Bastian masuk ke dalam rumah. Ia baru saja pulang dari kantor. Kedua matanya menyipit saat melihat Christian yang tengah mengobrol dengan seorang gadis di ruang tamu.
Siapa gadis itu? apa itu gadis yang Christian ceritakan kemarin?
Christian melihat kedatangan Bastian. Ia meminta Bastian untuk diam sambil meletakkan jari telunjuknya di depan mulutnya.
Bastian menganggukkan kepalanya. Ia lalu melangkah pelan untuk melangkah masuk ke dalam rumah.
Kenapa Christian meminta aku untuk diam? Apa dia gak ingin gadis itu tau akan kehadiran aku? tapikan...
Bastian jadi teringat dengan apa yang Christian ceritakan padanya tentang gadis itu.
Astaga! Kenapa aku sampai lupa, kalau gadis itu buta.
Bastian terkejut saat merasakan tepukan di bahunya. Ia lalu menoleh ke belakang.
“Tante!” serunya terkejut saat melihat Bella yang berdiri di belakangnya.
“Tante bikin aku terkejut. Untung jantung aku gak sampai copot!” Bastian mengusap dadanya.
“Pulang kerja bukannya langsung pergi mandi. Tapi malah melamun disini. Apa yang sedang kamu lamunkan kalau Tante boleh tau?”
“Apa itu gadis yang kemarin Christian ceritakan, Tante?”
Bella menganggukkan kepalanya, “cantikkan?” tanyanya dengan tersenyum.
Bastian menganggukkan kepalanya. Ia tak akan berbohong.
Jenny memang sangat cantik dengan rambutnya yang tergerai indah. Belum lagi kedua lesung di kedua pipinya.
Bastian tak sengaja melihat itu saat Jenny tersenyum setelah mendengar cerita Christian.
“Bas, Tante senang, akhirnya Christian punya teman selain kamu. Dia gak akan kesepian lagi.”
“Iya, Tan. Aku juga senang. Apalagi sekarang aku sudah gak ada waktu lagi buat nemenin Christian lagi, karena terlalu sibuk dengan kerjaan aku.”
Bella tersenyum, ia lalu mengusap lengan Bastian. Ia sangat bersyukur memiliki keponakan seperti Bastian. Berkat Bastian, Christian tak pernah merasa kesepian selama ini.
Berkat Bastian juga, Christian mempunyai semangat untuk hidup. Tapi, semenjak Bastian sibuk dengan pekerjaannya, Christian mulai merasa kesepian.
Tapi, untung sekarang sudah ada Jenny yang akan selalu menemani Christian.
“Tante bersyukur ada kamu disini, Bas. Kamu sudah membantu Tante dan Om untuk menjaga Christian selama ini. Kamu juga selalu memberinya semangat untuk tetap kuat menjalani takdirnya selama ini. Kamu juga rela menggantikan Christian untuk mengurus perusahaan.”
Bella lalu tersenyum, “Tante dan Om banyak berhutang budi sama kamu,” lanjutnya.
“Tante. Aku gak suka Tante bicara seperti itu lagi. Gak ada yang namanya hutang budi. Tante dan Om sudah aku anggap seperti kedua orang tua aku sendiri. Jadi, sudah kewajiban aku untuk membalas semua kebaikan Tante dan Om selama ini,” ucap Bastian lalu memeluk Bella.
Berkat kedua orang tua Christian, Bastian tak pernah kekurangan kasih sayang dan perhatian dari keluarga. Apalagi setelah kedua orang tuanya meninggal.
Bastian sangat bersyukur, saat kedua orang tua Christian mau menerimanya di rumah mereka dan menganggapnya seperti anak mereka sendiri.
Bahkan nyawanya pun tak akan cukup untuk membalas kebaikan mereka selama ini. Bastian bahkan berjanji, akan melakukan apapun untuk membuat Christian bahagia.
“Sebaiknya sekarang kamu mandi. Habis itu turun untuk makan malam.”
Bastian menganggukkan kepalanya, “Tante, apa Om belum pulang?” tanyanya penasaran karena sejak tadi tak melihat ayahnya Christian.
“Mungkin sebentar lagi Om kamu pulang. Om tadi menghubungi Tante lagi dalam perjalanan pulang.”
Bastian kembali menganggukkan kepalanya, “kalau begitu aku ke kamar dulu, Tan,” pamitnya lalu melangkah menuju tangga untuk menuju kamarnya yang berada di samping kamar Christian.
Tapi sekarang, kamar Christian berada di lantai bawah.
Christian melihat wajah Jenny yang sejak tadi terus tersenyum.
Kalau lagi senyum gitu, Jenny cantik banget.
Christian pun ikutan tersenyum.
“O ya, Chris, ini sudah jam berapa? Karena keasyikan ngobrol, kita sampai lupa waktu.”
“Tenang aja, nanti aku akan mengantar kamu pulang. Lagian kamu di rumah sendirian ‘kan? Lebih baik kamu makan malam disini, setelah itu aku akan mengantar kamu pulang.”
“Tapi, Chris... aku gak enak sama mama kamu. Ini ‘kan pertama kalinya aku datang ke rumah ini,” ucap Jenny yang merasa tak enak hati.
“Gak apa kok. Kamu ‘kan udah ketemu sama Mama aku. Mama aku itu baik lagi, Jen. Justru Mama aku akan sangat senang kalau kamu mau makan malam disini. Nanti, aku juga akan kenalin kamu sama Papa aku dan sepupu aku.”
Jenny menghela nafas panjang. Mau tak mau, ia akhirnya menganggukkan kepalanya.
Jenny tak menyangka, dirinya akan merasa senyaman ini saat bersama dengan Christian. Apalagi sejak tadi Christian berhasil membuatnya terus tersenyum.
Aku akan mulai untuk mempercayai kamu, Chris. Aku yakin, kamu gak akan ninggalin aku seperti mereka yang sudah ninggalin aku setelah kedua mata aku buta.
Christian melihat papanya yang baru saja masuk ke dalam rumah.
“Pa,” panggilnya.
Cleo menatap ke arah putranya yang tengah memanggilnya, “ya, Chris?”
Cleo lalu melangkah mendekat, ia mengernyitkan dahinya saat melihat gadis yang duduk bersama dengan putra semata wayangnya.
Christian beranjak dari duduknya, “Pa... kenalin, ini Jenny. Sahabat aku.”
Christian lalu menatap Jenny, “Jen, ini Papa aku.”
Jenny lalu beranjak dari duduknya. Ia sedikit memiringkan tubuhnya, “selamat malam, Om.”
Kebetulan posisi Jenny benar menghadap Cleo.
“Malam. Apa kalian sudah lama disini?”
“Iya, Pa.”
Cleo menatap Jenny, ia lalu tersenyum, “ya udah. Lanjutkan saja ngobrol kalian. Papa mau masuk dulu.”
Christian dan Jenny menganggukkan kepalanya.
Cleo lalu melangkah masuk ke dalam, meninggalkan Christian dan Jenny yang sudah kembali duduk.
Saat ini Jenny tengah makan malam bersama dengan keluarga Christian. Ia merasa sangat canggung, karena ia yakin, saat semua mata yang ada di ruangan itu, tengah menatapnya.
Christian memilih untuk duduk di samping Jenny, karena ia ingin Jenny tak merasa sendirian, karena hanya dirinya yang dekat dengannya untuk saat ini.
“Jen, kamu mau makan apa? biar aku ambilkan?” tawar Christian yang tentunya tau, kalau Jenny tak akan bisa mengambil makanannya sendiri.
“Terserah kamu aja, Chris.”
Bastian menatap Christian. Ia tak menyangka, sepupunya itu akan memperlakukan Jenny dengan sangat baik.
Chris, sekarang aku gak perlu mencemaskan kamu lagi. Sepertinya kamu juga sudah merasa nyaman dengan sahabat barumu itu.
Bastian sejak tadi terus tersenyum melihat bagaimana Christian memperlakukan Jenny.
Bahkan di depan kedua orang tuanya dan juga dirinya. Tak ada rasa canggung sedikitpun yang Christian tunjukkan.
Bastian hanya berharap, penyakit yang Christian derita selama ini tak akan kambuh, saat Christian merasakan kebahagiaan yang berlebih.
Bastian juga sangat ingin melihat Christian bisa segera sembuh dari penyakitnya. Tapi sampai saat ini, mereka belum menemukan pendonor jantung yang cocok untuk Christian.
Mereka hanya bisa pasrah, tapi mereka tak akan pernah menyerah untuk mencari pendonor jantung yang cocok untuk Christian.
Bella yang sejak tadi menatap kemana arah mata Bastian hanya tersenyum. Ia yakin, Bastian juga ingin mempunyai sahabat wanita seperti putranya.
“Bas, kapan kamu akan mengenalkan teman wanitamu sama Tante dan Om?” godanya.
Kedua mata Bastian membulat dengan sempurna.
Christian malah mengernyitkan dahinya, “Bas... kamu sudah punya kekasih? Kenapa kamu gak cerita sama aku?”
Bastian hanya geleng kepala.
Kekasih dari mana coba. Waktu aku aja selama ini habis buat ngurusin kamu. Apalagi sekarang, aku sibuk dengan urusan kantor.
Cleo hanya geleng kepala, “biarkan Bastian menghabiskan makanannya dulu, Ma. Nanti bisa-bisa dia gak habis-habis itu makannya. Tenaganya ‘kan sudah terkuras habis di kantor,” godanya.
“Benar, Tante. Aku habiskan dulu makanan aku.” Bastian berbicara sambil berbisik.
“Tapi, kalau kamu memang benar-benar sudah mempunyai kekasih. Segera kenalkan sama Tante dan Om,” ucap Bella dengan tersenyum.
Bastian menganggukkan kepalanya.
Mungkin masih lama, Tan. Karena sampai sekarang aku belum mempunyai kekasih. Boro-boro kekasih. Teman wanita pun aku gak punya.
Bastian lalu menatap Jenny. Ia lalu tersenyum.
Christian sangat beruntung bisa mempunyai sahabat seperti Jenny. Meskipun Jenny mempunyai kekurangan, tapi aku yakin, dia tulus ingin berteman dengan Christian.
Bastian lalu menatap Christian.
Tapi, apa Christian cerita ke Jenny soal penyakitnya? Lalu, bagaimana reaksi Jenny, saat dia tau tentang penyakit yang diderita Christian selama ini?
Setelah selesai makan malam, Bastian menemani Christian untuk mengantar Jenny pulang.
Christian duduk di depan bersama dengan Bastian, sedangkan Jenny duduk di bangku penumpang belakang.
Sesampainya di rumah Jenny, ternyata ibu Jenny belum pulang.
“Jen, kamu beneran gak apa aku tinggal?” Christian tak tega meninggalkan Jenny di rumah sendirian.
“Gak apa, Chris. Aku sudah terbiasa kok di rumah sendirian. Lagian sebentar lagi Ibu aku juga pulang.”
Christian sudah lama ini bertanya tentang ayah Jenny.
“Jen, kalau aku boleh tau, kemana ayah kamu? kok aku belum pernah bertemu dengan ayah kamu?”
“Ayah aku sudah meninggal, Chris.”
Kedua mata Christian dan Bastian membulat seketika saat mendengar jawaban Jenny.
“Maafkan aku. Aku gak bermaksud untuk...”
Jenny tersenyum, “gak apa lagi. Lagian aku juga gak cerita soal keluarga aku.”
Bastian menepuk bahu Christian, ia lalu mendekatkan wajahnya, “aku tunggu di luar,” bisiknya.
Bastian hanya tak ingin menjadi obat nyamuk antara Christian dan Bella.
Apalagi Bastian juga tak banyak bicara saat bersama dengan Jenny, karena ia yakin, Jenny tak merasa nyaman karena kehadirannya.
Mungkin karena Jenny belum mengenal kamu, Bas.
Mungkin juga.
Christian menganggukkan kepalanya, “maaf, aku kembali merepotkan kamu,” bisiknya balik.
“No problem. Aku keluar dulu,” lirih Bastian lalu beranjak dari duduknya dan melangkah keluar dari rumah Jenny.
Bastian mendudukkan tubuhnya di kursi yang ada di depan teras rumah Jenny.
“Jenny gadis yang kuat ternyata. Aku kira dia gadis lemah dan manja. Tapi ternyata aku salah,” ucapnya dengan senyuman di wajahnya.
Bastian terkejut, saat merasakan tepukan di bahunya. Ia lalu menoleh ke samping.
“Lho... kenapa kamu ikut keluar?” tanyanya terkejut saat melihat Christian yang ikutan keluar.
Christian menyentuh dadanya, lebih tepatnya dibagian jantungnya, “sakit, Bas,” lirihnya.
Bastian sontak langsung beranjak dari duduknya, “astaga, Chris! Sekarang kita pulang.”
Bastian lalu membantu Christian untuk masuk ke dalam mobil.
“Apa kamu bawa obat kamu?”
Christian menganggukkan kepalanya. Ia lalu mengarahkan jari telunjuknya ke dashbord mobil.
Bastian lalu mengambil obat Christian yang diletakkan di dashbord mobil. Ia lalu mengambil botol air mineral yang ada di sampingnya. Membuka tutupnya dan memberikannya kepada Christian.
Tak lupa, Bastian juga memberikan obat yang ada di tangannya kepada Christian.
Christian mengambil obat dan botol air mineral itu. Ia lalu segera meminum obatnya.
“Chris, kamu terlalu memasakan diri kamu. Apa kamu lupa, kalau kamu gak boleh terlalu lelah?”
Christian mengambil nafas dan membuangnya secara perlahan.
“Maafkan aku, Bas. Aku hanya terlalu bersemangat karena Jenny akhirnya mau menerimaku sebagai temannya,” ucapnya dengan senyuman di wajahnya.
Bastian menghela nafas panjang, “aku tau apa yang kamu rasakan. Tapi, jangan pernah mengabaikan kesehatan kamu. Apa kamu mau membuat papa dan mamamu bersedih lagi? apa kamu mau dirawat di rumah sakit lagi?”
Christian menatap ke arah rumah Jenny, “jangan katakan sama Mama dan Papa kalau penyakit aku kambuh. Aku hanya gak ingin sampai mereka menyalahkan Jenny, karena semua ini bukan salah Jenny.”
“Chris...”
Christian mengalihkan tatapannya menatap Bastian.
“Hem... kenapa? apa kamu gak mau mengabulkan permintaan aku? apa kamu juga akan menyalahkan Jenny?”
Bastian menggelengkan kepalanya. Mana mungkin dirinya akan menyalahkan Jenny, karena ia tau, kalau itu bukan salah Jenny.
Apalagi dirinya akan memberitahu kedua orang tua Christian, itu lebih tidak mungkin lagi ia lakukan, karena ia tak ingin kedua orang tua Christian bersedih.
“Chris, jujur sama aku. Apa Jenny juga tau soal penyakit kamu ini?”
Christian tersenyum, lalu menggelengkan kepalanya, “aku gak ingin Jenny tau dan malah mengasihani aku.”
“Chris...”
“Bas, aku ingin Jenny mengenal aku sebagai pria yang kuat. Bukan pria yang lemah dan penyakitan. Aku ingin Jenny bisa merasa nyaman dan aman saat bersama denganku. Jadi, jangan pernah kamu kasih tau Jenny soal penyakitku.”
“Tapi sampai kapan kamu akan menyembunyikan penyakit kamu ini?”
“Selamanya,” ucap Christian dengan senyuman di wajahnya.
Bastian menghela nafas panjang. Ia tak menyangka, begitu besar pengorbanan Christian untuk bisa berteman dengan Jenny. Ia bahkan rela menahan rasa sakitnya saat sedang bersama dengan Jenny, agar gadis itu tak curiga padanya.
Tapi, apa keputusan Christian itu sudah benar?
“Bas, jalankan mobilnya. Aku ingin cepat pulang. Aku ingin istirahat. Aku lelah.”
“Baiklah. Kalau kamu mau tidur, tidurlah. Nanti aku akan membangunkanmu kalau sudah sampai di rumah.”
Christian menganggukkan kepalanya. Ia lalu mulai memejamkan kedua matanya.
Bastian menghela nafas panjang, ‘Chris, kalau sampai terjadi apa-apa sama kamu, aku gak akan pernah memaafkan diri aku sendiri. Aku yang sudah menyarankan kamu untuk mencari teman. Tapi, aku gak menyangka, semua akan menjadi seperti ini,’ gumamnya dalam hati.
Bastian lalu mulai melajukan mobilnya meninggalkan rumah Jenny.
Dalam perjalanan pulang, Christian kembali membuka kedua matanya.
“Bas...” Christian memanggil Bastian, tapi tatapannya menatap keluar jendela.
“Hem...” Bastian fokus menatap ke jalan yang ada di depannya.
“Apa aku boleh mempunyai mimpi?”
Bastian diam.
Kenapa tiba-tiba Christian menanyakan itu?
“Bas, apa aku boleh mempunyai mimpi?” tanya Christian lagi.
Tapi kali ini Christian menatap ke arah Bastian.
Bastian menganggukkan kepalanya, “tentu saja. Semua orang boleh mempunyai mimpi, Chris. Termasuk kamu.”
Christian tersenyum, “tapi apa aku bisa hidup selama yang aku mau?”
Bastian menatap Christian sekilas, lalu kembali menatap ke depan.
“Chris, apa yang kamu bicarakan? jangan mulai lagi deh.”
Bastian tau kemana arah pembicaraan Christian.
“Bas, aku ingin terus berada di samping Jenny. Aku merasa nasib kami sama. Sama-sama kesepian. Jadi, aku belum mau mati, Bas.”
Bastian menghentikan mobilnya di pinggir jalan.
“Chris, aku gak suka kamu bicara seperti ini lagi. Aku, mama kamu, dan papa kamu, akan terus berusaha untuk mencari pendonor jantung yang cocok untuk kamu. Jadi aku mohon, jangan pernah menyerah.”
Christian menganggukkan kepalanya, “aku gak akan menyerah, Bas. Demi kamu. Demi Mama dan Papa. Dan juga demi Jenny,” ucapnya dengan senyuman di wajahnya.
Bastian langsung memeluk Christian, “aku gak akan membiarkan kamu pergi. Kamu harus meminta izin dulu sama aku.”
Christian menganggukkan kepalanya. Ia lalu melepas pelukan Bastian.
“Memangnya kalau aku meminta izin sama kamu, apa kamu akan mengizinkan aku?” tanyanya dengan tersenyum.
Bastian menggelengkan kepalanya, “aku gak akan pernah mengizinkan kamu. Gak akan pernah!”
“Dasar! Terus kenapa kamu minta aku untuk izin sama kamu, kalau akhirnya kamu tetap gak akan mengizinkan aku?”
Bastian hanya diam. Ia lalu kembali melajukan mobilnya.
Sedangkan Christian kembali menatap ke arah luar jendela.
Aku akan bertahan, demi orang-orang yang aku sayangi, Bas. Itu janji aku sama kamu. Aku tak akan pergi kemana-mana, Bas.