“Sayang ….”
Julie mundur seketika, gadis itu buru-buru menjauh. Bahkan sudah berdiri, berniat kabur dari tempat itu.
“Ma-maaf,” ujar Julie tergagap. “Aku harusnya gak di sini.”
Julie bergerak mundur. Mencari ruang yang aman baginya untuk melarikan diri. Tapi, bukannya melarikan diri dari tempat itu, Julie justru masuk ke dalam kamar.
“Ngapain aku masuk kamar?” Ia bertanya pada diri sendiri. “Harusnya aku pergi dari tempat ini. Kalo pacarnya Julio marah, gimana? Udah cukup aku bikin masalah sama Om Jonathan, please gak mau lagi nambah masalah sama tante-tante yang tadi. Udah cukup aku diculik, disiksa, dan sampai harus mengungsi begini.”
Sementara itu di depan TV, Julio masih berdiri, sedikit menggaruk kepala yang tidak gatal.
“Ooppss …,” ujar wanita berbaju warna merah maroon itu.
“Mi, berhentilah memperlakukan Julio seperti simpanan Mami. Memanggil dengan sebutan sayang, seolah-olah Julio adalah pacar bayarannya Mami.”
“Memangnya salah kalau Mami memanggil anak Mami sendiri dengan sebutan sayang? Kan Mami memang menyayangi kamu.”
“Tapi, cara Mami memanggil sayang itu terlalu berlebihan, Mami seperti memanggil pacar bukannya memanggil anak.”
“Sorry for that, My Boy,” ujar wanita itu lalu mendekati Julio. “Apakah Mami membuat kekasihmu jadi tidak nyaman sampai dia kabur ke kamar?”
Julio berbalik ke pintu kamar yang telah ditutup. Julie pasti berpikir yang aneh-aneh tentangnya. Apalagi gadis itu langsung meminta maaf.
“Mami tidak tahu kalau ada seorang gadis di sini. Makanya Mami masuk saja.”
“Mami harusnya tidak langsung menerobos masuk begitu saja,” keluh Julio.
“Mami bukan bermaksud mau menerobos, tapi saat Mami sampai di bawah, mereka tidak melarang Mami naik ke sini.”
“Tidak melarang atau memang Mami masuknya pas lagi tidak ada penjaga?” tebak Julio. “Mami sengaja datang di jam istirahat seperti ini karena tahu penjaga lagi berganti shift.”
“Ah, kau memang anak Mami. Kau tau segalanya tentang kebiasaan Mami.” Wanita yang kini duduk di sofa itu mengamati kantongan belanjaan di atas meja. Ia membuka untuk melihat isinya. “Pembalut dan perlengkapan wanita?” Ia melirik pada Julio. “Milik gadis yang kabur ke kamar itu?”
“Iya.”
“Siapa dia? Mami tidak menyangka akan menemukan seorang gadis di sini setelah Viola memilih pergi ke Amsterdam.”
“Mi, gak usah bahas-bahas Viola deh.”
“Baiklah, Mami senang kau sudah dapat penggantinya.” Wanita itu berdiri. “Mami harus berkenalan dengannya.”
Kini wanita itu bahkan berjalan menuju pintu kamar Julie. Ia mengetuk pintu itu dua kali.
“Keluarlah, kita harus berbicara!” ujarnya memberi perintah, dengan nada suara yang terdengar tegas. Sementara kedua tangannya ia lipat di depan d**a.
“Mi, jangan berbicara begitu padanya, dia sedang sakit.”
Bu Merinda—nama wanita itu—langsung menaruh telunjuk di depan bibir putranya. “Ini urusan sesama perempuan, kau tak perlu ikut campur.”
Kembali Bu Merinda mengetuk pintu. “Keluarlah, jangan bersembunyi di balik pintu!”
Perlahan pintu kamar terbuka. Julie menunduk, benar-benar tak berani melihat wanita itu. Bahkan ia sedikit gemetaran menanti apakah ia akan diteriaki, dijambak rambutnya, atau harus menerima pukulan lain. Jujur, ia benar-benar takut. Pernah disiksa habis-habisan oleh Jonathan membuat ingatan-ingatan itu belum sirna dari kepalanya.
“Saya minta maaf, Tante. Saya gak ada hubungan apa-apa sama Julio. Saya cuman numpang tinggal di sini. Kalau Tante merasa terganggu dengan hal itu, saya akan segera pergi dari sini.”
“Tidak ada hubungan apa-apa?” ulang Bu Merinda. “Kalau tidak salah melihat, bukankah kalian tadi berpelukan?” cecar wanita itu.
“Mi, stop!” Julio memasang badan di depan Bu Merinda. Mencegah wanita itu terus memojokkan Julie. “Berhentilah menakut-nakuti Julie.”
“Oh, namanya Julie? Jadi, Julie apa alasanmu memeluk Julio jika kalian tidak punya hubungan apa-apa?” Bu Merinda masih menodong gadis itu dengan pertanyaannya.
“Mi, stop. Julie sedang sakit.”
Julie menggeser badannya sedikit, agar ia bisa melihat Bu Merinda. Gadis itu membungkuk dengan sopan. “Maafin Julie Tante. Julie gak bakalan meluk-meluk Julio lagi, kok. Ini salah Julie, Julie gak bakalan gangguin pacar Tante lagi. Julie bakalan segera pergi dari sini.”
“Ngomong apa sih? Kamu tetep di sini. Kamu tuh salah paham,” ujar Julio sementara tangannya menahan lengan kiri Julie agar tak ke mana-mana. Karena gadis itu terlihat siap berlari sampai ke rumah orang tuanya, ditambah sambil menangis.
“Pacar, kata kamu?” Bu Merinda rupanya belum puas mengerjai Julie. “Kata siapa Julio adalah pacar saya? Tidakkah kau dengan dia memanggilku dengan sebutan Mami? Tidakkah kau penasaran bagaimana aku memanggilnya balik?”
Julie mengangkat wajahnya sedikit, hanya sekitaran dua detik sebelum ia mengalihkan pertemuan dua bola matanya dari mata Bu Merinda ke arah Julio.
“Aku memanggilnya dengan sebutan Papi,” ujarnya sambil tersenyum licik. “Dia suamiku, dan apa yang kau lakukan di sini? Memeluk suamiku?”
“Ss-su-suami?” ulang Julie dengan tergagap. Ia kira hanya pacar, rupanya Julio punya istri.
Akan jadi apa hidupnya setelah ia membuat masalah dengan suami orang?
24 tahun, ia diculik dan disiksa setelah mengatai Jonathan sebagai pria tua yang tidak pantas ia nikahi.
24 tahun, ia menusuk perut orang.
24 tahun, ia mungkin akan berakhir ditusuk oleh seorang wanita berusia 40-an setelah dianggap sebagai pelakor.
Sungguh pencapaian yang luar biasa.
Julio meremas rambutnya, Bu Merinda memang suka sekali mengaku-ngaku kalau Julio adalah pacar atau suaminya. Tapi, selama ini tak begitu dihiraukan oleh orang-orang. Dan kenapa malah Julie tampak begitu percaya?
“Mami, stop!” Julio berucap dengan tegas. “Kamu juga gak usah dengerin Mami, Mami itu ibu kandung aku. Bukan pacar apalagi istri aku.”
Bu Merinda tampak tertawa sementara Julie membulatkan mata, masih mencoba mencerna ucapan Julio.
“Jika di dunia ini banyak sekali gadis-gadis muda, kenapa aku harus menikahi wanita yang sudah tua sepertinya,” tunjuk Julio pada Bu Merinda.
“Heh, anak nakal. Siapa yang kau sebut wanita tua?”
“Mami kan memang sudah tua, umur Mami 45 tahun.”
“Anak nakal ini, kenapa dengan umur Mami yang 45 tahun? Itu hanya angka. Yang terpenting Mami selalu muda, bugar, cantik, dan seksi begini.”
“Yy-yo, jadi … ini Mami kamu?” tanya Julie dengan suara yang dipelankan.
“Iya, kenapa? Apa kau mengira jika aku adalah gigolonya? Jadi, kau percaya rumor yang dikatakan anak-anak kos?”
Julie menyengir. “Maaf, Yo. Maaf, Tante.”
Bu Merinda tersenyum kecil. “Apa menurutmu saya mau mengencani anak ini? Wajahnya biasa saja, badannya tidak bagus-bagus amat. Hanya seoang bocah yang belum tau caranya memperlakukan wanita dengan benar.”
“Wajahnya biasa saja?” Julio membeo setelah ia mendengkus. “Badannya tidak bagus?” Ia tertawa mendengar ejekan Bu Merinda. “Kalau muka Julio biasa-biasa saja, berarti Mami juga gak jauh beda. Kan Julio anaknya Mami.”
“Enak saja, Mami mana bisa dikatakan biasa saja?” Bu Merinda tak terima. “Wajah ini adalah aset paling berharga Mami.”
Julie hanya terkekeh mendengar pertengkaran antara ibu dan anak itu. Sedikit tak menyangka jika Julio memiliki ibu yang masih sangat muda seperti Bu Merinda. Bahkan tanpa rumor yang disebar oleh anak-anak kos, Julie pun akan lebih berpikir jika Bu Merinda adalah pacar Julio dibandingkan ibunya.
“Julie, saya tanya sama kamu. Apa wajah saya ini terbilang biasa saja?” tanya Bu merinda sembari memamerkan indahnya pahatan wajahnya.
Di usia empat puluh lima tahun, wanita itu bahkan terlihat masih seperti tiga puluh tahunan. Ia pandai merawat diri. Make up nya tak berlebihan, pas untuk usia dan penampilannya.
“Tante sangat cantik, juga terlihat sangat muda. Tante menggunakan make up dengan sangat baik, tidak berlebihan sama sekali. Cara Tante berpakaian juga membuat penampilan Tante semakin memukau.”
Bu Merinda tersenyum puas. “Mami suka gadis ini, Julio. Dia memuji dengan mendetail.”
“Cara Tante mamadumadankan antara pakaian, aksesoris, dan make up juga sangat pas.”
“Ai, berhentilah memujinya. Wanita tua ini makin tidak akan sadar diri kalau dia sudah tua.”
“Dasar anak nakal. Berhentilah menyebut Mamimu sebagai wanita tua.”
Julio berlari menjauh karena Bu Merinda mengancam akan memukulnya dengan menaikkan kepalan tangannya ke atas kepala Julio.
“Jangan kira Mami tidak bisa memukulmu, yah.”
“Kenapa kalian saling bertengkar. Padahal Tante sama Julio sama-sama berwajah rupawan. Tante sangat cantik, sementara Julio juga tampan. Tante sama sekali tidak terlihat tua, justru terlihat masih sangat muda. Julio juga tak terlihat memiliki badan yang buruk, justru badannya kelihatan sangat baik, terlihat tegap dan kekar,” puji Julie. Membuat pasangan anak dan ibu yang tengah dipuji Julie itu saling bertatapan sebelum akhirnya saling tersenyum.
“Di mata kamu aku terlihat tampan?”
“Iya.”
“Badanku bagus?”
“Iya.”
“Jadi, apa lagi yang bagus tentang Julio?” Kali ini Bu Merinda yang bertanya.
“Banyak, Tante. Julio baik, perhatian, dan pelukannya hangat.”
“Hanya itu?”
“Emm ….” Julie tampak berpikir. Apa lagi yang bisa ia katakan tentang Julio. Haruskah ia juga memuji tentang suaranya yang lembut saat memanggil Julie? Yang selalu sukses membuat Julie tremor.
“Bagaimana dengan isi celananya? Bagus atau biasa saja? Atau anak ini justru mengecewakan?” Bu Merinda bertanya secara frontal, bahkan di akhir pertanyaannya ia mencibir Julio.
“Mi!”
Isi celana? Julie tak sebodoh itu untuk tak paham dengan maksud Bu Merinda.
Julie menggelengkan kepalanya. “Hubungan Julie sama Julio gak sampai sejauh itu, Tante. Julie hanya kebetulan menumpang di sini.”
“Kenapa gak sejauh itu?” Bu Merinda menginterogasi, makin penasaran. “Julie tidak suka sama Julio?”
Julie langsung menggeleng. “Julie suka, Tante. Justru Julio yang gak suka sama Julie.”
Kok terasa sakit saat ia mengatakannya. Walaupun ia tersenyum, tapi hatinya meringis. Rasa sepihak itu menyesakkan.