Part 9~Dekat

1003 Kata
Part 9~Dekat Ayu baru saja sampai di kantor dua menit yang lalu, tapi ia sudah mendapatkan spam chat dari Dex. Menyebalkan! Ayu jadi tidak sempat mengganti bajunya dengan seragam kerja. Tak apalah, kalau Dex marah ia akan beralasan. "Pagi menjelang siang, Pak Indra." Sapa Ayu ketika berada di depan meja kerja Indra. Indra tersenyum pada gadis yang akan menjadi istri bosnya, "pagi juga. Baru datang?" Ayu menggangguk, "iya, Pak. Kalau gitu saya duluan." "Iya, silahkan." Ayu mengetuk pintu ruangan Dex. Tok! Tok! "Masuk," titah suara berat dari Dex. Ayu pun langsung memasuki ruangan yang sudah tidak asing lagi. Ketika sampai di depan Dex, ia menunduk tanda hormat. "Ada yang bisa saya bantu, Kak?" Tanyanya sopan. "Aku, bukan saya." Peringat Dex, ia paling tidak suka kalau Ayu berbicara formal kepadanya. Ini sudah menjadi perintah mutlak dari Dex, tidak ada bantahan. Ayu meringis dan mengangguk kecil, lupa akan hal itu,"iya Kak. Em, apa Kakak butuh sesuatu?" Tanyanya lagi. Dex yang memperhatikan Ayu sedari dia masuk ke ruangannya hanya diam saja. Ia menikmati wajah cantik Ayu yang menunduk, Dex tidak akan pernah bosan akan hal itu. Ayu yang tidak mendapat respon dari Dex pun melirik ke arah Dex. Ia langsung menunduk ketika melihat tatapan Dex yang mengarah kepadanya. "Duduk," titah Dex. Ayu pun langsung duduk, ia tidak ingin mendapatkan omelan dari Dex. "Kenapa telat?" Pertanyaan pertama yang muncul dari bibir sexy Dex. Ayu mengernyitkan dahinya, tidak paham apa maksud Dex. "Em, maksudnya Kak?" "Kamu harusnya sampai pada pukul sepuluh empat puluh, tapi ini sudah jam sebelas lebih." Jelas Dex detail, yang membuat Ayu menganga. Sedetail itulah Dex mengenai dirinya? "Em, tadi sedikit macet." Jujur Ayu, karena memang jalanan agak padat. Dex menatap Ayu untuk mencari kebenaran, sebenarnya dia sudah tau. Tapi ia hanya ingin mengetes kejujuran Ayu. Ia tidak ingin Ayu menyembunyikan apapun darinya. "Hm, sekarang kamu buatkan Kakak teh." "Iya, Kak." Ayu pamit untuk membuat teh di dapur khusus yang ada di ruangan Dex. "Huh, tukang perintah!" Desis Ayu kesal. Dex ini berlaku bukan seperti bos kepadanya. Sambil menunggu air mendidih, Ayu mengeluarkan hpnya. Tadi ia merasa ada notifikasi pesan yang masuk. Kak Sabda Assalamualaikum, Ayu Apa kabar? To Kak Sabda Wa'alaikumussalam, Kak Alhamdulillah sehat Kak Sabda Alhamdulillah, masih di kampus? To Kak Sabda Kakak sendiri gimana kabarnya? Sudah di tempat kerja. Kak Sabda Alhamdulillah sehat selalu, apalagi kalau kamu balas chat Kakak. Semangat ya, kerjanya Pipi Ayu memerah membaca pesan dari Sabda, jarinya berselancar membalas pesan Sabda. To Kak Dex Haha, kakak bisa saja Makasih Kak, semangatnya Pipi Ayu masih memerah panas, padahal ia sudah mengakhiri pesannya dengan Sabda. Tapi rasa senang itu belum juga hilang. Hah, Ayu menyerah. Ia mengakui kalau dirinya menyukai Sabda, apalagi sejak ia keluar dari kerjaan di toko milik keluarga Sabda. Ia sering kali merasakan rindu pada Sabda, karena intensitas pertemuan yang kurang. Meskipun selama ini ketika di depan Sabda ia selalu menyangkal. "Yey, siap!" Pekik Ayu senang karena teh buatannya selesai. Ayu membawa teh tersebut untuk ia berikan pada Dex. Tapi ketika ia keluar dari dapur, ia melihat ada perempuan sexy yang duduk di kursi yang tadi ia duduki. Ah, untuk apa Ayu memikirkan itu. Tidak ada hubungannya dengan dirinya. Ia mengangkat alisnya heran, siapa perempuan itu? Apa pacar Kak Dex? "Kak, ini tehnya." Ayu menyajikan teh di depan Dex. Dex tersenyum senang, "terima kasih." Ayu hanya tersenyum dan hendak kembali ke dapur untuk mengembalikan nampan. Tapi suara Dex membuatnya berhenti, "tolong belikan nasi seperti biasa, ya?" Ayu yang paham pun hanya mengangguk, ia ke dapur sebentar dan langsung keluar dari ruangan Dex. Perempuan sexy yang Ayu maksud tadi adalah Dio, perempuan yang gencar untuk mendekati Dex. Meksipun sampai sekarang hasilnya nihil. Ada tatapan tidak suka dari Dio ketika melihat Dex menatap Ayu dengan tatapan berbeda. Ia melipat tangannya di d**a, siap untuk menginterogasi Dex. "Siapa dia, Dex? Pembantumu?" Tanya Dex mengejek, Dio yakin atas pemikirannya. Dex yang sedari sibuk melirik sebentar ke arah Dio, perempuan tidak tahu malu yang selalu mengganggunya. Ia tersinggung ketika Dio mengatakan Ayu sebegai pembantunya, meksipun kenyataan benar. Tapi Dex harus bisa mengontrol emosinya. "Bukan urusanmu." Jawab Dex cuek dan dingin. "Jelas urusanku!" Teriak Dio tanpa sadar. Ia tidak terima kalau saja Dex lebih memilih gadis kampungan tadi. Rahang Dex mengeras mendengar teriakan Dio, "cukup, Dio! Kami tidak ada hak atas diriku. Kamu bukan siapa-siapa!" Teriak Dex lebih keras. Dex terkesiap mendengar ucapan Dex, matanya berkaca-kaca. Ia sakit saat Dex mengucapkan dirinya bukan siapa-siapa! Dio menatap Dex dengan tatapan terluka, tanpa basa basi lagi Dio langsung keluar dari ruangan Dex. Sakit, tapi Dio belum kapok. Ia akan memperjuangkan Dex sampai ia mendapatkan Dex. *** "Diem-diem bae, kenapa nih?" Tanya Esa yang melihat Ayu diam saja sedari tadi sambil memandangi ponselnya. Ayu menoleh ke arah Esa, "gak papa. Lagi baca n****+," tunjuknya. Esa manggut-manggut, ia melanjutkan acara maraton nonton Drakornya. Sedangkan Ayu masih dengan bacaannya, tapi telpon masuk di wa mengganggu aktivitasnya. Dan untuk apa orang ini menelpon ketika malam hari. Seperti tidak ada kerjaan saja, tapi kalau tidak ia angkat ya, takut juga. "Assalamualaikum," salam Ayu. "Wa'alaikumussalam, lagi apa?" Suara serak milik Dex mengganggu pendengaran Ayu. "Em, lagi baca novel." "Belum ngantuk?" Ayu melirik jam di dinding, masih pukul setengah sembilan. Dan Ayu belum ngantuk sama sekali. "Belum, Kak. Em, Kakak lagi a-pa?" Tanya Ayu sedikit ragu, tapi justru membuat Dex berbunga. Senang karena Ayu mau menanyakan apa yang ia lakukan. Cinta segila ini. "Habis berenang," jawab Dex jujur. Ayu kaget mendengar jawaban Dex, berenang di malam hari? Tidak salah? "Kok jam segini berenang?" Dex terkekeh, "tadi belum sempat mandi dari kantor. Dan sudah lama tidak berenang." Ayu tersenyum, ia sendiri bingung mau membicarakan apa. "Huh, apa yang akan kamu lakukan setelah lulus kuliah?" "Em, belum tau." "Hm?" "Em, masih belum aku pikirkan, Kak." "Bagaimana dengan menikah?" "Belum ada pikiran." "Kenapa?" "Masih mau membahagiakan bapak sama ibu." Obrolan mereka berlanjut sampai pukul sepuluh malam, dengan berbagai topik pembicaraan. Ayu tidak merasakan canggung ketika berbicara dengan Dex di dalam telpon. Berbeda ketika di depannya langsung, nampak menyeramkan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN