bab 17. kabar gembira
Sesampainya di rumah, Christian langsung memberitahu kedua orang tuanya tentang hubungan dirinya dan Jenny yang sekarang sudah resmi pacaran.
Bella dan Cleo jelas terkejut mendengar kabar yang Christian bawa, mereka masih tak percaya kalau Jenny mau menjalin hubungan dengan Christian. Selain itu kondisi Jenny yang buta membuat Cleo berpikir ulang.
“Chris, kamu yakin dengan apa yang kamu katakan tadi? Kamu yakin mau menjalin hubungan dengan Jenny? Kalian belum lama saling mengenal, selain itu kondisi Jenny yang ….” Cleo sebenarnya tak tega untuk mengutarakan isi hatinya.
“Karena Jenny buta? Itu kan yang ingin Papa katakan?” Christian tau, kalau kondisi Jenny yang buta akan membuat kedua orang tuanya berpikir ulang untuk menerima Jenny.
“Chris, Papa gak masalah kamu mau berteman dengan siapa saja, tapi untuk menjalin hubungan, lebih baik kamu ….”
“Gak, Pa. Aku serius sama Jenny, aku justru ingin minta sama Papa dan Mama untuk lamarkan Jenny buat aku,” ucap Christian yang membuat kedua orang tuanya semakin tercengang.
“Sayang, dengerin Mama. Mama bukannya ingin melarang kamu berhubungan dengan Jenny. Mama tau Jenny itu gadis yang baik, tapi untuk melamar sepertinya itu ….”
“Ma, Mama ingin melihat aku bahagia kan? Kalau Mama mau melamarkan Jenny buat aku, aku janji, aku akan ikuti apa kata Mama. Aku ingin sembuh, Ma. Aku ingin sembuh dan menikah sama Jenny,” ucap Christian sambil menggenggam tangan mamanya.
Bella menatap ke arah suaminya. Ia melihat suaminya yang menghela nafas panjang, sepertinya keinginan Christian sudah tak bisa ditawar lagi.
Malam harinya, pukul tujuh malam, Bastian baru sampai di rumah. Bastian bukan sengaja lembur, tapi dia tak langsung pulang ke rumah dan memilih untuk mendinginkan pikirannya terlebih dahulu di apartemen Dicky.
Kabar tentang Christian dan Jenny yang memutuskan untuk menjalin hubungan benar-benar sangat mengejutkannya. Bastian bukannya tak bahagia melihat Christian akhirnya bisa menemukan pujaan hatinya, hanya saja dirinya tak akan menampik, kalau hatinya sakit mengetahui Jenny akhirnya menjadi milik Christian.
“Bas, kok baru pulang, aku nungguin kamu dari tadi loh, ada sesuatu yang ingin aku ceritakan sama kamu,” ucap Christian saat melihat Bastian berjalan menuju tangga.
Bastian menghentikan langkahnya, lalu membalikkan tubuhnya, menjadi menghadap Christian yang berdiri tak jauh di depannya.
“Aku capek, besok saja kalau mau cerita,” ucap Bastian lalu kembali membalikkan tubuhnya, bersiap untuk kembali melangkahkan kakinya menuju tangga.
Christian mengikuti Bastian menaiki tangga. Ia tak akan menunda untuk memberitahu kabar gembira itu kepada Bastian.
Bastian lupa kalau Christian itu keras kepala. “Ck, memangnya apa yang ingin kamu katakan sama aku sih, Chris!” decaknya saat melihat Christian yang ikut masuk ke dalam kamarnya.
Christian mendudukkan tubuhnya di sofa yang ada di kamar Bastian. “Mending kamu mandi dulu, aku akan tunggu kamu disini.”
Bastian hanya mengangguk, karena sebenarnya tubuhnya sudah sangat lengket dan ingin segera membersihkan tubuhnya.
Setelah Bastian masuk ke dalam kamar mandi, Christian mengambil ponselnya dari dalam saku celananya. Ia lalu menghubungi Jenny.
“Halo, Jen,” sapanya saat panggilan itu sudah mulai tersambung.
“Ada apa, Chris? Kok kamu telpon malam-malam begini?”
“Kenapa? memang aku gak boleh ya menghubungi pacar sendiri? aku kangen.”
Hening, tak ada tanggapan dari seberang sana.
“Halo, Jen, kamu masih disana kan?” tanya Christian saat tak mendengar suara Jenny.
“Hmmm.”
Christian menghela nafas lega. “Kok tadi diam? kenapa? kamu gak kangen sama aku?”
“A—aku … a—aku kangen kok.”
Suara Jenny terdengar lirih, membuat Christian tersenyum, membayangkan wajah Jenny yang pasti sudah merah seperti tomat.
“Kamu lagi apa sekarang?”
“Aku lagi duduk di kamar.”
“Jen, boleh gak aku panggil kamu sayang?”
“Hah! ter—terserah kamu.”
Christian tersenyum. “Kalau gitu mulai sekarang aku panggil kamu sayang, kamu panggil aku sayang juga ya?”
“Hah! gak! Aku malu, Chris. Aku panggil kamu Christian aja.”
“Ok deh, gak apa. Oya, besok aku boleh ke rumah kamu kan? Tapi kita gak jalan-jalan, aku cuma mau ngobrol aja sama kamu di rumah kamu.”
“Hmmm.”
“Ya udah, met malam, Sayang. Jangan lupa mimpiin aku ya, aku cinta kamu, muach,” ucap Christian sebelum mengakhiri panggilan itu.
Bastian yang mendengar percakapan Christian tadi hanya diam, barulah dia melangkah dari depan pintu kamar mandi setelah tak lagi mendengar suara Christian yang berbicara di telepon dengan Jenny.
Bastian menggosok rambut basahnya dengan handuk kecil yang ada di tangannya, lalu melangkah mendekati Christian yang masih duduk di sofa panjang.
“Apa yang mau kamu bicarakan sama aku?” Bastian mendudukkan tubuhnya di sofa tunggal, meletakkan handuk kecil yang sudah basah itu ke bahunya.
“Aku sudah kasih tau Mama dan Papa tentang hubungan aku sama Jenny.”
“Secepat ini?” dahi Bastian mengernyit, padahal mereka baru jadian, tapi Christian seakan tak sabar ingin membagi kabar bahagia itu dengan kedua orang tuanya.
“Awalnya kedua orang tuaku terkejut, mereka gak percaya kalau aku mau menerima kondisi Jenny saat ini. Tapi, apa salahnya, toh fisik aku juga gak sempurna. Seandainya Jenny tau kondisi aku yang sebenarnya, aku yakin, dia gak akan mau sama aku,” ucap Christian dengan kepala menunduk.
Seperti ini lah yang tak Bastian suka dari Christian, selalu merasa kalau dirinya akan menjadi beban untuk semua orang, merasa rendah hanya karena penyakit yang dimilikinya.
“Tapi kamu tetap harus jujur Chris sama Jenny, karena hanya kamu yang tau bagaimana kondisi tubuh kamu. Aku juga sudah gak bisa bantu kamu dan menyamar sebagai kamu lagi, karena hubungan kalian sekarang sudah lebih dari sekedar teman,” ucap Bastian yang sudah memikirkan semua itu sejak dari kantor tadi.
Bastian hanya tak ingin perasaannya yang dirinya rasakan kepada Jenny akan membuatnya melewati batas. Meskipun dirinya melewati batas, Jenny tak akan tau, karena yang Jenny tau dirinya adalah Christian kekasihnya, jadi ia bisa berbuat apa saja.
Tapi Bastian masih waras, ia juga tak mungkin melakukan hal itu kepada gadis yang sangat dicintai oleh Christian, karena baru pertama kali juga dirinya melihat Christian bisa sebahagia ini.
“Aku akan jujur sama Jenny, tapi gak sekarang. Aku akan katakan sama Jenny tentang penyakit yang aku derita, tapi nanti setelah kami menikah,” ucap Christian dengan mengulum senyum dan mampu membuat kedua mata Bastian membulat dengan sempurna.
Kata menikah yang keluar dari mulut Christian yang tak pernah Bastian bayangkan sebelumnya, karena ia pikir Christian hanya akan menjalin hubungan pacaran biasa dan tak sampai ke jenjang yang lebih serius.
“Apa tadi kamu bilang? Menikah?” tanya Bastian masih dengan wajah keterkejutannya.
Christian menganggukkan kepalanya. “Iya, aku sudah minta sama Mama dan Papa untuk segera melamar Jenny untuk aku, karena sepertinya aku gak bisa lama-lama berjauhan dari Jenny.”