Part 19~Memikirkan

1137 Kata
Part 19~Memikirkan Maksudku, Kakak tanya tentang perasaanku terhadap Kakak ini hanya sekedar ingin tau tau bagaimana?" Tanya Ayu berani, ia tidak ingin terlarut dalam hal yang ambigu. Sabda mencerna ucapan Ayu, lalu ia tersenyum ketika paham dengan apa yang Ayu maksud. "Jika kamu bertanya apa maksudku menanyakan itu. Jawabannya satu, aku ingin tahu perasaan kamu sebelum aku melamarmu." Jawab Sabda santai. Sedang Ayu linglung, masih belum paham apa maksud Sabda. "Ma-maksud nya?" Sabda tersenyum lagi, Ayu nampak sangat menggemaskan dengan wajah terkejut dan lingkungannya. "Aku melamarmu, Ayu. Untuk jadi istriku." *** "Ma, aku nanti mau lamar, Ayu. Mama doakan, ya?" Sabda meminta restu pada mamanya. Rosa tersenyum, putranya ini sepertinya memang serius terhadap Ayu. "Iya, mama doakan semoga lancar. Nanti kalau dia setuju, kita langsung ke rumahnya. Lamar secara resmi," ujar Rosa mendukung putranya. Sabda terharu, mamanya tidak pernah mempermasalahkan tentang derajat Ayu yang berbeda dengan keluarganya. Mereka menerima siapapun yang akan menjadi bagian dari keluarganya asalkan layak, tidak memandang status dan derajat. "Makasih, Ma. Kalau begitu Sabda mau berangkat dulu. Sambil mempersiapkan mental Sabda." "Haha, iya. Nanti kalau belum ada jawaban, jangan dipaksa. Ayu juga butuh mikir, karena ini tentang ibadah sepanjang umur." Nasehat Rosa, dia tidak mau anaknya menjadi pemaksa. Karena keinginannya tidak bisa ia dapatkan. "Iya, Ma. Sabda paham, jadi Mama jangan khawatir. Tunggu saja berita baik dari Sabda." Ujar Sabda mantap. "Oke, Mama tunggu." Sabda mencium tangan Mamanya, ia harus segera ke kampus. "Aku berangkat, Ma. Assalammu'alaikum," pamitnya. "Wa'alaikumussalam, hati-hati." "Siap." Rosa memandangi putranya yang berjalan sambil bersiul senang. Dan ia berharap kesenangan itu untuk seterusnya. *** Bulan menunjukkan cahayanya malu-malu, karena ada awan hitam yang mengancam kedudukannya. Menutupi cahaya di malam hari. Dan pada malam ini, Ayu sama seperti awan hitam. Aura wajahnya mendung, menyebabkan Esa keheranan sendiri. Esa menyenggol lengan Ayu, berharap si empunya bangun dari khayalan. Ayu menoleh ke arah Esa yang memandangnya dengan wajah kepo. "Kenapa, Sa?" Ayu yang malah bertanya. "Ih, kan aku harusnya yang tanya. Kamu kenapa? Ada masalah?" Tanya Esa menebak, karena dilihat dari raut wajah Ayu yang tidak ada anggunya. Ayu menghela napas kasar, ia masih kepikiran dengan lamaran Sabda tadi. Ia belum memutuskan jawabannya. "Hah, aku bingung, Sa." Ayu menumpukan wajahnya di kasur. "Bingung kenapa?" "Aku dilamar sama Kak Sabda." Ujar Ayu. "HAH!? APA?! SERIUS?!" Pekik Esa kaget. Yang benar saja sahabatnya ini dilamar oleh laki-laki yang disukainya. Ayu mengusap telinganya yang sakit karena pekikan Esa. "Astaghfirullah, sakit Sa telingaku dengar suaramu." Esa cengengesan, "hehe. Maaf, Ay. Aku kaget banget soalnya, ini beneran?" Ayu menggangguk, "iya. Tadi pulang kuliah Kak Sabda aja aku ke kafe depan. Aku kira mau ngomong apa, taunya malah lamar aku." Jelas Ayu menjelaskan kronologi kejadian tadi siang secara singkat. Esa manggut-manggut, "terus kamu gimana?" Ayu mengangkat bahu, "entah." "Lah kok entah sih?" "Aku bingung," ujar Ayu menyampaikan kegalauannya. "Apa sih yang bikin bingung, kami juga suka sama Kak Sabda, kan?" Ayu mengangguk, "iya." "Terus apa masalahnya? Kalau suka dan kamu yakin ya, terima aja sih." Ujar Esa gemas, Ayu ini kenapa mempersulit dirinya sendiri sih? Ayu diam sebentar, mencerna ucapan Esa. "Tapi aku masih semester 3, Sa." Esa memincing menatap Ayu, "masalahnya apa lagi?" Ayu menggeleng, tidak tahu. "Gini deh, mikirnya jangan gimana nanti setelah nikah kuliahnya. Nikah kan gak menghambat apapun, kamu jangan mikir susahnya. Pikir yang baik-baik aja," Esa menasehati Ayu, berlagak bijak haha." "Ih, kamu kok jadi bijak gini, sih? Terharu aku," ledek Ayu. Esa mencebik, Ayu ini diajak serius gak bisa. "Aku serius, kamu ih." "Haha, iya-iya. Aku lagi mikir ini, sambil istikharah. Aku gak mau buru-buru memilih dan salah jalan." "Iya juga sih, walaupun suka kalau bukan jodoh ya, mau gimana lagi." Ayu mengangguk. Mereka larut dalam obrolan lain, membahas masa depan mereka yang belum jelas. *** Dex mengeram, ia masih saja belum bisa menggenggam Ayu dalam pelukannya. Ia takut kalau saja ia sudah didahului oleh si pria cecunguk satu itu. Dex tidak ingin hal itu terjadi. Secepatnya ia harus segera memilikinya. "Alex, apa gadisku ada di kampus sekarang?" "Tidak, Tuan. Nona masih di kantor." Lapor Alex secara mbulet. "Oke," Tut! Sambungan telponnya diputuskan sepihak. Dex kembali terdiam, ia takut kalau Ayu tidak memilihnya. Meksipun ia punya kuasa, yang terpenting adalah cinta dari Ayu untuknya. Dan Dex masih berjuang untuk itu *** Ayu terpekur dalam doanya, dia meminta pada Sang Pemilik semesta untuk meminta petunjuk mengenai kegalauannya dalam menentukan jawabnya. Ayu harus melibatkan Sang Pemilik Cinta, biar bagaimanapun Dia yang mengatur segalanya. Jika kita mendekati penciptanya, in syaa allah kita akan dekat dengan orang pilihan Allah. Karena Ayu tetap pada fitrahnya. "Ya Allah, jika memang dia adalah yang terbaik untukku, dekatkanlah kami. Dan jika bukan, semoga kami tetap berteman." Doa Ayu meminta petunjuk-Nya. I berharap yang terbaik, dan Sabda menjadi yang terbaik. Tapi ia juga harus meminta restu pada kedua orang tuanya dahulu. *** "Assalamualaikum, Ibu," salam Ayu pada ibunya. "Wa'alaikumussalam," jawab ibunya. "Ibu, bapak sama Adek sehat?" "Alhamdulillah, selalu sehat. Kamu sendiri gimana, Nduk? Lama gak nelpon," tanya ibu terdengar khawatir. Ayu merasa bersalah, semenjak kerja di kantor Ayu memang jarang menelpon ibunya karena ia capek dan sering tidur awal. "Heh, maaf ya, Bu. Akhir-akhir ini aku sering capek, Bu. Jadi tidur awal hari," jelas Ayu. "Ya Allah, tapi gak sakit, kan?" Nada suara ibu terdengar cemas. Membuat Ayu semakin merasa bersalah. Ia banyak berbohong pada ibunya. "Alhamdulillah gak, Bu. Ibu tenang aja, aku di sini sehat terus. Justru aku kepikiran terus sama keluarga di sana." "Hush, di sini sehat semua. Jadi jangan dipikirin, nanti malah sakit." Ayu tersenyum, ibunya ini adalah ibu terbaik di dunia. "Bapak ke mana, Bu?" "Bapak lagi di ladang, lagi panen terong." "Ish, jadi kangen sayur terong ibu." "Makanya pulang, nanti ibu masakin menu spesial." "Hehe, kalau liburan semester, Bu in syaa allah." "Hah, iya-iya." "Bu," panggil Ayu ragu. "Hm," "Ayu mau ngomong," Ayu memberanikan diri untuk berbicara pada ibunya. "Monggo, ibu dengerin nanti." Ayu menggigit bibir sebentar, ragu. Tapi ia ingin masalah ini cepat selesai. "Aku dilamar orang, Bu." Jujur Ayu akhirnya. "Maa syaa allah, apa Nduk?" Tanya ibu yang terlalu terkejut. Putrinya sudah dilamar? "Ayu dilamar, Bu." "Sama siapa, Nduk?" Ibu tidak bisa menyembunyikan rasa harunya. Putrinya sudah ada yang mengkhitbah. "Sama Kakak kelas, Bu. Tapi aku masih bingung." "Bingung kenapa? Kamu ada yang lain?" Ayu menggeleng meski tidak diketahui oleh ibu, "gak, Bu. Ayu cuma bingung mau terima apa belum. Menurut ibu gimana?" "Ya kalau orangnya baik gak papa, ibu setuju-setuju saja." "Tapi Ayu belum siap, Bu," itulah kenyataannya. Mentalnya belum terlalu siap menerima pernikahan yang mendadak. "Sholat, Nduk. Minta petunjuk sama Gusti Alalh. Jangan gegabah untuk menolak atau menerima, segala sesuatu harus dipertimbangkan dengan matang agar tidak menyesal kelak." Nasihat Bunda untuk Ayu yang langsung terdiam. Benar apa yang dikatakan oleh ibunya. "Iya, Bu. Ayu juga sedang sholat minta petunjuk sama Allah." "Bagus, semangat." "Makasih, Bu."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN