Tak ada yang mau berteman denganku

2411 Kata
“Aku hanya ingin mengajak kamu jalan-jalan. Bukankah kemarin aku sudah bilang sama kamu, kalau aku akan datang ke rumahmu.” “Aku gak akan pergi kemana-mana. Lagian kemarin aku juga gak bilang kalau kamu boleh datang ke rumah aku!” nada suara Jenny masih ketus. Christian menghela nafas, ia harus bersabar untuk menghadapi gadis seperti Jenny. Apalagi ini pertama kalinya, ia mempunyai teman. Seorang wanita lagi. Sungguh diluar dugaannya. Seumur hidupnya, dirinya tak pernah bermimpi akan mempunyai teman seorang wanita. Apalagi Jenny sangat berbeda dengan wanita diluar sana. Tapi, Christian sama sekali tak memperdulikan fisik Jenny. Baginya, Jenny sudah mau berteman dengannya, itu sudah lebih dari cukup. Dengan begitu, ia tak perlu lagi merepotkan Bastian. Apalagi sepupunya itu sekarang sudah tak ada waktu lagi untuk sekedar menemaninya mengobrol disaat dirinya bosan. Ibu Jenny melangkah menuju ruang tamu sambil membawa nampan yang diatasnya terdapat dua gelas minuman dingin. “Silahkan diminum Nak Christian,” ucap Susan setelah meletakkan minuman itu ke atas meja. “Terima kasih, Tante. Maaf, sudah merepotkan Tante,” ucap Christian dengan menepiskan senyumannya. “Gak kok, sama sekali gak merepotkan. Tante justru senang, ada teman Jenny yang mau datang ke rumah ini,” ucap Susan dengan senyuman di wajahnya. “Bu!” Jenny tak suka ibunya menceritakan tentang teman-temannya yang sudah tak mau berteman dengannya lagi, setelah mereka tau, kalau dirinya menjadi buta setelah kecelakaan itu. Jenny tak ingin sampai Christian mengasihaninya hanya kerana ia tak punya teman. “Nak Christian, maafkan Jenny ya, kalau dia selalu bicara ketus. Mungkin dia belum terbiasa dengan kehadiran Nak Christian.” “Bu! Kenapa Ibu malah bicara seperti itu kepada dia!” kesal Jenny. Christian menganggukkan kepalanya dengan senyuman di wajahnya. “Saya akan mencoba untuk lebih mengenal Jenny, Tante. Dan mencoba untuk memahami sifatnya. Bukankah itu gunanya seorang teman?” “Iya, Nak Christian. Apa yang Nak Christian katakan memang benar. Teman yang meninggalkan temannya saat sedang kesusahan, itu tak pantas untuk disebuat teman.” Susan lalu beranjak dari duduknya, “kalian lanjutkan lagi ngobrolnya, Tante akan tinggal dulu.” “Ibu mau berangkat kerja sekarang?” “Iya. Nanti Ibu akan pulang malam lagi.” Jenny hanya menganggukkan kepalanya. Ia sudah terbiasa di rumah sendirian, sampai ibunya pulang dari bekerja. Jenny mencium tangan ibunya, “Ibu hati-hati.” “Iya, Sayang. Ibu berangkat dulu. Nak Christian, Tante tinggal dulu ya.” Christian menganggukkan kepalanya. Susan lalu melangkah keluar dari rumahnya. “Lebih baik kamu pulang sekarang. Aku gak ada waktu buat meladeni kamu.” Jenny beranjak dari duduknya. Christian menarik lengan Jenny, saat gadis itu ingin melangkahkan kakinya. “Kenapa kamu gak mau pergi denganku? Bukankah kita teman?” “Aku gak ada waktu. Aku sibuk!” Jenny lalu menghempaskan tangannya agar terlepas dari cengkraman tangan Christian. “Ok. Kamu gak mau pergi sama aku juga gak apa-apa. Tapi, aku gak akan pergi kemana-mana. Aku akan menemani kamu disini.” “Apa sih mau kamu, hah!” kesalnya. “Temani aku jalan-jalan ke taman. Aku janji, aku gak akan macam-macam. Kamu bisa percaya sama aku.” Jenny menghela nafas panjang. Sepertinya ia tak akan bisa menghindar dari Christian. Meskipun baru mengenal Christian, tapi ia tau, kalau Christian tipe cowok keras kepala. Apalagi sekarang ia di rumah sendirian. Tak akan ada yang membantunya, kalau sampai Christian melakukan hal yang akan menyakitinya. “Ok. Aku akan menemani kamu jalan-jalan ke taman. Tapi, apa kamu gak malu jalan sama orang buta seperti aku?” Christian menggelengkan kepalanya, meskipun Jenny tak akan bisa melihatnya. “Kenapa aku harus malu? kamu cantik. Selain itu, aku gak peduli dengan apa yang akan orang katakan. Kita juga gak kenal ‘kan sama mereka? Kenapa kita harus peduli dengan apa yang mereka katakan?” Kedua pipi Jenny mulai menghangat, saat Christian mengatakan kalau dirinya cantik. Christian pun bisa melihat, saat kedua pipi Jenny mulai merona. Itulah wanita. Dipuji sedikit saja, kedua pipinya langsung merona. “Kita berangkat sekarang.” Jenny tak ingin sampai Christian menyadari akan perubahan warna pada kedua pipinya. Padahal Charistian sudah melihat semua itu. Jenny melangkah menuju pintu dengan bantuan tongkat yang ada di tangannya. Christian mengikuti Jenny dari belakang. “Kita naik mobil aku.” “Mobil? Kamu kesini bawa mobil?” “Hem... soalnya aku gak mau capek kesini. Rumah aku ‘kan jauh dari sini,” bohong Christian. Christian tak ingin sampai Jenny tau tentang penyakit yang dideritanya. Jika dirinya kelelahan, maka daya tahan tubuhnya akan menurun. Ia tak ingin sampai itu terjadi. Apalagi ia harus menahan rasa sakit di dadanya saat bersama dengan Jenny. Christian lalu membukakan pintu mobil untuk Jenny, “masuklah.” Jenny melipat tongkatnya, lalu meraba badan mobil, lalu masuk ke dalam mobil dengan hati-hati. Christian menutup pintu mobil, lalu berjalan memutar untuk masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi penumpang di sebelah Jenny. “Jalan, Paman,” pintanya kepada supir pribadinya. “Baik, Tuan.” Mobil itu mulai melaju membawa Jenny dan Christian menuju taman. Dalam perjalanan menuju taman, sama sekali tak ada percakapan antara Jenny dan Christian. Sampai akhirnya mereka sampai di tempat tujuan. Christian keluar dari mobil terlebih dahulu, lalu membukakan pintu mobil untuk Jenny dan membantunya untuk keluar dari mobil. “Chris, kita dimana?” Jenny tak bisa berjalan melewati jalan yang belum pernah ia lewati. “Aku akan bantu kamu. Kamu ‘kan menerima bantuan aku? tapi kamu jangan salah paham, aku melakukan ini bukan karena aku kasihan sama kamu. Tapi, kita bukan berada di taman dekat rumah kamu.” “Lalu kita dimana? Apa kamu mencoba untuk membohongiku?” “Jangan salah paham, aku sama sekali gak membohongimu. Kita memang ke taman, tapi bukan taman yang kemarin kita bertemu.” Christian lalu menggenggam tangan Jenny, tapi Jenny langsung menepis tangan Christian. “Mau apa kamu, hah! Jangan macam-macam ya!” teriaknya. “Maafkan aku, aku hanya ingin membantu kamu. Kita gak mungkin hanya akan berdiri disini ‘kan? Aku gak akan ngapa-ngapain kamu, aku janji.” Brengsekk! Ngapain aku percaya sama dia. Sekarang aku ada dimana? Aku bahkan gak kenal siapa itu Christian. Ya Tuhan, tolong lindungi hamba-Mu ini. Christian kini tengah memutar otak, mencari cara agar Jenny percaya padanya dan mau menerima bantuannya. Ia memahami sikap Jenny saat ini. ia juga tau, kalau saat ini Jenny pasti sangat takut, karena dia sekarang berada di tempat yang asing. “Jen, kamu percaya sama aku ‘kan?” “Kamu sudah bohongi aku, Chris! Apa aku masih bisa percaya sama kamu!” Kedua mata Jenny bahkan sudah mulai berkaca-kaca. “Kenapa kamu lakuin ini sama aku? apa salah aku sama kamu?” “Jen... maafkan aku. Aku gak bermaksud untuk bohongi kamu, sumpah.” Christian bahkan sampai membentuk jari telunjuknya dan jari tengahnya membentuk huruf ‘V’ meskipun Jenny tak akan bisa melihatnya. Christian mengambil tongkat yang ada di tangan Jenny. “Agar kamu gak salahpaham, sekarang kamu pegang tongkat ini. Aku akan ajak kamu duduk di bangku yang ada disana.” Christian lalu melangkah menuju bangku taman itu, tentu saja dengan tangan kanan yang masih memegang tongkat yang juga dipegang oleh Jenny. Christian membantu Jenny untuk duduk, ia lalu mendudukkan tubuhnya di samping Jenny. “Jen, aku sama sekali gak bermaksud untuk membohongi kamu. Aku sengaja mengajak kamu ke taman ini, agar kamu merasakan suasana yang berbeda.” “Bagi orang buta, semua sama aja, Chris. Gak ada yang berbeda. Semuanya gelap. Mau kamu bawa aku ke tempat yang indah sekalipun, aku tetap gak bisa melihat keindahan itu.” Astaga! Salah ngomong lagi. Dasar ini mulut gak bisa diajak kerjasama. “Maafkan aku. Aku gak bermaksud untuk menyinggung perasaan kamu.” Hening... tak ada lagi percakapan antara Christian dan Jenny. “Chris, kamu masih disini ‘kan?” Jenny meraba sebelahnya, tangannya menyentuh tubuh Christian. “Kenapa kamu diam? Aku pikir kamu pergi meninggalkan aku sendirian disini.” “Aku hanya gak ingin, apa yang aku katakan kembali menyinggung perasaan kamu. Makanya aku memilih untuk diam.” “Maafkan aku. Bukannya aku gak percaya sama kamu. Tapi, aku hanya takut. Kita belum lama saling mengenal. Apalagi selama ini, gak ada yang mau berteman dengan orang buta seperti ku.” “Jen, gak semua orang seperti yang kamu katakan. Aku adalah salah satunya.” Jenny menundukkan wajahnya, “maafkan aku. Aku hanya tak ingin kembali terluka dan kecewa, Chris. Setelah kecelakaan itu, semua teman-temanku mulai menjauhiku. Mereka tak ingin mengenalku lagi. Gak ada lagi yang mau berteman denganku. Gak ada.” “Ada. Aku. Aku mau berteman denganmu, Jen. Apa kamu lupa itu?” “Kamu yakin? Kamu yakin mau berteman dengan orang buta sepertiku?” Christian menganggukkan kepalanya, “aku mau berteman denganmu. Aku janji, aku gak akan pernah meninggalkan kamu sendirian seperti teman-teman kamu itu.” Jenny tersenyum, “terima kasih, Chris. Terima kasih, karena kamu sudah mau berteman denganku.” Aku gak tau seperti apa wajah kamu, seperti apa expresi wajah kamu saat ini. Entah kamu sedang menertawakan aku, atau bahkan tengah mengasihani aku. Tapi, aku akan mencoba untuk percaya sama kamu, Chris. Semoga keputusanku untuk mempercayai kamu ini gak salah. Beberapa menit kemudian. Setelah dibujuk dengan susah payah oleh Christian, akhirnya Jenny mau diajak ke rumah Christian. Christian juga tak mungkin membiarkan Jenny di rumah sendirian. Apalagi tadi ibunya Jenny mengatakan, jika dia akan pulang malam karena harus lembur. Meski baru kenal, Christian juga tak akan tega meninggalkan Jenny sendirian. “Bi, Mama dimana?” tanya Christian setelah masuk ke dalam rumahnya dan berpapasan dengan asisten rumah tangganya. “Nyonya ada di taman belakang rumah, Den. Apa perlu Bibi panggilkan?” Christian menggelengkan kepalanya, “buatkan minuman aja, Bi, buat teman aku. Biar aku saja yang memanggil Mama.” Wanita paruh baya itu menganggukkan kepalanya. “Baik, Den. Kalau begitu Bibi permisi ke dapur dulu,” pamitnya dengan sedikit membungkukkan tubuhnya. “Silahkan, Bi.” Wanita paruh baya itu lalu melangkah pergi. “Jen, aku bantu kamu untuk duduk, mau ‘kan?” Christian tak ingin kembali menyinggung perasaan Jenny, makanya ia meminta izin dulu kepada Jenny, kalau ingin membantunya duduk di sofa ruang tamunya. Jenny menganggukkan kepalanya. Tak mungkin juga ia menolak bantuan Christian, karena dirinya tak mengenal tata letak ruangan itu. Sofanya berada di sebelah manapun, ia tak tau. Bisa-bisa bukannya bisa duduk manis di sofa, ia malah jatuh terjerembab dan itu akan mempermalukan dirinya sendiri. “Boleh aku pegang tangan kamu?” Jenny kembali menganggukkan kepalanya. Christian tersenyum. Ia lalu memegang tangan Jenny, dan membawanya menuju sofa yang ada di ruangan itu. “Kamu duduk disini dulu ya, aku akan memanggil Mama aku dulu,” pintanya setelah membantu Jenny untuk duduk. “Jangan lama-lama. Soalnya aku gak tau tata letak rumah kamu.” “Hem... aku gak akan lama. Aku akan segera kembali.” Christian lalu melangkah pergi, meninggalkan Jenny sendirian di ruang tamu. “Ma... Mama...” “Ya, Sayang, ada apa?” Bella yang tengah duduk, menengok ke arah Christian yang tengah berjalan ke arahnya. “Aku sudah bawa Jenny kesini. Bukannya Mama ingin bertemu dengan Jenny?” Bella mengernyitkan dahinya, “Jenny... teman baru kamu? yang kamu ceritakan sama Mama kemarin?” “Iya, Ma. Jenny sudah menunggu di ruang tamu. Mama mau ‘kan menemuinya?” Bella menganggukkan kepalanya, “tentu dong, Sayang. Jenny ‘kan teman pertama kamu yang kamu ajak ke rumah. Mama pasti akan menemuinya.” “Bukan hanya teman pertama yang aku ajak ke rumah, Ma. Tapi Jenny adalah teman pertama aku.” “Hem... kita temui dia sekarang.” Bella dan Christian melangkah menuju ruang tamu. Bella tak menyangka, Christian akan benar-benar mengajak teman barunya itu ke rumah. “Ma, dia Jenny.” Jenny beranjak berdiri. Tapi tatapannya sama sekali tak mengarah ke arah Bella. Melainkan ke arah Christian. Bella melangkah mendekat, lalu menyentuh tangan Jenny dan menggenggamnya. “Terima kasih ya, kamu sudah mau berteman dengan anak Tante.” Jenny tersenyum, “justru saya yang seharusnya berterima kasih, Tan, karena Christian mau berteman dengan orang buta seperti saya ini.” “Jen... jangan bicara seperti itu. Bagiku mau buta atau enggak, sama aja. Gak ada bedanya. Yang penting, aku dan kamu sama-sama nyaman. Iya ‘kan, Ma?” Christian tak suka, kalau Jenny selalu merendahkan dirinya. Mau Jenny buta atau enggak. Semua itu tak penting buatnya. Jenny sudah mau berteman dengannya saja, itu sudah sangat membuatnya bahagia. “Iya, Sayang. Apa yang Christian katakan memang benar. Christian tak pernah memilih-milih teman.” Bella lalu meminta Jenny untuk kembali duduk. Ia juga mendudukkan tubuhnya di samping Jenny. Sedangkan Christian duduk di sofa tunggal yang tak jauh dari tempat Jenny duduk. Wanita paruh baya datang sambil membawa nampan yang berisi tiga gelas minuman. “Terima kasih, Bi,” ucap Christian setelah wanita paruh baya itu meletakkan tiga gelas minuman itu ke atas meja. “Saya permisi,” pamit wanita paruh baya itu lalu melangkah pergi setelah mendapatkan anggukkan kepalanya dari Christian dan mamanya. “O ‘ya, kalau boleh Tante tau, sekarang kamu kuliah atau...” “Saya sudah berhenti kuliah, Tan, semenjak kecelakaan yang mengakibatkan kedua mata saya menjadi buta,” ucap Jenny sambil menepiskan senyumannya. Bella mengangguk mengerti, “Christian juga ti...” “Ma, ngomong-ngomong, malam ini Mama mau masak apa buat makan malam? Rencananya aku mau mengajak Jenny untuk makan malam di rumah,” potong Christian. Christian tak ingin sampai mamanya menceritakan semuanya tentang dirinya. Apalagi menceritakan tentang penyakit yang dideritanya selama ini. Pokoknya Jenny gak boleh tau, kalau aku mempunyai penyakit jantung. Aku gak mau sampai Jenny memandang lemah aku. “Mama minta Bibi untuk masak makanan kesukaan kamu.” “Apa Bastian akan pulang cepat hari ini?” “Kalau soal itu Mama gak tau, Sayang. Papa kamu juga pergi tadi sebelum kamu pulang. Mungkin malam ini kita hanya akan makan malam bertiga.” Bella lalu menggenggam tangan Jenny, “Tante tinggal dulu, ya. Kamu ngobrol dulu aja sama Christian.” Jenny menganggukkan kepalanya, “baik, Tante,” ucapnya dengan menepiskan senyumannya. Bella lalu beranjak dari duduknya, lalu melangkah mendekati putranya. Bella mendekatkan wajahnya ke wajah Christian, “Jenny sangat cantik. Mama suka,” godanya. “Mama! jangan aneh-aneh deh.” Bella lalu menepuk bahu Christian, “Mama tinggal dulu. Sambil menunggu makan malam siap, kamu ajak Bella jalan-jalan ke taman depan.” Christian menganggukkan kepalanya. Bella lalu melangkah pergi meninggalkan Christian dan Jenny. “Kamu mau ngobrol disini atau di taman depan?” Christian kini sudah beralih duduk di samping Jenny. “Disini aja. Mau disini ataupun di taman, gak ada bedanya buat aku.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN