"Ma.... Kanu gak mau dijodohin! Lagian Kanu masih mau kuliah lagi, mau travelling, mau ini mau itu..."
"Memangnya kalau sudah menikah, gak bisa kuliah lagi? Gak bisa travelling? Bisa kok. Banyak orang lain yang bisa capai gelar doktor bahkan saat mereka sudah punya cucu. Lagipula mama kan gak ngejodohin, tapi ngenalin gadis buatmu, yang sekiranya bisa jadi mantu mama. Hehe..."
"Duuh itu mah sama aja. Tapi ma... masak kaya jaman Siti Nurbaya? Dijodohin sih? Kenapa gak Bagus aja sih yang dijodohin?"
"Bagus masih kelas sebelas, Nu! Lagian kamu yang paling pas kalau sama Kalista. Beda umurmu dua tahun lebih tua. Gini deh, lihat dulu Kalista ya. Kalau kamu gak suka, nanti mama papa akan bicarakan lagi dengan keluarga Diningrat. Tapi mama sudah tahu Kalista dari kecil, Nu. Dia perempuan baik-baik, dari keluarga baik-baik. Gak neko-neko. Cantik, pintar, ramah, dan terutama ibadahnya rajin. Dari keluarga terpandang pula. Kurang apa lagi coba?"
Kanu diam saja. Bukannya tak setuju dengan keinginan absurd mamanya. Hanya saja, apa kata teman-temannya kalau tahu dia dijodohin?
"Lagian kamu toh juga gak punya pacar kan? Eeh tapi kamu normal kan, Nu? Naudzubillah ya... kalau sampai kamu gak normal, suka sama yang berbatamg juga, langsung mama sunat lagi sampai habis!"
"Ya ampuuun mama... kalau Kanu gak pacaran kan bukan berarti Kanu gak normal! Mama kan tahu sendiri banyak banget cewek yang ngejer Kanu. Tapi Kanu kan gak suka tipe cewek kaya gitu. Lihat fotonya gadis itu dulu deh ma..."
"Gak ada foto-fotoan. Wong nanti malam kita akan sowan ke rumah keluarga Diningrat. Kita diundang makan malam, mumpung Kalista lagi ada di Jakarta. Kamu siap-siap saja. Ba'da magrib kita berangkat."
"Tenang tanteku yang baik..., kalau Kanu gak mau, biar Axl aja deh yang dengan rela hati dijodohin sama gadis itu. Pilihan tante mah pastinya gini..." Sebuah suara menginterupsi. Axluta, sepupu jauh Kanu, mengacungkan dua jari jempolnya ke arah Kanu.
"Kamu ini, A! Mbok ya minta mamamu buat nyariin. Lah kamu kalau nyari istri juga yang bener toh! Mosok cari istri di club, di kafe, cari istri tuh ya di masjid! Sekarang mah banyak gadis-gadis cantik yang juga ikut pengajian kok, gak cuma ibu-ibunya saja." Jawab si mama, saat tahu Axl akan membantahnya.
"Tante tahu kamu pasti mau bilang ntar dapetnya emak-emak kan?"
"Hahaha tante mah tahu aja deh. Nih tan, titipan dari mama buat tante. Katanya pingin banget apple strudel."
Selesai memberikan oleh-oleh, Axl tampak berbincang sebentar dengan Kanu, sepertinya penting. Entahlah, si mama tampak lebih mempedulikan apple strudel itu.
"Aku gak mau, A! Sudah kubilang berkali-kali juga. Buatmu aja gak papa kok. Aku gak butuh itu!" Terdengar suara Kanu yang sedikit emosi. Membuat Axl menggaruk kepalanya. Akhirnya Axl hanya mengedikkan bahunya saja. Kemudian berjalan meninggalkan Kanu.
"Dah... tan, Axl pamit dulu." Kata Axl sambil mencium punggung tangan tantenya. Walaupun dikenal bad boy tapi kalau untuk urusan menghormati orang yang lebih tua, Axl masih peduli.
"Kamu gak mau ikut makan malam di keluarga Diningrat?"
"Enggak tan... udah ada janji sama cewek cantik nih. Bye... Nu, duluan ya. Yang tadi mah dipikirin dulu aja. Kalau mau, hayuuk kita kerjain bareng. Kalau enggak ya gue kerjain ndiri."
Kanu dan mamanya hanya melambaikan tangan saat Axl pamit. Axl sering dibilang bayangan Kanu, karena ke mana-mana bareng. Kanu yang utama, dan Axl atau biasa dipanggil A, adalah bayangan yang mengikuti.
"Kenapa sih tadi? Kayanya kamu kesel banget." Tanya mamanya sambil tetap sibuk mengunyah apple strudel.
"Ada lagi produk yang minta Kanu jadi modelnya mah. Udah dibilang juga kalau Kanu gak mau, eeh mereka ngerayu lewat Axl. Sebel deh."
"Lah kenapa kamu gak mau? Kan lumayan, Nu, buat tambahan tabungan nikah. Emang produknya apaan?"
"Underwear laki-laki mah. Mana mau Kanu. Itu kan aurat. Haram hukumnya. Lagipula Kanu bisa dapat rizki halal dari yang lain."
~~~
Makan malam di rumah Diningrat, Kanu tampak terpesona saat melihat Kalista. Belum pernah dia melihat gadis jaman now, yang seperti Kalista. Benar kata mamanya. Kalista sempurna. Cantik, ramah, pintar, sopan. Mamanya Kalista juga cerita kalau makan malam kali ini sengaja Kalista yang memasak.
"See..., paket lengkap dan siap untuk jadi istri sholeha!" Bisik sang mama sambil menyikut Kanu. Dibalas anggukan kecil Kanu.
Kalista malu-malu melirik ke Kanu. Lelaki tampan pilihan mama papanya. Sudah sedari dulu dia diberi tahu akan dikenalkan dengan anak teman papanya. Papanya sudah wanti-wanti agar ia menjaga diri dan kehormatannya, nama baik keluarga Diningrat. Tidak boleh pacaran dengan lelaki manapun! Tidak boleh dekat dengan lelaki manapun. Karena dia hanya untuk Kanu. Pun Kanu sebaliknya juga diberi tahu hal yang sama.
"Naaah... jadi gimana nih, Kanu Kalista?" Suara papa Kalista bertanya.
Kalista tersenyum, mengangguk malu kemudian menyembunyikan wajahnya dibalik tubuh mamanya. Duuuh bikin Kanu tambah gemas.
"Kanu setuju. Asalkan Kalista juga setuju." Jawab Kanu tegas. Yaah, buat apa mencari yang lain jika sudah ada yang terbaik di depan mata. Lagipula seorang ibu pastinya akan mencari yang terbaik untuk anak-anaknya kan? Kanu yakin akan pilihan mamanya.
"Hahaha... Alhamdulilah, akhirnya kedua keluarga ini akan semakin erat hubungannya dengan pernikahan kalian. Kalau begitu, secepatnya saja kita atur jadwal. Gimana Mas Wit?"
"Boleh... boleh... Gimana, Nu?"
Kanu mengangguk.
"Euum... itu... papa... maaf..." Suara yang merdu dan lembut menginterupsi. Semua menoleh ke sumber suara, yang tampak bingung.
"Kenapa Lista?" Tanya sang mama.
"Euum... Kalau pernikahannya tunggu sampai Lista lulus kuliah gak papa kan? Hanya dua semester lagi kok. Itu kalau Mas Kanu mau menunggu. Kalau enggak, ya gak papa sih...." Pernyataan dengan nada yang menggantung.
Maksudnya gak papa dilanjut nikah atau malah gak papa aku mencari gadis lain? Dan aku harus kehilangan gadis sesempurna Kalista? Mmm...
"Gimana, Nu? Semua tergantung kamu sekarang. Ujian pertama sebagai calon imam nih, Nu!" Tanya papanya sambil tersenyum, sementara mata tajam Kanu menatap perempuan ayu di depannya yang tampak gelisah, menunduk, menunggu jawabannya.
Kanu menarik nafas panjang sebelum menjawab, "Asalkan Kalista berjanji untuk menjaga dirinya, menjaga kehormatan dan kesuciannya hanya untuk saya. Karena saya tahu betapa bebasnya pergaulan di luar sana. Di negara kita saja, yang masih menjunjung kesopanan dan norma, sekarang banyak yang 'bebas'. Tak takut untuk melanggar batas. Apalagi di luar sana." Suara tegas Kanu membuat semua terdiam. Sementara Kalista sibuk menggelengkan kepalanya, tampak tak setuju dengan perkataan Kanu.
"Tidak hanya untuk Kalista, karena saya juga akan menjaga kehormatan dan kesucian saya, demi istri saya nanti!"
"Jangan khawatir, Nu. Insya Allah Kalista bisa menjaga diri, menjaga kehormatan dan kesuciannya. Walaupun sekolah di luar, tapi Kalista tahu batas kok. Gak ikutan teman-temannya yang bebas. Om juga menseleksi teman-teman Kalista." Jawaban papa Kalista membuat semua menarik nafas lega.
"Lista tidak pernah dekat dengan laki-laki manapun, sejak mama bilang akan dijodohkan sama Mas Kanu, kok. Bener deh. Kalau ke luar rumah selalu sama mahram. Kalaupun sama teman, mama papa pasti kenal. Palingan cuma sama Kelana." Suara pelan Kalista mengusir kekhawatiran Kanu. Tampak sekali kegusaran di matanya, mungkin kesal karena tidak dipercaya oleh calon suami.
Kanu tidak mau hanya Kalista yang menjaga diri. Dia juga harus bisa menjaga dirinya, kehormatannya. Demi istrinya. Terserah apa kata teman-temannya yang tahu pasti dia masih perjaka tulen. Dia takut dosa. Itu yang pasti! Dididik di keluarga yang memegang teguh norma agama, membuat Kanu sangat disiplin. Kadang menulikan telinga, membutakan mata pada lingkungan yang tidak baik.
"Naaah sudah beres kan? Kalau begitu sekarang kita bicara yang lebih serius antara orang tua. Kalista dan Kanu silakan kalau mau mengobrol tapi di taman samping situ ya. Dan jaga jarak, jangan terlalu dekat duduknya."
Tanpa mereka tahu, kelak apa yang akan terjadi pada rumah tangga mereka.