Sekali saja, aku ingin egois

1858 Kata
Bastian mengulum senyum, melihat bagaimana Jenny tengah menikmati es cream di tangannya. Sebelum mengantar Jenny pulang ke rumah, ia memang sengaja mengajak Jenny untuk membeli es cream. “Kayak anak kecil aja makan es cream belepotan gini,” ucap Bastian sambil menyeka sudut bibir Jenny. Jenny seketika langsung membeku. Untuk pertama kalinya, bibirnya disentuh oleh lawan jenis. Dulu, saat menjalin hubungan dengan kekasihnya, mereka hanya pegangan tangan dan cium pipi kiri dan kanan. Bastian mengernyitkan dahinya, saat melihat Jenny yang hanya diam. Bahkan es cream yang ada di tangannya sudah mulai meleleh. “Jen,” panggil Bastian sambil menyentuh bahu Jenny. “Ah … i—iya, Chris.” “Es cream kamu cair.” Bastian lalu mengambil es cream itu dari tangan Jenny, lalu membuangnya karena hanya tinggal sisa dikit. “Apa yang kamu pikirkan tadi?” Bastian mengambil sapu tangan miliknya lalu mulai membersihkan punggung tangan kanan Jenny yang terkena lelehan es cream. Gimana Jenny mau jawab pertanyaan Bastian, kalau detak jantungnya saat ini semakin menggila. Ia bahkan takut, kalau sampai nanti Bastian yang Jenny kira adalah Christian mendengar detak jantungnya saat ini. “Sudah bersih. Lain kali, kalau makan es cream itu jangan sambil melamun, yang ada es cream kamu habis karena meleleh.” “Maaf. Oya, mana sapu tangan kamu tadi, biar aku cuci,” ucap Jenny sambil menengadahkan telapak tangan kanannya. “Gak usah, biar aku cuci sendiri.” “Gak, Chris. Sini kasih ke aku.” Bastian mengangguk, lalu meletakkan sapu tangannya di atas telapak tangan Jenny. “Cuci yang bersih ya, karena itu sapu tangan kesayangan aku.” “Hem, udah yuk kita pulang.” Bastian mengangguk, lalu beranjak dari duduknya, begitu juga dengan Jenny. Seperti saat berangkat tadi, Jenny merangkul lengan Bastian, karena dia tidak membawa tongkat miliknya. “Jen, mungkin untuk sementara waktu aku gak bisa ke rumah kamu atau ngajak kamu jalan.” “Kenapa? kamu sudah dapat pekerjaan?” “Em … anggap saja seperti itu. Tapi, kalau pekerjaan aku sudah selesai, aku akan temani kamu jalan-jalan lagi.” “Gak apa, Chris. Sekarang aku sudah seneng kok, kamu ajak jalan kayak gini. Terima kasih ya, kamu sudah temani aku ke taman dan juga makan es cream. Aku gak akan pernah melupakan hari ini.” Bastian menghentikan langkahnya, membuat Jenny ikutan menghentikan langkah. Ia memegang kedua bahu Jenny. “Aku ingin kamu tetap mengingat hari ini, Jen. Hari ini adalah hari yang sangat spesial buatku. Jadi, aku ingin aku selalu ada dalam kenanganmu.” Karena aku gak tau, Jen. Sampai kapan aku bisa terus bersandiwara seperti ini. Kalau Christian sudah sembuh nanti, aku harus menjauh darimu. Menjauh untuk selama-lamanya, karena aku tau, yang kamu cintai itu Christian, bukan aku. Jenny mengangguk. “Aku akan selalu mengingatnya. Aku akan simpan kenangan hari ini dalam memorieku. Bukan hanya untuk kamu, Chris. Tapi untukku juga, hari ini adalah hari yang spesial buatku.” Maafin aku, Chris. Sekali saja, aku ingin egois. Sekali saja. Bastian lalu menangkup kedua pipi Jenny, lalu mendekatkan wajahnya ke wajah Jenny. Gerakan Bastian selanjutnya membuat Jenny membulatkan kedua matanya. Tapi Jenny sama sekali tak menolak dengan apa yang Bastian lakukan padanya, karena ia juga menginginkannya. Itu adalah ciuman pertama Jenny, begitu juga dengan Bastian. Bastian mulai serakah, karena bukan hanya kecupan yang dirinya berikan pada bibir Jenny, melainkan pagutan yang menuntut, membuat Jenny terpaksa harus mendorong tubuh Bastian karena pasokan udara di paru-parunya mulai menipis. Bastian dan Jenny sama-sama tengah mengatur nafas mereka yang sama-sama memburu. Dengan perlahan, Bastian mengusap bibir mungil Jenny yang basah karena ulahnya, lalu mengecupnya sekali. “Aku ingin kamu mengingat hari ini, Jen. Jangan pernah kamu melupakan semua kejadian hari ini.” Bastian lalu menggenggam tangan Jenny. “Aku akan mengantarmu pulang, karena aku harus pergi ke rumah sakit.” Jenny hanya mengangguk, mendadak otaknya ngeblank. Ia bahkan tak merespon ucapan terakhir Bastian. Sesampainya di rumah Jenny, Bastian langsung pamit pulang. Ia tak menyangka akan melakukan itu sama Jenny. Bastian mengulum senyum sambil menyentuh bibirnya. “Aku gak sedang bermimpikan? Tadi aku benar-benar mencium Jenny? Astaga! gila-gila!” “Jangan sampai Christian tau kalau aku mencium Jenny. Kalau sampai dia tau, aku yakin, dia pasti akan shock. Semoga Jenny tak bicara tentang hari ini saat tengah bersama dengan Christian nanti.” “Lebih baik aku hubungi Dicky, aku malas naik taksi.” Bastian lalu mengambil ponselnya dari dalam saku celananya, lalu dicarinya kontak Dicky. “Halo, Dic,” sapa Bastian saat panggilan itu sudah mulai tersambung. Ia lalu membuka pintu pagar rumah Jenny. “Apa? kamu sudah selesai bersandiwaranya?” “Hem, kamu jemput aku sekarang, aku mau ke rumah sakit jenguk Christian.” “Bukannya tadi kamu bilang mau naik taksi? Kenapa sekarang kamu minta aku untuk menjemputmu?” “Aku malas naik taksi. Udah gak usah bawel, aku tunggu.” Bastian lalu mengakhiri panggilan itu, memasukkan ponselnya kembali ke dalam saku celananya. Bastian menengok ke belakang, Jenny sudah masuk ke dalam rumahnya. Ia lalu meraba bibirnya, benar-benar terasa kayak mimpi. Bastian melangkah melewati pagar rumah Jenny, memilih menunggu Dicky di pinggir jalan sambil bersiul. Sepertinya hatinya tengah berbunga-bunga. Setelah menunggu kurang lebih setengah jam, lama juga ya. Bastian akhirnya melihat mobil Dicky yang melaju ke arahnya. “Lama amat sih!” sambil ngomel Bastian mendudukkan tubuhnya di kursi penumpang depan. “Sorry, aku kan tadi masih ada kerjaan, kamu mas bos, bolos tinggal bolos.” “Sebagai gantinya, ntar aku kasih kamu bonus. Sekarang antar aku ke rumah sakit. Tapi kita mampir ke toko buah dulu, ya kali datang dengan tangan kosong.” Dicky tak menyahut, ia langsung melajukan mobilnya pergi dari depan rumah Jenny. Ia melirik ke arah Bastian yang sejak tadi senyum-senyum sudah kayak orang gila. Tapi sahabatnya ini gak mendadak jadi gila kan setelah jalan sama Jenny? “Apa ada hal yang menyenangkan saat kamu jalan sama Jenny tadi?” tanya Dicky yang memang merasa penasaran. Lebih baik bertanya kan daripada mati penasaran. “Gak ada, memangnya kenapa?” Bastian menoleh ke arah Dicky yang tengah fokus menatap ke depan. “Aneh aja gitu lihat kamu kok kayaknya happy banget. Kamu gak diam-diam nembak Jenny dan minta Jenny buat jadi pacar kamu kan?” “Ck, mana mungkin aku melakukan itu, Dic. Gila apa.” Tapi aku melakukan lebih dari itu, aku sudah mencium Jenny tadi. Ah … bahagianya. Jadi gini nih rasanya sehabis ciuman? Itu ciuman pertama aku yang aku kasih ke Jenny. “Ya siapa tau. Siapa tau kamu nekad dan ingin ngerebut Jenny dari Christian.” “Gak, Dic. Aku gak akan tega melakukan itu.” Bastian hanya membelikan buah yang disukai oleh Christian, seperti apel merah, anggur, dan juga pisang. Setelah itu mereka kembali melanjutkan perjalanan. “Bas, memang kondisi Christian semakin parah ya?” “Em … ya kayak gitu. Gak ada perubahan sama sekali. Christian selalu bergantung pada obat-obatan.” “Om dan Tante sudah melakukan segala cara, tapi tetap saja, belum ada hasil. Christian pernah bilang sama aku, kalau dia ingin nyerah. Dia sudah lelah hidup seperti itu, selalu membuat cemas keluarganya.” “Tapi setelah Christian bertemu dengan Jenny, sepertinya semangat hidupnya kembali lagi. Untuk itu aku ingin menyatukan Christian dan Jenny. Syukur-syukur mereka sampai bisa menikah nanti,” ucap Bastian sambil menepiskan senyumannya. *** Bastian dan Dicky mencium punggung tangan Cleo dan Bella. Saat mereka masuk ke dalam ruang inap Christian, ternyata Christian baru saja tidur. “Bagaimana dengan pembangunan hotel yang baru, Bas? Semua berjalan dengan lancar kan?” tanya Cleo setelah mengajak Bastian dan Dicky duduk di sofa yang ada di ruangan itu. “Iya, Om. Semua berjalan dengan lancar. Oya, Om. Gimana keadaan Christian? Apa kata dokter?” “Seperti biasanya, Bas. Christian harus menjalani rawat inap. Tapi itu anak susah diatur. Tadi dia merengek minta keluar dari rumah sakit. Katanya dia ingin menghirup udara segar.” Dahi Bastian mengernyit. “Kapan, Om?” “Em … pagi tadi. Baru setengah jam yang lalu dia kembali. Setelah minum obat dia tertidur. Untung dia gak kambuh saat pergi tadi.” “Memangnya Christian mau pergi kemana, Om? Christian bilang gak sama Om mau pergi kemana?” Bastian hanya takut Christian pergi ke rumah Jenny dan melihat dirinya tengah bersama dengan Jenny. Ia memang tak izin kepada Christian saat ingin menyamar sebagai dirinya di depan Jenny. “Om gak tau, Bas. Tapi kata Robert tadi Christian memintanya untuk menghentikan mobil di pinggir jalan. Di depan taman kalau gak salah. Entah apa yang Christian lihat. Katanya ada sekitar lima belas menitan mobil berhenti di sana.” Kedua mata Bastian membulat dengan sempurna, ia lalu menoleh ke arah Dicky yang sama-sama terkejut dengan apa yang baru saja Cleo katakan. “Dic ….” Bastian yakin, Christian melihat dirinya saat tengah bersama dengan Jenny di taman tadi. Jangan sampai Christian juga melihat saat aku mencium Jenny tadi. Cleo beranjak dari duduknya. “Bas, kamu mau kembali ke kantor gak?” “Memangnya kenapa Om?” “Om dan Tante mau pulang sebentar, apa kamu bisa jaga Christian sebentar?” Bastian mengangguk. “Om dan Tante pulang saja, biar aku yang jaga Christian. Biar nanti Dicky yang kembali ke kantor.” Cleo mengangguk setuju, ia lalu melangkah menghampiri istrinya lalu mengajakya keluar dari ruangan itu. “Bas, Tante titip Christian ya. Kalau ada apa-apa segera hubungi Tante.” “Baik, Tante,” ucap Bastian yang sudah beranjak dari duduknya. Cleo dan Bella melangkah keluar dari ruangan itu, meninggalkan Bastian dan Dicky yang saat ini tengah memikirkan hal yang sama. “Bas, jangan bilang tadi Christian tau kalau kamu jalan sama Jenny?” Bastian menghela nafas panjang. “Aku juga gak tau, Dic. Tadi Christian menghubungiku saat aku di taman sama Jenny.” “Dia tanya dimana aku,” lanjutnya. “Lalu kamu jawab apa? kamu jawab kamu sedang sama Jenny?” Bastian menggelengkan kepalanya. “Aku bilang aku sedang mengecek pembangunan hotel.” “Dic, Christian pasti tau kalau aku sedang berbohong tadi, karena dia sudah melihat aku ada di taman sama Jenny.” “Tapi kamu melakukan itu untuk Christian. Seharusnya dia tau, kalau kamu peduli sama dia.” “Aku gak tau, Dic. Semoga dia gak salah paham.” Sementara itu, saat ini Jenny tengah duduk di tepi ranjang. Gadis cantik itu teringat kejadian di taman tadi siang. Ciuman yang baru pertama kalinya dirinya rasakan setelah dirinya beranjak dewasa. Tangannya tergerak perlahan meraba bibir bawahnya, lalu merambat naik ke bibir atas. Bibir mungil yang tadi sudah bersentuhan dengan bibir Bastian. Tapi Jenny taunya itu adalah bibir Christian. “Kenapa Christian tiba-tiba mencium ku ya? apa jangan-jangan dia suka sama aku?” Jenny menyentuh dadanya yang masih berdebar kencang hanya dengan membayangkan kejadian siang tadi. Setelah sekian lama hatinya beku, karena ulah seseorang. Sepertinya kini hatinya mulai mencair lagi. Tapi, Jenny seakan tak percaya diri karena kondisi kedua matanya saat ini. Mana ada pria yang mau dengan gadis buta. “Chris, apa benar kamu mencintaiku? Atau kamu hanya merasa kasihan padaku dan memberikan harapan palsu padaku?” “Setelah sekian lama, akhirnya aku bisa kembali merasakan apa itu cinta. Tapi, kenapa aku malah takut. Aku takut kamu akan sama seperti dia, meninggalkan aku hanya karena aku buta.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN