. Bukannya aku pelit dan tidak mau berbagi menu makan siang dengan Mas Agung. Namun, aku selalu tidak kebagian jika dia sudah menguasai bekal yang ku bawa dari rumah. Semenjak di usir dari rumah, aku harus terbiasa hidup irit. Gaji sebagai guru honorer tak cukup untuk mengontrak rumah dan biaya sehari-hari. Saat tahu ada lowongan kerja di klinik hewan yang baru dibuka aku langsung datang melamar. Alhamdulillah, diterima meskipun pemiliknya sangat menyebalkan. "Dyah, kamu lupa dengan pesananku?" Hah, aku menghembuskan nafas lelah. Baru juga istirahat sudah di suruh-suruh lagi. "Iya, Mas. Aku belikan nasi padang sekarang," balasku pada pesan Mas Agung. Bergegas membereskan alat makan beserta botol air, aku lalu pergi mencari warung nasi padang untuk membeli nasi rendang. Mas Agung ngidam makan daging dan memintaku memasak untuknya. Harusnya dia tahu jika aku tidak memiliki uang. Bisa-bisanya menyuruhku masak daging. "Ini, Mas." Aku menyerahkan sebungkus nasi padang beserta alat makan dan sebotol air mineral dingin. "Seperti biasa, aku memasukkan ke dalam operasional klinik." Bukannya menjawab dan menerima nasi padang, Mas Agung justru sibuk dengan laptopnya. Pura-pura tidak mendengar ucapanku. Sepertinya, dia juga menganggap ku makhluk tak kasat mata. Berulang kali ku katakan jika aku bukan chef dan tidak membuka restoran. Jadi, aku tidak mau di suruh memasak. Di rumahnya ada chef yang pastinya hasil masakannya rasanya enak dan kandungan gizinya terjamin. Aku masih berusaha bersikap ramah. Bagaimanapun juga pria menyebalkan di depanku ini adalah Bos ku. "Aku akan kembali bekerja," ujarku. Sebelum pergi dari ruangan, Mas Agung memanggilku dan meminta agar nasi padang di mejanya dibawa keluar juga. "Mas, di dalam bungkusan ini ada rendang. Warung padangnya terkenal masakannya enak ..." "Bawa keluar atau aku buang ke tempat sampah!" Jika, bos menyebalkan sudah memberi titah aku tidak berani membantah. Aku takut di pecat karena masih membutuhkan banyak uang untuk membayar angsuran motor. Aku mengambil piring beserta nasi padang. "Akan ku berikan pada pak satpam," ujarku. *** Kehidupan ku berubah drastis setelah aku menikah dengan pria pilihan Ayah. Seorang Abdi negara, anak tunggal dari keluarga kaya menjadi menantu idaman Ayah. Beliau memaksaku agar menerima perjodohan. Namun, takdir seolah mempermainkan aku. Sebelum akad nikah aku masih bisa pura-pura tersenyum. Semuanya berubah ketika aku sampai di rumah suamiku. Dia menuduhku pernah tidur dengan pria lain. "Tidur dengan siapa, Mas? Aku berpacaran saja belum pernah," ucapku kala itu. Membela diri dari fitnah yang ditujukan suamiku padaku. Mas Devan mengucap talak tiga dengan suara lantang, padahal baru lima jam kami menjadi suami-istri. Setiap kali merasa lelah aku pasti teringat kejadian malam itu. Saat duniaku hancur dan tidak memiliki semangat hidup. "Aku sudah makan siang, Pak. Nasi padang nya buat Bapak saja," ujarku saat Pak satpam menolak. Beliau pasti tahu jika aku telah membuat kesalahan. "Mbk Dyah kena semburan lahar panas lagi?" Aku mengangguk. "Hehe, iya, Pak. Gara-gara menu makan siang." "Kenapa nggak dimasakin saja, Mbak? Belanja pakai uang operasional klinik." "Sesekali boleh, Pak. Tapi, kalau berkali-kali sungkan juga." "Ya, gapapa, Mbak. Lagian Mas Agung yang minta. Daripada Mbak Dyah kena omelan tiap hari berujung stress mendingan lakukan saran dari Bapak." Andai saja aku seperti dulu. Masak tinggal masak dan makan tinggal makan, dengan senang hati aku membuatkan makan siang untuk Mas Agung. Setelah memberikan nasi padang pada Pak satpam, aku kembali masuk ke dalam. Mengerjakan pekerjaan yang sempat tertunda. Suara Mas Agung terdengar lewat sambungan telepon PABX. "Buatkan aku mie kuah nyemek dengan sayuran. Jangan lupa telur dadar yang banyak cabe nya!" “Mas belum makan siang? Ini sudah hampir jam lima.” “Kamu ‘kan sengaja pengen bikin aku kelaparan.” Ck, apa-apaan dia. Lebay sekali! Salah siapa nggak mau makan nasi padang. Malah ngambek dan melanjutkan bekerja. Sudah tahu klinik ramai pengunjung, bukannya buru-buru makan siang malah menundanya. Kalau sudah begini malah nyalahin aku. Sebelum kembali ngereyog, aku buru-buru ke pantry. Membuatkan pesanan bos menyebalkan yang hobi marah-marah. “Lama banget hanya bikin mie kuah,” suara menyebalkan itu terdengar lagi. Kali ini tidak lewat perantara namun langsung. Aku menghirup nafas panjang sebelum kekurangan oksigen. “Maaf, Mas. Gas habis jadi harus beli dulu. Ini sudah mau matang kok,” terang ku semoga dia mengerti. Mas Agung duduk di meja makan. Mengambil garpu lalu mencoba telur dadar yang baru saja matang. Jika, mie kuah nyemek baru mendidih airnya, masih harus menunggu beberapa menit lagi. “Enak, kamu nggak bikin sekalian?” “Aku sudah makan siang dan masih kenyang.” “Makan sendiri tanpa menawari bos mu,” sahutnya, menyebalkan sekali! Lebih baik aku fokus masak daripada berdebat yang ujung-ujungnya aku pasti yang salah. Mana pernah Mas Agung mau mengakui kalau dia menyebalkan. Semenjak menolongku dia bersikap aneh. Tidak seperti dulu yang selalu manis dan juga ramah. Mungkin karena statusku kini menjadi bawahannya dan juga seorang janda. “Mau kemana?” tanyanya saat aku ingin meninggalkan pantry. “Duduklah, aku ingin bicara denganmu.” Memang ini kliniknya tapi kalau bekerja tidak sesuai job aku sendiri yang kerepotan. Mau protes takut di pecat. “Iya, Mas,” ujarku pasrah. Aku menunggu Mas Agung selesai makan. Saking laparnya dia memakan mie dan telur dadar seperti belum makan selama satu minggu. “Kalau ada pasien gimana?” tanyaku pelan, semoga Mas Agung tidak tersinggung. “Aku sudah meminta Pak satpam menutup klinik selama satu jam.” “Kenapa di tutup?” “Biar kamu bisa duduk dengan nyaman. Bukannya kakimu masih sakit setelah jatuh dari motor. Kenapa tidak ke rumah sakit?” Ah, soal kaki ternyata. Memang masih sakit namun aku bisa mengatasinya sendiri. Kemarin aku jatuh dari motor karena menghindari becak yang tiba-tiba keluar dari gang. Sebelah kakiku tertindih motor tapi aku sudah pijat ke tukang urut. “Sudah tidak sakit. Hanya sedikit memar dan akan sembuh beberapa hari lagi.” Mas Agung mendengkus, menatapku kesal lalu kembali fokus pada makanannya. Entah apa yang sedang dia pikirkan? Sepertinya kesal karena aku terlalu ngirit. Sampai pelit dengan diri sendiri. “Aku sudah baik-baik saja, Mas,” ujarku lagi. Kali ini memberanikan diri mengangkat kepala dan bicara dengan suara lantang. "Gaji dari klinik lumayan besar. Kamu bahkan bisa mencicil lima motor sekaligus. Semiskin itu kah kamu hingga tidak mau ke rumah sakit untuk memeriksakan kakimu?” Rasanya ingin menyiram air ke wajah pria di depanku ini. Jika, dia bukan bosku pasti sudah ku lakukan. “Kebutuhanku bukan hanya mencicil motor, Mas. Lagipula Mas Agung tahu apa soal aku? “Semuanya! Saat kamu diceraikan dan dibuang seperti sampah aku bisa mengetahuinya.” “Mas!” seruku. “Kenapa membahas itu lagi?” “Biar kamu cepat move on dari pria b******k itu.” Mas Agung berdiri dari tempat duduknya setelah menghabiskan semua makanan. Mengambil dompet dari sakunya lalu memberikan kartu saktinya padaku. “Gunakan untuk memasak menu makan siang untukku. Jangan membuat alasan tidak punya uang untuk belanja!” Setelah itu, dia pergi begitu saja. “Dasar bos menyebalkan!”

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook