Kadang, menjalani hidup tak selalu seperti yang kita inginkan.
Kita hanya perlu berusaha, meraih kebahagiaan.
Hanya Dia yang Maha mengabulkan semua keinginan.
~|~
Kanu terbangun keesokan pagi dengan bingung. Kalista tak ada di sebelahnya. Kei juga tak ada. Panik, dia segera mencari mereka di seluruh penjuru rumah. Sama sekali tak ada Kalista ataupun Kei. Bahkan jejaknya pun tak ada.
Lunglai, dia berjalan menuju kamarnya. Dilihatnya belanjaan yang ia belikan untuk Kalista masih rapih, ada di tempat semula.
Ada sebuah kertas yang bertuliskan : Cek Ponsel
Segera Kanu mengecek ponsel pintarnya. Dibukanya galeri. Ada video. Segera ditontonnya video itu. Terlihat Kalista yang sudah rapih, memakai jilbab baru yang ia belikan kemarin. Memakai ransel lusuhnya. Kalista tersenyum begitu manisnya. Kanu jadi semakin linglung.
Assalamualaikum Mas...,
Jika Mas menonton video ini, itu artinya kami sudah pergi dari rumah ini.
Maaf, aku tak bisa lagi menemanimu menghabiskan sisa umur seperti yang kamu bisikkan semalam.
Aku takut Mas, kelak kamu akan kembali mengungkit hal yang sama, seandainya kamu marah padaku. Atau saat kamu sudah bosan padaku.
Aku tak pantas untukmu, seperti yang waktu itu pernah Mas ucapkan! Ataupun untuk lelaki lain. Aku kotor, seperti katamu. Jujur, selama enam tahun ini aku berusaha, sungguh berusaha untuk melupakan malam itu. Malam di mana aku dihina, dicaci maki dan dibuang, bukan lagi seorang Diningrat ataupun seorang Nyonya Dwi Arkanu Witjaksana. Tanpa kalian mau mendengar penjelasanku. Luka itu ternyata belum sembuh. Lisan itu masih terngiang di kepalaku.
Aku tahu aku salah, karena tak semenjak awal memberi tahu kalian akan peristiwa itu. Tapi itu kulakukan karena aku tak mau mengingat peristiwa naas itu. Dan terutama aku tak mau kehilangan kamu, Mas. Kamu selalu tahu, menikah denganmu adalah mimpiku. Menghabiskan sisa umurku dengan menjadi istrimu, adalah doa yang selalu kupanjatkan di setiap sholatku.
Aku memaafkanmu, dan akupun minta maaf atas semua salahku. Mungkin kita memang tidak ditakdirkan bersama. Mungkin jodoh kita memang hanya sesaat itu saja. Carilah penggantiku, yang sesuai dengan kriteriamu. Semoga Mas bahagia dengan siapa pun itu.
Tentang Kei, anak kita, aku janji akan merawat dan mendidiknya sepenuh hatiku. Kelak, dia pasti akan mencarimu, untuk meminta restu.
Sampaikan salamku pada mama dan papa. Terima kasih karena selama ini mereka merawatku sungguh baik, sungguh memanjakanku. Mohon sampaikan maafku pada mereka. Orang-orang yang sangat aku sayangi, yang sangat aku hormati. Tak akan pernah lepas doa untuk mereka dari bibirku, juga doa untukmu, Mas. Aku selalu berharap yang terbaik untuk kalian, dunia akherat.
Aku pergi. I love you... I do love you.
Maaf...
Terlihat jemari Kalista menyentuh layar ponsel setelah memberi ciuman. Selama itu, air mata terus menetes di pipi Kalista. Terlihat beberapa kali, Kalista menyeka air matanya.
Kanu membanting ponselnya. Berteriak, marah, kecewa dan menangis. Sekali lagi, dia harus kehilangan Kalista.
"Kalau kamu juga mencintaiku seperti yang kamu bilang, kenapa kamu malah pergi, Lista? Kenapaaa? Bukankah seharusnya dua orang yang saling mencintai itu, bersatu? Kenapa Listaa?" Kanu berkata lirih. Dia tak tahu lagi harus bagaimana caranya menyakinkan Kalista bahwa dia sungguh menyesal. Dia sungguh menginkan Kalista untuk kembali menjadi istrinya. Menjadi ibu dari anak-anaknya.
Tapi sudah terlambat saat mengetahui bahwa dia menginginkan itu. Bahwa dia ingin menghabiskan sisa umurnya bersama Kalista dan anak-anak mereka.
Di sebuah kereta, memakai kereta eksekutif hadiah dari Dirga untuk Kei, Kalista duduk termenung sambil memeluk Kei yang masih pulas tertidur. Dia kembali menangis. Mencoba merenungi tindakannya kali ini salah atau benar.
Dia belum siap, pun entah kapan siapnya, jika harus kembali bersama Kanu. Jika harus bertemu lagi dengan papanya. Karena itu artinya dia akan kembali teringat malam di mana dia dihakimi tanpa pembelaan. Malam di mana dia diusir, dibuang, bukan lagi seorang Diningrat atau istri seorang Arkanu Witjaksana.
Dia akan membuka lembaran hidup baru, bersama Kei, putrinya, di tempat yang jauh dari keluarganya.
Sementara itu yang Kalista tak tahu, mamanya kembali menangis histeris saat tak bertemu Kalista dan Kei. Putri dan cucu kesayangannya. Kembali papanya terkena stroke. Membuat yang ada di situ panik. Bibirnya hanya bergumam tak jelas, "Lista... anakku... Lista... maaf... maaf..." Dan kemudian pingsan!
Semua meminta maaf. Kanu minta maaf pada Kalista. Papanya minta maaf pada putri dan cucunya. Kalista minta maaf pada Kanu dan orang tuanya. (Aku juga minta maaf krn bikin sad ending kwkwkwk - red.)
Kalista tak tahu itu. Yang dia tahu, dia harus kembali menata hatinya untuk memulai hidup baru di kampung. Jauh dari Kanu, jauh dari hingar bingar kota, jauh dari keluarga Diningrat.
Yaaa...! Itu keputusannya! Semoga... ya semoga dia kembali tegar melalui segalanya.
"Ma, pa... Jangan khawatir, kali ini, Kanu pasti akan menemukan Lista dan Kei. Aku akan menemukanmu, Lista. Pasti! Dan akan kupastikan kita akan bahagia bersama!" Desis Kanu, tersenyum sambil memperhatikan layar ponsel pintarnya. Tindakannya tepat, dengan memberi salah satu ponsel pintarnya ke Kei.
"Tunggu aku, Lista. Nantikan ayah ya, Kei. Ayah akan menjemput kalian!"
Kalista.... putri dan istri yang terbuang.