Bersandiwara

2570 Kata
Bella melihat Bastian masuk ke dalam rumahnya dengan memapah tubuh Christian. “Bas, ada apa dengan Christian?” tanyanya cemas. Bella beranjak dari duduknya, lalu melangkah menghampiri Bastian dan Christian. Christian menatap Bastian, lalu menggeleng pelan. Ia tak ingin sampai mamanya mencemaskannya. Ia hanya tak ingin membuat keluarganya sedih saat melihat kondisi dirinya. Bastian menghela nafas, lalu mengangguk pelan. “Sayang, kamu kenapa?” tanya Bella cemas sambil menyentuh pipi Christian. Christian tersenyum, ia lalu menarik tangan mamanya yang mengusap pipinya, lalu mengecupnya dengan lembut. “Aku gak apa-apa kok, Ma. Aku memang sengaja ingin bermanja-manja sama Bastian,” ucapnya dengan senyuman di wajahnya. Bella mengernyitkan dahinya, lalu menatap Bastian yang sudah menyingkirkan tangannya dari pinggang Christian. “Benarkah itu, Bas?” tanyanya tidak percaya. “Iya, Tan. Christian sepertinya tak akan puas sebelum membuatku lelah. Masa aku harus memapahnya dari depan sampai kamarnya. Kalau aku gak melakukan itu, dia akan mengadu sama Tante, kalau aku udah gak peduli lagi sama dia.” Bastian menatap Christian. Bella hanya geleng kepala, “astaga, Sayang. Jangan kamu lakukan ini lagi. Kasihan Bastian, karena dia sudah seharian kerja di kantor. Sekarang kamu malah mengerjainya?” Christian nyengir kuda, ia lalu merangkul bahu mamanya. “Iya ya, Ma. Aku gak akan melakukan itu lagi. Habisnya semenjak Bastian kerja ‘kan, dia udah gak ada waktu buat aku lagi,” ucapnya sambil mengerucutkan bibirnya. Bella memukul lengan Christian, “kamu ini ya. Sekarangkan kamu sudah ada Jenny. Jadi kamu jangan recokin Bastian lagi. Kasihan dia.” Christian masih dengan mengerucutkan bibirnya, “Mama! yang anak Mama itu Christian atau Bastian sih! Kenapa Mama lebih sayang pada Bastian,” kesalnya. Tentu saja itu hanyalah sandiwara. Bastian hanya geleng kepala. Sepupunya itu memang paling jago bersandiwara. Andai kesehatan Christian bisa seperti dirinya dan orang lain, mungkin dia akan bisa menjadi aktor terkenal. “Bagi Mama, kamu dan Bastian sama-sama anak Mama. Mama gak pernah membeda-bedakan diantara kalian berdua.” Bastian dan Christian sama-sama memeluk Bella. “Kami juga sayang sama Mama,” ucap Christian. “Bastian juga sayang sama Tante,” ucap Bastian lalu melepaskan pelukannya dan diikuti oleh Christian. Christian pura-pura menguap, “Ma, aku ke kamar dulu ya. Aku sudah mengantuk. Aku mau tidur.” Bella menganggukkan kepalanya, “kamu jangan terlalu capek, Sayang. Mama hanya gak ingin sampai kamu kenapa-napa.” “Iya, Ma. Aku janji, aku akan jaga diri baik-baik.” Christian lalu menatap Bastian, “bisa ikut aku bentar gak? Ada yang ingin aku bicarakan sama kamu,” lanjutnya. Bastian menganggukkan kepalanya. “Selamat malam, Ma.” Christian memeluk mamanya. “Malam, Sayang.” Bastian dan Christian lalu melangkah menuju kamar Christian. “Apa yang ingin kamu bicarakan sama aku?” tanya Bastian setelah mendudukkan tubuhnya di sofa yang ada di kamar Christian. Christian menyandarkan tubuhnya ke sandaran sofa, “sepertinya aku gak bisa menemui Jenny besok.” Bastian mengernyitkan dahinya, “kenapa? apa masih sakit?” tanyanya cemas. Christian mengangguk pelan, “aku butuh istirahat beberapa hari. Jenny pasti mengira aku udah gak mau berteman dengannya lagi.” “Tapi kamu masih bisa menghubunginya ‘kan? Dia punya nomor telepon kamu ‘kan?” “Apa kamu lupa, kalau Jenny itu buta? Bagaimana dia bisa menjawab panggilan aku?” Astaga! Benar juga yang Christian katakan. Baru juga punya teman baru, kenapa kamu harus sakit lagi? andai aku bisa melakukan sesuatu buat kamu, Chris. Christian menghela nafas, “aku lelah. Aku mau istirahat.” “Ok. Kalau begitu aku keluar dulu. Soal Jenny, kamu gak usah cemas. Aku akan mencari cara agar Jenny masih mau tetap berteman denganmu,” ucap Bastian sambil menepiskan senyumannya. Christian hanya mampu menganggukkan kepalanya. Bastian beranjak dari duduknya, ia lalu melangkah keluar dari kamar Jonathan. Saat Bastian ingin naik ke anak tangga, ia dipanggil oleh Cleo—papanya Christian. “Iya, Om,” sahutnya lalu melangkah mendekat. “Ada yang Om ingin bicarakan sama kamu. Kamu ikut Om ke ruang kerja Om,” ucap Cleo lalu melangkahkan kakinya menuju ruang kerjanya. Apa ya yang ingin Om Cleo bicarakan sama aku? apa soal pekerjaan, atau soal yang lain? Bastian mengikuti langkah pria paruh baya yang selama ini sudah ia anggap sebagai pengganti papanya yang sudah tiada. “Duduklah,” pinta Cleo setelah mendudukkan tubuhnya di sofa yang ada di ruang kerjanya. Bastian mendudukkan tubuhnya tak jauh dari Cleo duduk saat ini. “Apa yang ingin Om bicarakan sama aku?” tanyanya penasaran. Cleo mengambil berkas yang ada di depannya, lalu memberikannya kepada Bastian. “Apa ini, Om?” tanya Bastian sambil mengambil berkas itu. Bastian lalu membuka berkas itu. Kedua matanya lalu membulat dengan sempurna setelah melihat isi berkas itu. “Om... ini...” Cleo menganggukkan kepalanya, “itu ada warisan bagian papa kamu. Sekarang Om serahkan ke kamu, karena Om yakin, kamu sudah mampu mengelolanya.” “Ta—tapi, Om. Bagaimana mungkin aku bisa menerima ini? apalagi selama ini yang mengelola semua hotel itu adalah Om. Papa aku bahkan memilih untuk pergi sama Mama ketimbang mengurus perusahaan keluarga.” “Tapi itu tetaplah hak kamu. Om harap kamu bisa mengurus semua hotel itu, dan juga perusahaan Om. Om sangat berharap sama kamu, karena kamu tau sendiri kalau Christian tidak akan bisa mengelola perusahaan Om.” Bastian menatap berkas yang masih dipegangnya. Pa, aku gak percaya. Om Cleo memberikan semua ini sama aku. Meskipun ini adalah hak Papa, tapi selama ini Papa bahkan tak peduli. Itupun sampai Papa menghembuskan nafas terakhir. “Bas...” Bastian menatap Cleo, ia lalu menganggukkan kepalanya, “aku janji, Om. Aku akan menjalankan amanah Om ini.” “Kalau begitu kamu bisa meminta tolong sama Dicky. Dia yang selama ini mengurus soal perkembangan semua hotel itu.” Bastian menganggukkan kepalanya, “baik, Om.” Di kamar Christian. “Bas, apa kamu akan datang ke rumah Jenny?” Bastian menggelengkan kepalanya. “Terus, apa yang akan kamu lakukan agar Jenny tak berpikiran macam-macam tentangku?” Christian masih berbaring di ranjangnya. “Kamu gak usah memikirkan itu, lebih baik sekarang kamu pikirkan kesehatan kamu dulu. Aku yakin, Jenny gak akan berpikiran buruk tentang kamu.” Christian menghela nafas, lalu menganggukkan kepalanya. “Aku akan berangkat kerja sekarang. Kamu jangan coba-coba untuk keluar dari rumah!” “Iya iya... bawel.” Bastian lalu melangkah keluar dari kamar Bastian. Saat ia melangkah menuju pintu utama, ia berpapasan dengan Bella. “Bagaimana keadaan Christian, Bas. Kamu udah tanya kenapa dia gak keluar dari kamar dan gak ikut sarapan?” tanya Bella cemas. “Christian mungkin hanya kelelahan Tante. Bastian sudah meminta Christian untuk tetap di rumah hari ini. Jadi, Tante gak usah cemas. Christian baik-baik saja kok,” ucap Bastian sambil menepiskan senyumannya. Bella menghela nafas lega, “kamu sudah mau berangkat ke kantor?” “Iya, Tan. Pagi ini aku ada meeting penting.” Bastian mengecup punggung tangan Bella, “aku berangkat dulu, Tan,” pamitnya. “Hati-hati ya.” “Iya, Tan.” Bastian lalu melangkah keluar dari rumah menuju mobilnya. Ia lalu membuka pintu mobil dan masuk ke dalam mobil. Apa lebih baik aku ke rumah Jenny dulu ya? aku ingin melihat, apa yang sedang Jenny lakukan sekarang. Bastian lalu melajukan mobilnya keluar dari pintu gerbang rumahnya. Sesampainya di depan pintu pagar rumah Jenny, Bastian melihat Jenny yang tengah duduk di bangku teras rumahnya. Apa yang sedang Jenny lakukan disana? Bastian melihat seorang wanita paruh baya yang keluar dari rumah Jenny. Apa itu ibunya Jenny? Bastian melihat ibunya Jenny yang tengah berjalan menuju ke arah mobilnya. Astaga! Apa yang harus aku lakukan sekarang? Bastian membuka pintu mobilnya, ia lalu keluar dari mobil. “Pagi, Tan,” sapanya dengan menepiskan senyumannya. “Pagi. Kamu siapa ya? kenapa mobil kamu berhenti di depan rumah Tante?” tanya Susan sambil mengernyitkan dahinya. “Maaf, Tan. Perkenalkan, nama saya Bastian. Saya sepupunya Christian,” ucap Bastian sambil mengulurkan tangannya. Susan menjabat tangan Bastian, “jadi kamu sepupunya Christian? Tante adalah ibunya Jenny,” ucapnya dengan senyuman di wajahnya. Mereka lalu melepas jabat tangan mereka. “Gini, Tan. Saya kesini diminta oleh Christian. Dia ingin meminta maaf, kalau hari ini gak bisa datang menemui Jenny. Ada pekerjaan yang harus Christian lakukan dan tak bisa ditinggalkan,” ucap Bastian terpaksa berbohong. Susan hanya mengangguk, “nanti akan Tante sampaikan kepada Jenny.” Bastian lalu menatap Jenny, “o ya, Tan. Kenapa Jenny duduk di luar? Apa dia sedang menunggu seseorang?” Susan menatap putrinya yang tengah duduk di kursi depan teras. “Tadi Jenny bilang, dia sedang menunggu Christian. Katanya Christian berjanji akan menemaninya ke taman. Tapi, sepertinya hari ini dia harus kecewa.” Bastian menatap jam di pergelangan tangannya. ‘Apa aku temani Jenny aja ya? aku akan menyamar menjadi Christian. Asal aku gak banyak bicara, Jenny gak akan curiga sama aku. Tapi, bagaimana dengan ibunya Jenny? Apa dia akan mendukungku?’ tanyanya dalam hati. “Em... Tan. Gimana kalau saya yang temani Jenny ke taman? Tapi... saya mau minta tolong sama Tante.” Susan mengernyitkan dahinya, “apa maksud kamu?” “Em... saya hanya gak tega melihat Jenny yang tengah menunggu kedatangan Christian. Saya juga mau meminta maaf sama Tante dan Jenny, karena Christian dengan sangat terpaksa tidak bisa datang kesini untuk menemui Jenny.” Bastian lalu menatap ke arah Jenny, “saya hanya ingin menggantikan Christian untuk hari ini agar Jenny tak kecewa. Tapi saya tak ingin Jenny tau kalau saya bukan Christian. Saya ingin Jenny menganggap kalau saya adalah Christian,” lanjutnya. “Tapi... bagaimana kalau...” “Tante gak usah cemas. Saya akan berhati-hati dan memastikan kalau Jenny gak akan tau kalau saya bukan Christian.” Susan menghela nafas, ia lalu menatap putrinya. Sebenarnya, ia juga tak tega melihat putrinya yang sejak tadi duduk di sana menunggu kedatangan Christian. Apalagi sekarang dirinya harus berangkat bekerja dan tak bisa menemaninya putri itu. “Gimana, Tan. Apa Tante bisa menjaga rahasia ini? saya melakukan semua ini bukan bermaksud untuk membohongi Jenny. Tapi, saya hanya tak ingin Jenny kecewa saat dia tau kalau Christian tak akan datang.” Susan dengan perlahan menganggukkan kepalanya, “tapi, Tante harap, kamu gak akan mengecewakan Jenny. Dia sudah seringkali dikhianati. Dia akan marah, kalau sampai tau, kamu membohonginya.” Bastian menganggukkan kepalanya, “terima kasih, Tan. Saya janji, saya gak akan membuat kesalahan nantinya.” Sesampainya du taman, Bastian membukakan pintu mobilnya untuk Jenny. Jenny dengan bantuan Bastian keluar dari mobil. “Apa kita sudah sampai di taman?” “Hem...” Bastian lalu menutup pintu mobil. Jenny mengernyitkan dahinya. Pasalnya sejak dari rumahnya, Christian tak banyak bicara seperti biasanya. “Chris, kamu baik-baik saja ‘kan? Kamu gak sedang sakit ‘kan? Kenapa dari tadi kamu gak banyak bicara?” Bastian berdehem. Ia mencoba untuk merubah suaranya. “A—aku baik-baik saja. Hanya sedikit batuk. Jadi suaraku agak serak,” ucapnya berbohong. Bastian bahkan harus berpura-pura batuk di depan Jenny. Bastian terkejut, saat Jenny meraba wajahnya untuk menyentuh dahinya. Ia bahkan harus menahan nafas, saat wajah Jenny sangat dekat dengan wajahnya. “Untung kamu gak demam. Kenapa kamu gak bilang sama aku saat di rumah tadi? Tau gini ‘kan kita gak usah pergi ke taman.” “Gak apa-apa kok. Lebih baik sekarang kita duduk di bangku taman.” Bastian lalu menggandeng tangan Jenny dan mengajaknya duduk di bangku taman. “Chris. Kamu tau gak, kalau di taman ini ada begitu banyak kenangan? Makanya aku sering datang ke taman ini.” Bastian hanya diam. “Waktu pertama kali kita bertemu juga di taman ini. Di taman ini, dulu aku sering menghabiskan waktu aku bersama dengan seseorang.” Bastian mengernyitkan dahinya, “seseorang?” “Hem... dia adalah pria kedua yang begitu aku percayai setelah ayahku.” “Kekasih kamu maksud kamu?” “Hem... aku dan dia sudah berpacaran sejak kami duduk di bangku SMA. Kami bahkan dulu sudah berencana akan menikah setelah lulus kuliah.” Jenny lalu menepiskan senyumannya, “tapi semua itu harus berakhir. Dia meninggalkan aku, saat tau kalau aku menjadi buta karena kecelakaan itu.” “Jen...” Bastian tak menyangka, Jenny mempunyai kisah yang begitu memilukan. Bagaimana bisa pria itu meninggalkan Jenny disaat Jenny membutuhkan dukungan darinya? “Aku bisa mengerti kenapa dia melakukan itu. Bagaimana mungkin dia mau menikah dengan gadis buta seperti diriku ini. Dia bahkan bisa mendapatkan gadis yang lebih segalanya dari aku.” “Aku sudah berusaha untuk melupakan dia. Tapi, semua juga gak semudah itu. Itu sebabnya aku sering datang ke taman ini untuk mengingat semua kenanganku bersamanya di taman ini.” Bastian tetap diam. Jujur, saat mendengar cerita Jenny, amarahnya memuncak. Tapi, ia tak bisa menunjukkan itu kepada Jenny, kalau tidak, samarannya akan terbongkar, dan Jenny akan tau kalau dirinya bukanlah Christian. Aku harus memberitahu Christian soal ini. Christian juga harus tau soal ini, agar kalau dia ketemu sama Jenny nanti, dia tak akan kebingungan. Bastian merasakan getaran di saku celananya. Ia lalu mengambil ponselnya dari saku celananya. Dicky? Bastian menepuk keningnya sendiri. Astaga! Aku sampai lupa kalau ada meeting penting. Sekarang apa yang harus aku lakukan? “Siapa, Chris? Kenapa gak kamu angkat?” tanya Jenny sambil mengernyitkan dahinya. “Em... ok.” Bastian lalu beranjak dari duduknya, melangkah menjauh dari Jenny. “Halo, Dic? Ada apa?” “Bas, sekarang kamu dimana? Kenapa kamu belum sampai di kantor? kamu gak lupa ‘kan kalau ada meeting penting pagi ini?” “Em... sorry. Apa kamu bisa menunda dulu meetingnya? Kita tunda sampai siang nanti. Soalnya aku masih ada urusan.” “Apa urusan kamu itu lebih penting dari meeting kita pagi ini?” “Hem... saat ini aku sedang membantu Christian. Aku benar-benar minta bantuan kamu. ok.” Bastian bisa mendengar helaan nafas Dicky—asisten pribadinya. Orang kepercayaan Cleo. Dicky juga sahabat Bastian saat kuliah dulu. Ia adalah kakak tingkat Bastian. Tapi, mereka terlihat begitu cocok dan akhirnya memutuskan untuk berteman sampai sekarang. “Ok. Kamu harus sampai kantor sebelum jam makan siang.” “Hem... makasih ya. Aku akan traktir kamu makan siang nanti. Kalau begitu aku tutup dulu,” ucap Bastian lalu mengakhiri panggilan itu. Bastian lalu melangkah mendekati Jenny dan mendudukkan tubuhnya di samping Jenny. Jenny sejak tadi terus bercerita tentang masa lalunya. Ia sudah memutuskan untuk mempercayai Christian sejak kedatangannya ke rumah Christian kemarin. Kini Bastian berlari menuju lift. Ia lalu masuk ke dalam lift setelah pintu lift itu terbuka. Semoga aku belum terlambat. Bastian bergegas keluar dari lift saat pintu lift terbuka saat sudah sampai di lantai tujuh. Ia melihat Dicky yang baru saja keluar dari ruangannya. “Astaga, Bas! Kemana saja sih kamu!” Bastian mencoba untuk mengatur nafasnya yang tersengal-sengal. “Kita berangkat meeting sekarang. Masih ada waktu ‘kan?” Dicky menggelengkan kepalanya, “Pak Cakra sudah pergi setengah jam yang lalu. Aku sudah mencoba untuk menahannya, tapi dia tak bisa mentolerir keterlambatan kamu.” Bastian menyugar rambutnya ke belakang. “Sial!” umpatnya. “Sebenarnya urusan apa yang begitu penting sampai kamu melepaskan kerja sama yang sudah kita tunggu-tunggu selama ini?” tanya Dicky penasaran. “Nanti aku ceritakan, lebih baik sekarang kita cari makan. Aku lapar,” ucap Bastian lalu membalikkan tubuhnya dan melangkah menuju lift. Dicky mengernyitkan dahinya, “apa ini soal cewek? Siapa cewek yang berhasil menarik hati Bastian?” Selama Dicky mengenal Bastian, ia sekalipun belum pernah melihat Bastian berjalan dengan seorang wanita. Di kampuspun Bastian terkenal sebagai jones—jomblo ngenes. Berbeda dengan Dicky. Ia bahkan tak bisa bertahan hanya dengan satu wanita. Buaya darat!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN