Part 8~Bos

1206 Kata
Part 8~Bos Sudah seminggu lebih Ayu bekerja di kantor milik Dex. Ia yang hanya mendapatkan tugas khusus di ruangan Dex bukannya senang malah sebal. Dex adalah bos yang rewel, Ayu tidak bisa pergi jauh-jauh dari Dex. Ada saja yang diinginkan oleh Dex, ataupun kerjaannya yang katanya tidak beres. Ayu ingin protes, tapi ia takut langsung di pecat. Jaman sekarang susah cari kerja, jadi Ayu tahan-tahankan dengan semua ini. Mungkin sebentar lagi mulut bosnya capek perintah sana sini. Semoga saja. "Eh, ngomong-ngomong Nancy apa kabar ya, sekarang? Udah lama gak ketemu." Ujar Esa yang mengingat Nancy sahabat mereka ketika SMA. Ayu menggangguk membenarkan, sejak Nancy pindah ke Singapura dua tahun yang lalu. "Iya, ya Sa. Mana gak akses buat hubungi dia lagi." Satu lagi, nomor ponsel Nancy mendadak tidak bisa dihubungi. Dan juga akun media sosialnya sepertinya sudah tidak aktif. Karena mereka berdua pernah mencoba menghubungi lewat akun itu. Tapi hasilnya nihil, apa Nancy sudah lupa dengan mereka. Karena sudah menemukan teman yang baru di sana. Entahlah! "Iya, kangen sama Nancy." "Aku juga." Esa dan Ayu sama-sama terdiam, mereka saat ini sedang berada di teras kost mereka. Menikmati angin malam yang cerah. Teman-teman kost yang lain juga sedang menikmati angin malam, ada yang nonton, main game, nyanyi bareng, ada juga yang ngobrol sambil nyemil. Ayu dan Esa memilih kelompoknya sendiri, mereka sedang malas dalam keramaian. "Ay, gimana kerjaan kamu di sana? Enak gak?" Esa memecah keheningan, selama Ayu dapat kerja Esa belum pernah menayangkan bagaimana Ayu di sana. Ayu menerawang, mengingat seenak apa kerjaannya di sana. "Hah, enak gak enak, Sa. Namanya juga kerja, tapi ya syukur Alhamdulillah aku dapet kerjaan lagi. Dari pada nganggur dan bikin repot ibu bapak." Esa membenarkan apa yang di katakan Ayu, "bener juga, sih. Tapi aku pengen tahu, di sana banyak pegawai yang ganteng-ganteng gak?" Tanya Esa dengan senyum sok imutnya. Ayu mencibir, kebiasaan Esa. "Hu, kamu ini. Yang ditanya pasti cowok gantengnya." Esa terkekeh, mau bagaimana mana lagi. Biji matanya akan meloncat senang kalau dapat melihat cowok ganteng. Rasanya gimana gitu. "Lah namanya juga perempuan, Ay." Belanya. "Aku juga perempuan, tapi gak kayak kamu. Inget ya, Sa. Jaga pandangan, bisa jadi zina mata loh." "Siap, Bu Ustadzah. Aku tau batasan kok, tapi kalau pas di depan mata, ya rezeki." Ayu mendengus mendengar pembelaan Esa, ada-ada saja. Mereka melanjutkan obrolan di depan teras sampai jam sembilan malam. Mata mereka sudah tidak bisa diajak kompromi, karena seharian penuh beraktivitas. Baik di kampus ataupun di tempat kerja. Mereka memilih tidur agar esok hari bangun dengan keadaan yang fresh. *** "Woy, nunggu siapa, sih?" Tanya Roy pada Dex yang sedari tadi tatapan matanya tertuju pada pintu ruangan. Dex ini sedang menunggu seseorang atau di sana ada makhluk yang tidak terlihat? Ish, membayangkan saja Roy sudah ngeri sendiri. Dex berdecak malas melihat Roy, sepagi ini Roy sudah ada di kantornya. Apa pria ini tidak ada kerjaan, jadi dia mengganggunya. "Ini masih jam delapan, Roy. Apa yang kamu lakukan di sini?" Roy menatap Dex dengan tatapan menyebalkan. "Mengunjungimu, apa lagi?" "Astaga, kenapa ada orang seperti ini sih?" Dex mengeluh melihat tingkah Roy. "Ya, tentu ada, Dex. Kalau tidak, siapa yang akan berteman dengan mu, hm?" Alis Roy naik turun untuk menggoda Dex. Satu fakta baru dari Dex, kalau pria ini susah mendapatkan teman. Tipe pria dingin dan irit bicara, tapi sekalinya bicara pedas. Siapa yang mau berteman, apalagi Dex cukup pemilih dalam berteman. Untung saja ada Roy yang setia pada Dex. "Ck, kau ini teman atau musuh? Kerjaanmu bergosip tentangku." Sindir Dex pada kelakuan Roy yang ember pada keluarganya. "Hahaha, aku tidak bergosip tentangmu, boy. Aku hanya ingin membantu mu agar di usiamu yang sudah tua ini mendapatkan pasangan. Lihat diriku, sudah memiliki satu anak berusia tiga tahun." Ujar Roy masih dengan tampang menyebalkan bagi Dex. "Astaga, Roy. Tanpa kamu bantu sekarang aku sudah memili gadis tercintaku." Ujar Dex sinis. Wajah Roy nampak berbinar, "astaga! Yang benar saja! Ya ampun Dex kamu harus merayakannya. Atau cepat bawa ke Singapura." Usul Roy nampak antusias. Ini berita bagus! "Nanti, belum waktunya." Jawab Dex kalem. Biarlah si mulut ember ini tahu, Dex sudah sebal dengan Roy yang kerap kali mengusulkan pada orang tuanya agar menjodohkannya dengan gadis-gadis Singapura. "Hey, jangan ditunda, Dex. Umurmu semakin tua," frontal sekali Roy ini. Apa dia tidak sadar diri, umurnya malah lebih tua satu tahun dari Dex. "Aku masih 33 tahun, Roy. Bukan lima puluh tahun. Menunda satu tahun tidak membuatku beruban." Ujar Dex datar. Roy terbahak mendengar ucapan Dex, menurutnya ini sangat lucu. Sepertinya Dex mulai bisa melucu, "hahaha. Astaga, Dex. Jangan ngelawak di sini. Ayo kita daftar lomba," Roy masih dengan tawanya. Dex menatap sengit pada Roy, sahabat macam apa ini. "Kalau kamu tidak ada urusan penting, lebih baik pergi. Suaramu menjadi kotoran di telingaku." "Hahaha, sebentar, Dex. Aku masih ingin bersantai di sini." Tanpa izin, Roy berpindah tempat. Yang awalnya di depan Dex, kini ia memilih berbaring di sofa. Bukannya ia tidak memiliki pekerjaan, hanya saja ia ingin bersantai. Apalagi sudah lama ia tidak bertemu dengan Dex. Jadi ia putuskan untuk mengunjungi Dex di kantor, siapa tahu ia mendapat gosip terbaru. Dex hanya menatap lelah ke arah Roy yang sudah terbaring di sofa dengan mata terpanjang. Mau dilarang pun tidak bisa, pria menyebalkan yang keras kepala. Lebih baik Dex melanjutkan pekerjaannya sambil menunggu Ayu datang. Hari ini Ayu ada jadwal kuliah pagi hari, dan akan selesai pada pukul sepuluh. Jadi Dex harus menahan rindunya satu jam lebih ke depan. Dex tidak pernah menuntut pekerja kebersihannya untuk sehari full di kantornya. Karena kebanyakan dari mereka adalah mahasiswa yang mencari uang tambahan. Dex paham akan hal itu, mekipun gajinya sesuai dengan apa yang mereka kerjakan. Dan bonus untuk si pekerja yang rajin. Tapi berbeda dengan Ayu, gadisnya. Ia tidak menyamakan Ayu seperti mereka. Ayu ini pegawai spesialnya. Ia mempekerjakan Ayu di kantor hanyalah akal-akalan nya saja. Dex ingin dekat dengan Ayu, dan menurutnya ini cara yang terbaik. Tidak mungkin kan, Dex tiba-tiba datang dan mengajak Ayu menikah. Jadi situasi ini Dex gunakan untuk pendekatan, agar Ayu tahu siapa dirinya. Setelah itu Dex akan mengajak Ayu menikah, tanpa ada penolakan. Gila, bukan? *** Ayu baru saja keluar dari kelas dan harus lanjut ke tempat kerjanya. Ia yakin, bosnya itu nantinya pasti akan menyusahkan. Haha, menyebalkan. Tapi ia mau mengulur waktu, sekali-kali. Ting! Notifikasi dari ponselnya menghentikan Ayu. Ia mengambil ponselnya di tas, dan melihat siapa yang menghubungkannya. Kak Dex Dari kampus langsung ke kantor. Astaghfirullah! Baru aja mau kabur, keluh Ayu di dalam batin. Lagian kenapa Dex bisa tahu apa yang Ayu lakukan? Apa Dex memata-matai nya, ah tapi mana mungkin. Untuk apa juga Dex memata-matai OG seperti dirinya. To Kak Dex Iya, Kak Ah, satu lagi. Panggilan untuk Dex, itu tidak dapat diganggu gugat. Pernah sekali Ayu memanggil Dex dengan panggilan Tuan, tapi yang Ayu dapat adalah kemarahan Dex. Jadi sejak itu, Ayu selalu memanggil Dex dengan panggilan Kak. Rencana molor Ayu pun gagal, ia akhirnya memesan ojek untuk pergi ke kantor. Ting! Kak Dex Langsung ke ruangan ku To Kak Dex Iya Akhirnya aku memilih untuk langsung ke kantor. Karena besar kemungkinan kalau ia datang terlambat si bos besar akan marah. Dan Ayu paling malas melihat Dex marah, rasanya menyeramkan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN