Gak Punya Uang

1889 Kata
Karena Julie ingin jadi ibu kos lagi, makanya rumah yang dulunya ditempati oleh Babe Ahmad harus dikosongkan sebelum menjadi tempat tinggal baru untuk Julie dan Julio. Babe Ahmad sendiri dipindahkan oleh Pak Pramudya ke rumah lain yang masih ada di kawasan tersebut. Julie menempati rumah yang di lantai pertama. Ia tak diperkenankan oleh Julio untuk bolak-balik naik tangga. Rumah yang ia tempati terhitung kecil, tapi masih nyaman untuk ditinggali. Seorang pelayan dibawa Julie untuk tinggal bersamanya. Hanya seorang, toh tak terlalu banyak yang harus dilakukan di rumah itu. Sementara para penjaganya ia tempatkan di kamar-kamar yang lagi kosong. “Akhirnya Ibunda Ratu kita balik lagi, kita udah pada kangen sama Ibunda Ratu,” ujar para kurcaci-kurcaci yang tinggal di tempat kos milik Julie. Mereka tak mempertanyakan keberadaan Julio yang datang bersama Julie. Walau memang tak diundang untuk menghadiri pernikahan Julie, tapi mereka semua sudah mendengar berita tersebut dari Babe Ahmad. Awalnya mereka tak menyangka jika setelah berita hilangnya Julie, lalu dengan mendadak Ibunda Ratu mereka akan menikah. Dan yang paling mencengangkan adalah Julie menikah dengan Julio, bukannya menikah dengan Jonathan yang beberapa hari sebelum penculikan getol sekali PDKT pada Julie. “Ibunda Ratu abis nikah jadi makin cantik deh.” Aan menggombal, mencoba memuji karena sadar jika satu bulan hampir berakhir dan ia belum membayar uang sewa. “Oh ya?” tanya Julie dengan antusias. “Iya, Ibunda Ratu makin glowing, makin shining, shimmering, and splendid.” “Yee, itu sih lirik lagu.” “Tapi, Ibu Ratu emang kayak yang ada di lagu, emang bener-bener cantik,” tambah Aan dengan dua acungan jempol. Jika saja ia punya jempol tangan lain, maka akan ia acungkan semua untuk Julie. “Halaahh, palingan ngegombal doang. Kenapa? Kamu mau ngutang uang kos?” tebak Julie. “Jangan harap kalian bakalan lolos. Kalo dulu kalian masih kumaklumin, sekarang gak lagi. Sekarang aku punya bayi yang mau dibiayai,” kata Julie sambil mengelus perutnya. “Ibunda Ratu lagi hamil?” tanya anak-anak kosan secara bersamaan. “Wah, Ibunda Ratu kita udah punya calon pewaris takhta.” “Julio cepet juga, ya,” ujar Kino sambil ketawa. “Gak nyangka Si Julio nikahin Ibunda Ratu. Dan sekarang udah bikin Ibunda Ratu hamil.” Brenda berkata sambil memperhatikan Julio yang sibuk membawa masuk barang-barang Julie. “Kenapa? Kamu masih mau nyebar gosip kalo Julio itu gigolo? Awas kamu, ya!” Julie mengancam dengan tangan yang hendak memukuli Brenda. “Suamiku bukan gigolo. Tante-tante yang kamu bilang selalu jemputin Julio itu maminya, mertua aku.” “Loh, kok muda banget?” timpal Kino, tak bisa percaya begitu saja setelah melihat dengan mata kepalanya sendiri saat Julio beberapa kali dijemput oleh wanita yang sudah berumur. Walau sudah berumur, tapi merut Kino wanita itu terlalu muda untuk menjadi ibunya Julio. “Maminya Julio nikah muda waktu itu, abis nikah langsung punya anak. Makanya maminya masih muda.” “Ai, ayo masuk,” ajak Julio. “Istirahat di dalem.” “Bentar dulu,” tolak Julie. Ia masih berencana untuk membuat klarifikasi atas gosip-gosip miring tentang Julio. “Kenapa? Masih mau mengklarifikasi kalo aku bukan gigolo?” tebak Julio sambil tertawa. Anak-anak kos yang sudah menuduh Julio sebagai gigolo mendadak salah tingkah. Tak enak hati sekaligus malu. Apalagi sekarang Julio berstatus sebagai suami Julie. “Iya, biar mereka gak ngegosipin kamu lagi kalo besok-besok mami dateng ngejemput kamu. Nanti dikira kamu kerja sebagai gigolo buat nafkahin aku sama bayi kita.” “Ya biarin aja, itu urusan mereka. Aku gak perlu ngurusin pendapat semua orang, ‘kan? Toh, aku gak ngelakuin seperti yang mereka bilang. Aku gak perlu membuat semua orang percaya sama apa yang aku lakukan. Yang penting itu kamu, asal kamu udah percaya sama aku.” “Ciyeeee ….” Anak-anak kosan sontak mengejek dengan serempak.” “Yang penting itu kamu ….” Brenda mengulang ucapan Julio, sambil mesem-mesem tak jelas, menunjukkan tampang sok cantiknya, atau tampang yang ia buat-buat agar terlihat cantik. “… asal kamu udah percaya sama aku,” lanjut anak kos yang lain. “Eeaaaa … so sweet banget sih ini pengantin baru.” “Jadi pengen nikah juga, pengen punya bini dan punya anak,” ujar Andre. Julie jadi malu sendiri, ia bergegas masuk ke rumahnya agar tak terus-menerus diiejek oleh kurcaci-kurcaci nakal itu. “Dasar kurcaci-kurcaci kurang kerjaan, hobbynya cie-ciein orang terus,” omel Julie. “Kamu juga, kenapa pake ngomong kayak gitu sih di depan mereka. Kan aku jadi diledekin.” “Emangnya aku salah ngomong kayak gitu ke istriku?” “Tapi, gak usah ngomong di depan orang lain.” “Terus aku ngomongnya di mana?” “Ya, gak tau. Terserah kamu aja.” “Kalo aku ngomongnya di kamar, gimana? Biar gak ada yang denger selain kamu, cukup kita berdua.” “Bakalan kedengeran sama orang lain, Yo. Mau di mana pun kamu bilang. Kan di perut aku ada bayi-bayi kita. Mereka bakalan denger omongan kamu.” “Kalo anak aku sendiri yang denger ya gapapa, dong. Mamanya gak perlu malu-malu sama anak sendiri.” Julie masuk ke kamarnya, ia perlu mengambil jeda beberapa saat. Kalau terus membiarkan Julio menggombal, ia akan jadi diabetes gara-gara pria itu. Bahkan tangannya belum benar-benar pulih, kalau ditambah kena diabetes juga, makin lengkap saja penderitaan Julie. “Ai, buat nanti siang kamu mau makan apa?” Julio bertanya saat ia ikut masuk ke kamar. “Apa aja yang dibikin pelayan.” “Kamu gak ada makanan yang dipengenin gitu?” “Gak ada. Aku dikasih apa aja dimakan.” Julio berlutut di depan ranjang yang saat itu tengah diduduki oleh Julie. Ia mengelus perut istrinya. “Bayi-bayinya Papa gak kepengen makan sesuatu gitu?” tanyanya. “Papa pengen ngerasain jadi Papa Siaga,” ujarnya sambil terkekeh. “Nanti, Yo. Kalo misalnya bayi kita lagi pengen sesuatu, aku bakalan bilang ke kamu.” Julio mendongak, mata mereka bertemu. Pria itu mengangguk. “Iya, aku bakalan sangat senang untuk melakukannya.” Julie menarik senyum untuk ditunjukkan pada Julio. Yah, untuk ditunjukkan. Karena di balik senyum itu, ada sesuatu yang ia sembunyikan. Menyembunyikan sedikit rasa kecewa yang terbit di hatinya. Ia sebenarnya menaruh harapan untuk mendengar sesuatu yang lain. Tapi, Julio tak mengatakan apa-apa hingga ia berdiri. “Istirahatlah. Aku ada kerjaan buat diselesaikan.” Pria yang hampir keluar kamar itu berbalik sebelum meraih kenop pintu. “Aku harus kerja keras untuk menafkahi istri dan bayi-bayiku. Soalnya aku bukan gigolo yang bisa jual isi celana ke tante-tante kaya.” “Cih! Keluar sana,” balas Julie dengan kesal. Merasa diejek karena ia juga dulu pernah mengira jika Julio benar-benar bekerja sebagai simpanan tante-tante. Julio tak perlu meninggalkan rumah untuk bekerja. Pekerjaannya bisa dilakukan di mana saja selama ada akses internet. Di siang hari ia mengurusi start up di bidang programming yang ia rintis bersama Warren. Sementara di malam hari, barulah ia mengurus barnya. Saat Pak Kemal masih hidup, Julio sudah diberi beberapa gedung. Beberapa ia sewakan kepada orang lain, sementara sisanya ia jadikan tempat usaha, walau bukan ia yang mengelola secara langsung. Hanya bar miliknyalah yang ia kelola sendiri sejak masih kuliah hingga saat ini. Di hari berikutnya, Julie sudah mulai menjalankan tugasnya sebagai ibu kos. Eh, tapi sebelum menjalankan tugas, ia berdandan ala-ala ibu kos dulu. Pakai daster, rambutnya dicepol sementara bagian poninya ia roll. Tak kelupaan membawa kipas angin portable mini berwarna senada dengan roll rambutnya—warna pink—karena ia selalu merasa gerah sejak hamil. Ditambah buku catatan p********n anak kos beserta sebuah polpen. Oke, ia siap beraksi. “Roll rambutnya gak dilepas, Ai?” tanya Julio dengan sedikit kekehan. “Kamu mau keluar nemuin kurcaci-kurcacimu pake roll rambut gitu? “Iya, kenapa? Kok ketawa? Aku aneh pake roll rambut gini?” “Dandanan kamu mirip ibu-ibu kos di TV.” “Kan aku memang ibu kos.” “Tapi, ada satu bedanya sih dengan ibu-ibu kos di TV.” “Apa?” “Ibu kos yang ini terlalu cantik.” Sial, wajah Julie langsung bersemu merah. Julio suka sekali tiba-tiba menggombalinya. Mana Julie selalu saja terlena dengan gombalan pria itu. Padahal harusnya ia sudah kebal dengan gombalan Julio. Tapi, buktinya ia malah makin tersipu oleh gombalan-gombalan kecil pria itu. “Kalo aku kena diabetes gara-gara digombalin terus, bahaya tau.” “Siapa yang ngegombal, orang ibu kosnya emang beneran cantik.” “Gak usah gombalin aku terus deh, jangan ngarep dengan gombalin aku, kamu bisa bebas dari biaya sewa.” “Kok aku disuruh bayar sewa, kan aku suami kamu. Lagian aku gak tinggal di kamar kos. Kan aku tinggal di sini, sekamar bareng kamu.” “Tapi, kamar yang di lantai 3 itu masih ada barang-barang kamu. Artinya kamu harus tetep bayar. Kalo diitung-itung, kamu nunggak dua bulan.” “Astaga, Ai.” Julio menggelengkan kepalanya. “Dua bulan kan kita tinggal bareng. Aku gak tinggal di kos-kosan selama dua bulan. Masa disuruh bayar.” “Tapi, barang kamu masih ada di atas.” “Ampun, deh. Suami juga disuruh bayar. Nanti kamu terlalu cepet kaya, Ai.” “Baguslah, aku bisa biayain anak-anakku, biar suamiku gak usah kerja jadi gigolo.” “Memangnya kapan aku kerja jadi gigolo. Emangnya kamu kira selama ini aku ngasih kamu makan dari hasil jual ini barang,” tunjuk Julio pada bagian selangkangannya. “Ya kali aja besok-besok kamu kesambet, ketemu perempuan kaya di bar, terus jadi gigolonya.” “Hush! Ngomong jangan suka ngawur. Sana nagih uang sewa kos ke anak-anak, jangan yang ditagih suami sendiri.” “Gak, kamu dulu yang harus aku tagih. Kamu nunggak dua bulan. Kamu gak boleh keluar kamar sebelum lunasin tunggakan kamu.” Julie memasang badan di depan pintu. Mengantisipasi Julio kabur sebelum pria itu membayar uang sewa kos. “Oh, aku gak dibolehin keluar kamar?” “Iya, kamu baru boleh keluar setelah membayar.” “Aku gak punya uang, gimana dong?” “Itu bukan urusan aku, pokoknya kamu harus tetep bayar.” Julio menghampiri Julie yang berada di depan pintu. Dan karena itu Julie semakin memasang badan sebagai pertahanan. Ia letakkan barang-barang yang ia pegang ke atas nakas di samping pintu, kedua tangannya lalu melebar ke samping untuk mencegah Julio lewat. “Aku gak punya uang, Ibunda Ratu,” bisik Julio. Tangan pria itu langsung meraih tengkuk Julie. Menariknya mendekat. “Kalo aku jadi gigolo kamu buat bayar uang kos, gimana?” Julie mencebik, ia memukul pelan lengan pria itu agar melepaskannya. “Itu sih enak di kamu. Kamu untung banget, kamu dapet enaknya, ditambah gak bayar uang kos.” “Ya udah, kalo gitu enaknya buat Ibunda Ratu aja, aku bakalan nahan diri.” Julio tiba-tiba berlutut, membuat Julie kaget saat tangan pria itu sudah menyingkap dasternya. Lantas kepala Julio masuk ke dalam daster Julie. “Yy-yo, kamu mau ngapain?” tanya Julie dengan gagap sambil ia menunduk. Julio sedikit menyeringai di balik daster Julie. “Aku mau bayar uang sewa kos, Ai. Aku gak punya uang, tolong biarkan aku membayar dengan mulut dan tanganku.” “Yy-yo ….” Mulut Julie membulat saat Julio menarik turun dalaman Julie. Tapi mulut ibu hamil itu segera terkatup rapat, menahan desahannya lolos saat Julio menjulurkan lidahnya, menggelitik lipatan inti tubuh Julie. Julie membungkam mulutnya dengan telapak tangan, sementara Julio telah memulai pekerjaannya sebagai pengganti uang sewa kos. Ia menyapukan lidahnya, menggigit, menggelitik, mendorong masuk, dan menguyah Julie habis-habisan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN