Part 18~Lamaran Sabda

717 Kata
Part 18~Lamaran Sabda "Ay, aku berangkat bareng, ya? Ada kelas pagi ini," pinta Esa pada Ayu. "Iya, cepetan siap-siapnya. Aku bentar lagi berangkat." "Ish, aku tinggal pakai jilbab ini." Ujar Esa sewot. "Kok tumben berangkat pagi?" Tanya Ayu heran, karena selama ini jam kuliah Esa agak siang. Esa cemberut, "iya. Pak Dodi minta hari ini, soalnya besok gak bisa masuk." Gerutu Esa karena jam santainya berkurang. "Kan jatuhnya sama aja, Sa. Gak usah gerutu terus." "Iya iya. Yuk berangkat." "Yuk." *** Apa yang kamu lakukan ketika dicegat oleh pria yang kamu sukai? Dan lagi, pria itu tidak hanya iseng-iseng untuk mencegat, tapi ada sesuatu yang penting yang akan dibicarakan. Seperti yang Ayu rasakan saat ini, ia sangat gugup karena Sabda mencegatnya dan ingin membicarakan hal penting. Mungkin Ayu biasa dicegat oleh Sabda ketika pulang dari kampus. Mungkin juga hal seperti ini sudah biasa dia alami. Tapi yang tidak biasa adalah arah pembicaraan Sabda. Bukan topik seperti biasa yang Sabda tanyakan. Dan hal ini membuat Ayu jadi gemetaran. Saat ini mereka berada di salah satu cafe dekat kampus, Sabda yang meminta. Karena tidak enak dan leluasa ketika membicarakan hal penting sambil berdiri di pinggir pagar kampus. "Em, Kakak mau bicara apa, ya?" Tanya Ayu memberanikan diri. Setelah duduk bermenit-menit di sini, sampai minuman dan makanan ringan dihidangkan. Sabda belum juga berbicara sepatah kata pun. Ia sedari tadi hanya diam, sesekali melirik ke arah Ayu. "Ehm," Sabda berdehem untuk melegakan tenggorokannya yang terasa kering. Jus mangga di depannya ini tak berefek apa-apa, ia seperti kehilangan kata-kata. "Em, jadi aku ngajak ke sini untuk ngomong hal penting sama kamu, Ay." Sabda membuka pembicaraannya. Ayu menggangguk, tadi sebelum ia terdampar di sini Sabda sudah mengatakan itu berungkali. "Jadi mau ngomong apa, Kak?" Tanya Ayu lagi, ia sedikit tidak sabaran. Karena selain penasaran dengan apa yang Sabda akan katakan, ia juga takut telat datang ke kantornya. Dan berakibat si bos marah besar karena dirinya telat. "Em, kamu tau kan kalau aku ada rasa sama kamu?" Tanya Sabda tepat di mata Ayu. Dengan gugup Ayu mengangguk, "em iya, Kak." Sabda tersenyum lega, Ayu tahu dengan perasaan yang ia miliki. Tapi hanya sedikit kelegaannya, "em, apa kamu juga punya rasa yang sama denganku?" Deg! Ayu terkejut dengan pertanyaan Sabda, meskipun ia tadi sudah sedikit menebak arah pembicaraan ini. Tapi setelah ditanya langsung, ia jadi mati kutu. "Eng, am, anu, Kak." Ayu merancau tidak jelas saking groginya. Mau jawab apa dia? Sebenarnya Sabda bertanya untuk apa? Mau diajak pacaran kah? Atau hanya sekedar bertanya? Sabda melihat kegugupan di wajah Ayu, dan juga gerak-gerik Ayu yang seperti cacing. Sabda menduga, Ayu juga memiliki rasa yang sama seperti dirinya. "Hm, bagaimana, Ayu?" Ayu menghela napas sebentar, "hah. Kakak tanya seperti itu untuk apa?" Sabda mengernyit, "maksudmu?" "Maksudku, Kakak tanya tentang perasaanku terhadap Kakak ini hanya sekedar ingin tau tau bagaimana?" Tanya Ayu berani, ia tidak ingin terlarut dalam hal yang ambigu. Sabda mencerna ucapan Ayu, lalu ia tersenyum ketika paham dengan apa yang Ayu maksud. "Jika kamu bertanya apa maksudku menanyakan itu. Jawabannya satu, aku ingin tahu perasaan kamu sebelum aku melamarmu." Jawab Sabda santai. Sedang Ayu linglung, masih belum paham apa maksud Sabda. "Ma-maksud nya?" Sabda tersenyum lagi, Ayu nampak sangat menggemaskan dengan wajah terkejut dan lingkungannya. "Aku melamarmu, Ayu. Untuk jadi istriku." Deg. Deg. Deg. Deg. Jantung Ayu berpacu lebih cepat sepuluh kali lipat dari biasanya. Ucapan Sabda tadi mengiang jelas dipikirannya. Apa ini nyata? "Kalau kamu belum bisa jawab sekarang tidak apa-apa, kamu pikirkan lagi lamaranku." Ayu masih diam. Nyawanya belum kembali. Sabda tidak bisa menghilangkan rasa gelinya melihat reaksi Ayu yang masih diam sama. "Kalau gitu Kakak duluan, ya. Kamu masih punya banya waktu untuk berpikir. Assalamu'alaikum," dan Sabda meninggalkan Ayu yang masih terbengong-bengong. Setelah sadar, Ayu melihat punggung Sabda yang sudah berada di kiar cafe. "Apa? Aku dilamar Kak Sabda?" Ayu bertanya pada dirinya sendiri. Allah, apa doaku selama ini sebentar lagi akan terkabul? Apa Sabda ini imam yang dia sebutkan dalam doanya setiap sholat? Seseorang yang ia rindukan untuk membimbingnya pada jalan yang baik? Air mata Ayu tiba-tiba saja menetes, ia terharu. Meskipun ia belum memantapkan hatinya untuk menerima lamaran Sabda, tapi karena ia memiliki rasa yang sama pada Sabda. Jadi lamaran Sabda tadi membuatnya haru, senang dan perasaan membuncah lainnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN