Bab 9

1132 Kata
“Saya nasi goreng spesial mba, sama es teh manis. " Menu yang standard dan familiar akhirnya menjadi pilihan Khadija. “Baik.” Waitress itu kemudian menuliskan semua pilihan menu. “Ada lagi?” tanyanya dengan lembut dan sopan. “Nayya mau ice cleam laca ctlowbelly, cocelat cama vanilla Kakak!” Teriak Nayya yang merasa terabaikan. Khalima tertawa melihat ekspresi kesal adiknya. Sementara Nayya masih memanyunkan bibirnya. Sejak awal di perjalanan dia memang sudah merengek minta es krim. Khalima akhirnya mengulang pesanan adiknya kepada waitress. Setelah waitress itu pergi, Nayya masih menarik-narik ujung kaos kakaknya sambil berbicara. “Kakak Ima, katanya tadi kalo Nayya di tanya dan bilang iya iya, Kakak mau belikan boneka flozen?” Nayya merengut menagih hal yang di janjikan kakaknya. Gadis itu mencubit gemas pipi gembil adiknya. “Inget aja kamuh, hayu, tapi jangan berisik.” Khalima berbicara pelan disamping telinga adiknya. “Dija, Kakak, aku mau belikan Nayya boneka frozen dulu,” ucapnya sambil menggendong Nayya dan bergegas berdiri. “Bukannya boneka frozen di rumah udah banyak De?” Rasyid melirik kearah adiknya yang sudah melangkah. “Biasa, Kak ada keluaran terbaru, temennya Nayya udah pada punya semua." Khalima menjawab sambil menoleh. “Aku ikut Ma.” Khadija sudah hendak berdiri, baginya merupakan hal yang tidak biasa berduaan dengan lelaki meskipun itu di tempat keramaian. “Aku bentar kho, kamu tungguin pesanan kita, takutnya waitressnya salah meja." Alasan penolakan yang tidak masuk akal sebetulnya. namun Khadija merasa tidak enak untuk berdebat, akhirnya hanya menganggukan kepala mengikuti kemauan sahabatnya. Setelah Khalima dan Nayya menghilang dari pandangan, suasana canggung benar-benar terjadi. Bagaimanapun Khadija bukan orang yang terbiasa berbaur dengan cepat, karakternya cenderung serius, dia memang bukan orang yang tergolong judes dan masih bisa bersikap wajar hanya memang kurang luwes. Dia merupakan kebalikan Khalima yang memiliki karakter supel, periang, jahil, usil namun mudah bergaul. Rasyid tampak berfikir untuk memulai obrolan karena sepertinya tidak mungkin gadis yang masih menunduk memainkan ujung kerudungnya itu mengajaknya berbicara duluan. “Selamat ya,” ucap Rasyid. “Hah?” Khadija menoleh dengan wajah bingung. “Kakak bicara sama saya?” tanya Khadija memastikan. “Iya lah, masa bicara sama kotak sendok,” jawab rasyid sambil tertawa mencairkan suasana. “Eh iya, tapi itu, emh maksudnya selamat untuk apa?” Khadija bingung. “Kata Khalima kamu ulang tahun kan hari ini, makanya dia mau buat acara hari ini?" Rasyid mengerutkan dahi. “Emmhhh, bukannya ini acaranya Nayya ya?” Khadija bingung untuk menjawab, sejak kapan ulang tahunnya menjadi berubah, dan sejak kapan pula Khalima tahu hari ulang tahunnya. Rasyid mengerutkan dahi, dia mencium ketidak beresan dari acara dadakan hari ini, sampai dia dipaksa membatalkan janji untuk bertemu Merlina, kenalan barunya. Suasana kembali hening, Rasyid tak hendak mempermasalahkannya lagi, dia khawatir gadis yang duduk persis di depannya itu akan merasa tidak nyaman, karena dia melihat sepertinya gadis itu tidak terbiasa dengan suasana seperti itu. Perhatiannya teralihkan oleh dering ponselnya. Dia mengusap layar ponsel dan menjawab panggilan masuk dari seseorang. “Hallo.” Rasyid menjawab panggilan telepon. “Sorry Mer, aku lupa, tadi Ima buru-buru minta anter ke acara temennya ulang tahun,” ucapnya lagi menjawab pertanyaan seseorang dari balik ponsel. “Aku sekarang di mall XXX dekat arena permainan time zone,” ucap Rasyid lagi. “Ok bye, sampai ketemu!” Rasyid menutup panggilan teleponnya. Dia melirik Khadija yang terlihat tidak nyaman, sesekali menengok kearah luar food court, berharap Nayya dan Khalima segera kembali. “Hmmm, nanti ada temen aku mau kesini, boleh kan gabung di acara kamu?” Lagi-lagi Rasyid menyebut ini acaranya, bukankah Khalima bilang ini adalah acara untuk Nayya. Khadija malas berdebat, dia hanya mengangguk menyetujuinya. Beruntung kemudian pelayan datang membawakan pesanan makanan mereka. Tidak lama kemudian Khalima dan Nayya pun datang dengan paper bag bergambar frozen yang sudah dipastikan isinya adalah boneka frozen. “Wahh pas dateng, makanan dateng!” Khalima terlihat sumringah sambil kemudian mengambil posisi duduk di samping kakaknya. Sementara dia meletakkan Nayya di sofa disamping Khadija. “Wah bonekanya cantik." Khadija menengok kearah Nayya sambil tersenyum. Gadis cilik itu tersenyum dengan bangga. “Iya dong, kata Kak Ima, Nayya pinter, jadi Kak Ima kasih hadiah ini,” ucapnya dengan bibirnya tersenyum sempurna. “Kata Kak Ima, kalo Nayya nda celita-celita lahasia nanti akan dibelikan lagi boneka flozen yang besaaaalllll,” ucap Nayya sambil matanya berbinar membulat. “Lahasia apa De? nanti kalo Ade bilang ke Kakak, lahasianya, Kakak belikan boneka flozen yang lebih besaaaallll dalipada yang Kak Ima belikan, gimana?” Rasyid memicing kepada Khalima sudah mulai menaruh curiga. “Ih, Kakak kenapa cadel, itu bicalanya pake L(R) bukan L.” Nayya cemberut dan protes kepada Rasyid. “Udah ah jangan bawel, ayo Nayya, Kakak suapin ise creamnya, tar keburu lumer." Khalima mengalihkan fokus pembicaraan. “Kalian bersekongkol apa?” Kali ini Rasyid menatap tajam kepada adik perempuan yang duduk disebelahnya. “Ih apa, sih Kakak, engga ada mana ada persekongkolan, emangnya aku penjahat?” Khalima menjulurkan lidah meledek kakaknya. “Weee!" Nayya membela perempuan yang telah menyogoknya dengan boneka frozen. Dia ikut-ikutan menjulurkan lidahnya ke arah Rasyid. “Nanti jelaskan di rumah, atau uang jajan kamu bakal Kakak mintakan ayah untuk stop,” ujar Rasyid. “Ih, apa sih, nyebelin.” Khalima mendengus sampai tak sadar menyuapkan sendok es krim Nayya ke mulutnya yang menjadikan gadis kecil itu teriak. “Kakak Ima, ice cleam Nayya!” Sambil cemberut, membuat perhatian dan pikiran Khadija teralihkan pada kehebohan keluarga itu. Khalima tertawa-tawa melihat wajah marah Nayya yang menggemaskan. “Haiiii!” Suara seseorang memecah perhatian mereka, terlihat seorang gadis cantik dengan tinggi semampai berdiri tak jauh dari meja mereka. Dia memakai mini dress berwarna peach, rok sedikit di atas lutut, kaki jenjangnya tambah cantik dengan mengenakan heel setinggi lima belas sentimeter. Rambutnya lurus bergerai sampai ke punggung. “Sini Mer!” Rasyid melambaikan tangan seraya tersenyum. Dia menarik satu kursi di sebelahnya. “Hai sis,” ucapnya pada Khalima yang menatapnya tidak suka. “Hai centil,” sapanya pada Nayya sambil mencubit pipinya. “Hai,” ucapnya terhenti ketika melihat Khadija. “Dia temannya Ima." Rasyid menjelaskan. “O...," ucapnya dengan tatapan merendahkan melihat penampilan rumahan Khadija. Khadija merasa sangat tidak nyaman dengan tatapan itu, namun dia memaksakan tersenyum sambil mengangguk membalas sapaan tidak tuntas wanita itu. “Kak Merlina kho tau kami di sini?” Khalima dengan judesnya menampakkan ketidak sukaannya. “Tadi Kakak yang memberitahunya, lupa sudah ada janji mau mengantarnya cari buku." Rasyid dengan santai sambil menggeser kursi agar Merlina bisa duduk dengan mudah. Wajah Khalima di tekuk sempurna, sepertinya persekongkolannya dengan Nayya harus berakhir sia-sia. Dia bergegas menyelesaikan makannya, diliriknya Khadija yang sudah selesai juga. “Kak, kami balik duluan, ayo Dija,” ucap Khalima sambil beralih tempat duduk dan menggendong Nayya. Khadija bergegas mengikutinya setelah pamit terlebih dulu pada kedua orang yang terlihat asyik mengobrol itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN