Enam bulan sudah berlalu sejak Christian dan Jenny memutuskan untuk menjalin hubungan. Sejak saat itu juga Christian sering mengajak Jenny ke rumahnya, karena Christian ingin agar Jenny bisa dekat dengan keluarganya.
Tempat favorit Jenny dan Christian saat di rumah Christian adalah taman depan rumah, karena saat Christian mengajak Jenny ke rumah, mereka lebih banyak mengobrol di taman.
Hubungan keduanya semakin tak terpisahkan, bahkan Christian sudah berjanji pada dirinya sendiri, kalau wanita yang akan mendampingi hidupnya kelak adalah Jenny. Dia bahkan tak peduli dengan fisik Jenny, karena dia bisa membantu Jenny untuk mendapatkan donor mata yang cocok.
Siang ini Christian kembali menjemput Jenny di rumahnya, karena dia ingin mengajak Jenny makan siang di rumahnya. Sebelum pergi, dia sudah menghubungi Jenny lebih dulu kalau dirinya akan datang ke rumah menjemputnya.
“Kamu sudah siap?”
Jenny menganggukkan kepalanya dengan senyuman di wajahnya. Gadis yang sedang dimabuk cinta itu terlihat sangat bahagia, karena akhirnya bisa menghabiskan waktunya kembali bersama dengan kekasihnya.
“Apa kamu sudah izin sama ibu kamu kalau nanti akan pulang malam? Karena aku ingin kamu juga makan malam di rumahku,” ucap Christian sambil menggenggam tangan Jenny, lalu mengecupnya dengan lembut.
“Hmm, aku sudah minta izin sama Ibu aku kalau akan pulang malam.”
“Kalau begitu kita berangkat sekarang, keluargaku pasti sudah berkumpul sekarang,” ajak Christian dan mendapat anggukkan kepala dari Jenny.
Christian lalu menuntun Jenny menuju mobilnya. Dia lalu membukakan pintu mobil untuk Jenny dan membantu Jenny masuk ke dalam mobil.
Aku berjanji sama kamu, Jen, aku akan carikan donor mata buat kamu. Akan aku kembalikan cahaya dalam kehidupan kamu.
Christian menutup pintu mobil, lalu berjalan memutar menuju pintu penumpang satunya.
Bodyguard Christian membukakan pintu mobil untuk Christian.
Christian masuk ke dalam mobil, mendudukkan tubuhnya di sebelah Jenny, lalu menggenggam tangan kekasihnya itu.
Mobil mulai melaju meninggalkan rumah Jenny.
“Jen, ada satu hal yang ingin aku katakan sama kamu,” ucap Christian masih dengan menggenggam tangan Jenny.
“Apa itu?” tanya Jenny penasaran.
“Aku sudah meminta kedua orang tuaku untuk melamar kamu,” ucap Christian, membuat Jenny terkejut.
“A—apa? me—melamar?” Jenny jelas shock, karena mereka baru beberapa bulan menjalin hubungan. Bukan berarti Jenny tidak ingin menikah dengan Christian, tapi menurutnya ini terlalu cepat.
Jenny juga merasa takut, kalau Christian akan merasa kecewa padanya setelah menikah nanti dengan kondisinya sekarang. Jenny juga ingin menikah dengan Christian, tapi nanti setelah dirinya bisa melihat lagi, meskipun dirinya sendiri tidak tau kapan akan mendapatkan donor mata yang cocok.
“Kenapa? apa kamu gak ingin menikah denganku?” tanya Christian dengan dahi mengernyit saat melihat ekspresi wajah Jenny setelah mendengar apa yang baru saja dirinya katakan.
“Chris, bukan begitu. Tapi apa kamu sudah yakin dengan keputusan kamu? aku hanya gak ingin kamu menyesal nantinya, karena kondisi aku sekarang ini. Aku juga gak ingin menjadi beban kamu seumur hidup kamu,” ucap Jenny.
“Sayang, dengerin aku. Kamu bukan beban buat aku, tapi kamu justru anugerah terindah yang Tuhan kirimkan buat aku. Aku akan tetap pada keputusan aku, aku akan melamarmu dalam waktu dekat ini,” ucap Christian yang masih kekeh dengan keputusannya.
Christian tidak ingin sampai kehilangan Jenny, dia tidak ingin sampai Jenny berubah pikiran dan meninggalkannya suatu saat nanti. Tapi dia juga belum berani berkata jujur kepada Jenny tentang penyakit yang dideritanya selama ini.
Jenny hanya bisa mengangguk, dirinya sebenarnya juga senang saat mendengar Christian akan melamarnya, tapi karena fisiknya saat ini membuatnya tidak percaya diri.
Jenny memikirkan kedepannya nanti setelah menikah, karena kalau kondisi matanya masih seperti sekarang ini, maka dirinya tidak akan bisa melakukan kewajibannya sebagai seorang istri dengan baik.
Jenny juga tidak ingin sampai kedua orang tua Christian berpikir kalau dirinya hanya ingin memanfaatkan kebaikan Christian saja. Meskipun sebenarnya apa yang dirinya takutkan tidak mungkin terjadi, karena dirinya sudah mengenal keluarga Christian, mereka semua sangat baik padanya.
Sesampainya di rumah, Jenny disambut oleh mamanya Christian. Pelukan hangat selalu Jenny dapatkan dari mamanya Christian setiap dirinya datang ke rumah itu.
“Ma, apa Papa sudah pulang?”
“Sudah, Papa sudah menunggu di ruang makan. Lebih baik kita langsung saja ke ruang makan.” Bella lalu menggenggam tangan Jenny.
“Ayo, Sayang, biar Tante bantu kamu,” ucap Bella dan mendapat anggukkan kepala dari Jenny.
Meskipun sudah sering berkunjung ke rumah Christian, Jenny belum sepenuhnya hafal setiap ruangan yang ada di rumah Christian yang sangat luas dan besar itu.
Christian menarikkan kursi untuk Jenny, lalu membantu Jenny untuk duduk di kursi itu.
“Sayang, semoga kamu suka dengan menu makan siang hari ini. Tante sengaja memasak semua ini sendiri.” Bella sudah mengambilkan makanan untuk Jenny, lalu meletakkannya di depan Jenny.
“Terima kasih, Tante,” ucap Jenny dengan senyuman di wajahnya. Perlakukan mamanya Christian memang selalu hangat padanya.
Jenny mulai meraba-raba meja untuk mengambil sendok dan garpu.
Alan membantu Jenny, karena sendok yang ingin Jenny ambil hampir terjatuh ke lantai.
“Siang ini Mama masak capcay kesukaan aku, semoga kamu suka,” ucap Christian dengan mengulum senyum, ditanggapi anggukkan kepala oleh Jenny.
Setelah selesai makan siang, Christian mengajak Jenny ke ruang musik. Seperti biasanya kalau Jenny datang ke rumah itu, Christian pasti akan memainkan sebuah lagu dengan diiringi oleh permainan pianonya.
Christian sangat mahir dalam bermain piano, begitu juga dengan Bastian. Tapi suara Bastian lebih merdu daripada suara Christian saat bernyanyi.
Christian baru saja selesai memainkan satu lagu. “Apa kamu ingin aku memainkan lagu yang lain?”
“Hmm, aku ingin kamu memainkan lagu ‘Bunda’. Apa kamu bisa memainkannya?”
“Ok, aku akan memainkannya untukmu. Lagu ini spesial buat calon istriku,” ucap Christian sambil menggenggam tangan Jenny, lalu menariknya dan mengecupnya dengan lembut.
Christian lalu melepaskan genggamannya dan mulai memainkan kembali pianonya sesuai dengan lirik lagu yang diminta oleh Jenny.
Bella yang sejak tadi berdiri di depan pintu, begitu bahagia saat melihat Christian yang berubah ceria setelah mengenal Jenny.
“Mama janji sama kamu, Sayang, asal kamu bersemangat untuk sembuh, maka apapun akan Mama lakukan, termasuk melamar Jenny untuk menjadi istrimu. Semoga Jenny akan selalu menjadi penyemangat hidup kamu,” lirih Bella dengan kedua sudut mata yang sudah mulai basah.